Menjelang
skripsi, kebutuhan akan komunikasi jarak jauh makin meningkat. Mau tidak mau
akhirnya orangtuaku berniat memberiku hp.
Aku bukan termasuk orang yang kormod (korban mode) ya, walaupun banyak
temanku sudah punya tapi biasanya aku menunggu sampai benar-benar butuh.
Lagipula aku bukan termasuk orang dengan uang yang sangat berlebih, aku sadar
diri akan kondisiku dan orangtua. Aku dibiasakan hidup sederhana. Tak seperti
anak-anak zaman sekarang yang bahkan sudah dibelikan tablet walaupun masih
sangat kecil.
Bak
ketiban durian runtuh, segera kusambut kesempatan ini. Merasa sangat awam di
dunia per-hape-an, akhirnya kugandeng Ziya untuk ikut. Kupikir, dia lebih tahu
soal ini. Bagaimana hp yang baik kondisinya, programnya, harga yang sesuai, dan
sebagainya. Tanpa ba bi bu, kami langsung meluncur ke WTC (World Trade Center),
salah satu pusat hp yang terkenal di Surabaya. Sepulang kuliah kami naik lyn W
kalau nggak salah. Di sana sangat ramai. Ziya menyuruhku melihat-lihat
barangkali aku tertarik dengan salah satunya. Tiba-tiba pandanganku tertuju
pada sebuah hp biru keunguan yang terpajang di etalase. Setelah bertanya-tanya
sedikit, hp itu akhirnya berada dalam genggamanku. Sebaliknya, uang tujuh ratus
ribu beralih ke tangan penjualnya.
Menjelang
pulang Ziya memberitahuku bahwa itu sudah keluaran lama. Dan akhirnya aku tahu
bahwa itu hp second. Aku kesal, buat apa dia kuajak kalau cuma untuk mengantar.
Tak memberiku rekomendasi apa pun. “Nggak pa-pa kok, meski begitu ini tipe
bagus.” Dia mencoba menenangkanku, meski tetap saja aku kesal. Aku benar-benar
tak tahu kalau yang dipajang di etalase itu hp second.
Di
rumah segera kuotak-atik T65 itu. Kuharap semua fungsinya “sehat”. Tapi,
harapan tinggal harapan. Sejak kedatangan hp itu aku malah stres. Benda mungil
itu sering hang. Dibutuhkan energi dan kesabaran yang ekstra besar untuk
“menjinakkannya”. Kesal, sedih, marah, bercampur rasa takut dimarahi oleh ortu
diaduk menjadi sebuah “adonan” dalam hati dan pikiranku.
Diam...diam...diam....jangan
sampai ortu tahu. Bersikaplah seolah-olah semuanya baik-baik saja (sambil terus
mengotak-atik hp itu dan berharap akan suatu keajaiban). Alhamdulillah akhirnya
aku berhasil, meski kadang masih suka bermasalah. Baru ketika sudah agak lama
(mungkin dalam hitungan minggu) dia benar-benar bisa “jinak”. Syukur yang tiada
tara membuncah dalam hatiku.
Sebenarnya
fitur T65 lumayan juga buatku, juga ukurannya yang pas dalam genggaman (meski
sedikit gemuk), dan warnanya yang lumayan bagus membuatku tertarik. Terlepas dari
tahu tidaknya aku bahwa itu hp sudah jadul (lama banget sudah keluar) dan
(malangnya) second juga.
Persisnya
aku lupa sudah berapa lama bersamanya. Yang kuingat, perpisahanku dengannya
adalah karena ulah pencuri. Ceritanya begini, waktu itu aku ke perpustakaan.
Aku hanya berniat mengembalikan buku (tidak lama) sehingga uang dan hpku tetap
berada dalam tas yang kuletakkan di loker luar (tanpa penjaga dan kunci). “Cuma
sebentar”, pikirku. Aku begitu terkejut ketika mengambil tasku, tak kudapati
lagi si biru itu di sana. Kulihat ada dua orang pria duduk di tangga pendek
depan perpus. Mereka berdua karyawan kampus. Aku tahu bahwa pasti mereka yang
mengambil, sayangnya tak ada bukti yang cukup. Aku tak punya cara untuk
membuatnya mengaku. Saat itu memang kabarnya ada semacam jaringan pencurian di
kampus. Di fakultasku, yang pernah tertangkap basah mencuri adalah tukang
bersih-bersih. Aku nggak tahu pasti 2 orang karyawan tadi apakah OB juga atau
bukan (bagian apa juga aku tidak tahu). Mengapa aku meyakini mereka sebagai
pencuri? Karena saat itu perpus sangat sepi. Hanya aku pengunjungnya. Dan
urusanku dengan petugas peminjaman pun kutaksir 5 menit-an, tak ada waktu
secepat itu bagi selain mereka.
Ikut sebel juga sama Ziya. Tau gitu mah pergi sendiri aja ya ga usah ajak2 temen segala. :D
BalasHapusMakasih ya udah ikutan GA saya :))
Sama-sama Mak :)
Hapus