29 November 2025

Rasa Iba Dimanipulasi dan Risikonya terhadap Degradasi Belas Kasih

Menolong pengendara sepeda motor yang sepeda motornya mogok
Membantu pengendara yang sepeda motornya mogok

Masyarakat Indonesia sejak dulu dikenal dengan sikap gotong-royong atau suka menolong yang dimilikinya. Mereka penuh kasih dan sigap membantu apabila ada orang lain yang kesusahan. Namun, apa jadinya jika kemudian ternyata ada pihak-pihak tertentu yang berniat menyalahgunakannya? Pasti mereka sangat kecewa. Kisah tersebut nyatanya sering terjadi, bahkan sering dijadikan modus operandi dari berbagai kejahatan yang ada. 

 

Mungkin Anda sudah tak asing dengan orang-orang yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaannya, padahal dia kaya raya. Setiap berangkat mengemis, mereka akan mengganti bajunya dengan “seragam” mengemisnya terlebih dahulu, sambil menampilkan fisik, ekspresi, atau suara yang mengiba. Dari mengemis saja, mereka bisa meraup uang jutaan hingga miliaran rupiah. Pengemis L misalnya, pengemis asal Pati ini asetnya mencapai lebih dari Rp. 1 miliar rupiah, sedangkan pengemis T berhasil mengumpulkan Rp. 18 juta per bulan hanya dari rutin meminta-minta. Orang-orang seperti mereka ini suka memanfaatkan sisi manusiawi orang lain untuk kepentingannya sendiri. Meskipun hasilnya fantastis, tetapi modus-modus pengemis tersebut sudah kuno, banyak masyarakat yang telah mengenalinya. Tak kekurangan akal, modus-modus baru yang lebih kreatif pun terus bermunculan sebagai gantinya.

 

Mengutip Otomania.com, 23 Mei 2022 lalu, seorang pengendara motor pria membuka jok motornya di depan pom bensin seperti meminta tolong. Aksi penipuannya itu sukses mendatangkan simpati dari beberapa pengendara lain yang melintas di dekat sana.

 

Satu bulan setelahnya, Suara.com memberitakan modus dari seorang bapak yang berpura-pura menjual jaket untuk ongkos pulang. Pada kedua kasus ini, walaupun sudah ada orang-orang baik hati yang menolong mereka, mereka tetap melancarkan aksinya. Pria pertama masih rutin membuka joknya di dekat pom bensin dan pria ke dua tetap tidak pulang meskipun sudah diberi uang.

 

Di Tasikmalaya, Kompas.com memberitakan penipuan lain yang masih terkait dengan uang dan rasa kasihan, tetapi berhubungan dengan masalah antara suami istri. Seorang suami yang penjudi telah menilap uang yang seharusnya digunakan untuk membayar utang keluarganya. Ia berpura-pura menjadi korban begal karena uang sebesar Rp. 32 juta itu telah ludes dihabiskannya di meja judi.

 

Akan tetapi, tak semua penipu memanipulasi kebaikan hati dan rasa iba orang lain demi untuk uang atau harta. Di Medan, seorang pria yang berpura-pura menanyakan alamat ternyata adalah begal payudara (m.jpnn.com, 19/7/2022), sementara di Turki, seorang pria berinisial WJ berpura-pura pincang dan memakai kursi roda bandara untuk menghindari antre saat check-in (travel.detik.com, 1/7/2022). 

 

Yang lebih mencengangkan, kasus-kasus semacam ini tak hanya bisa dilakukan oleh satu orang, sekumpulan orang pun bisa melakukan kekejian serupa. Anda mungkin pernah mengenal istilah Semakin “basah” kursi/posisinya, semakin mudah “banjir,” artinya semakin kita bersinggungan dengan uang yang banyak, kekuasaan, atau kesempatan, semakin kita rawan salah jalan (menyalahgunakannya). Contoh kasus ini adalah yang menimpa salah satu lembaga donasi/lembaga sosial baru-baru ini. Mereka berkedok menyalurkan dana masyarakat untuk orang-orang atau kelompok-kelompok yang membutuhkan, padahal sejak 2005-2020 mereka malah menyunat uang donasi yang berhasil dikumpulkan hingga sebesar Rp. 450 miliar. Banyak orang yang tidak menyangka pastinya karena lembaga tersebut sudah resmi, berbadan hukum, bergerak di bidang sosial, berkedok agama pula. 

 

Dengan maraknya penipuan-penipuan semacam ini, apakah nantinya rasa manusiawi kita akan terkikis atau terdegradasi karena kita menjadi semakin takut ditipu dan semakin mencurigai sesama? Bisa jadi. Tak ada seorang pun yang akan kebal dari menjadi korban penipuan semacam ini. Akan tetapi, kita hendaknya lebih berhati-hati dalam menempatkan rasa belas kasih, lebih detail atau rinci dalam mengamati dan membuktikan sesuatu, lebih mawas diri, dan yang tak kalah penting adalah perlunya andil atau kepedulian masyarakat sekitar atau masyarakat yang sering bersinggungan (lewat, sering berinteraksi, mempunyai hubungan kerja, dan lain-lain) dengannya, serta adanya kemudahan untuk melaporkan atau meminta bantuan untuk menangani kasus-kasus tersebut. Hindari budaya cuek. Berperasaan dan berbelas kasih itu baik, tetapi ingat tidak semua orang itu pantas untuk dikasihani.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.