05 November 2025

Menjual Ilusi: Strategi di Balik Kemasan Berlebihan

Ilustrasi gambar produk-produk rumah tangga dengan kemasan plastik
Ilustrasi produk-produk rumah tangga dengan kemasan plastik
 

Pernahkah Anda membuka bungkus snack seperti Chiki lalu mendapati isinya hanya sepertiga? Atau membeli sabun cair, tapi botolnya terasa lebih banyak kosongnya? Anda tak sendiri. Praktik ini jamak dijumpai pada industri di Indonesia: menciptakan ilusi isi lewat kemasan besar.

Kemasan berlebihan bukan sekadar memboroskan plastik, tapi juga memperparah polusi. Karena plastik dari makanan ringan, produk pembersih, kosmetik, dan kebutuhan rumah tangga umumnya berakhir di TPA—atau lebih buruk lagi, mencemari sungai dan laut.

Memang, beberapa produk seperti snack butuh sedikit ruang udara agar tetap renyah. Tapi, ruang kosong itu masih sering dilebihkan demi kesan visual. Begitupun botol sabun, krim wajah, hingga sampo didesain besar agar tampak “lebih premium”, padahal isinya sama.

Strategi ini menyesatkan konsumen dan membebani lingkungan. Plastik multilapis sulit didaur ulang, sementara botol besar dengan isi sedikit menyia-nyiakan bahan baku. Tapi secara pemasaran, kemasan besar menarik perhatian, mengesankan bernilai lebih, dan mendongkrak penjualan. Dalam hal ini, ukuran menjadi alat manipulasi.

Karena itu, regulasi perlu hadir. Pemerintah bersama lembaga terkait bisa:

·      Membatasi ruang kosong dalam kemasan (misalnya, maksimal 30% dari total volume).

·      Mewajibkan label yang memuat perbandingan isi dan ukuran dengan jelas.

·      Memberi insentif pada produsen yang menggunakan kemasan hemat bahan atau isi ulang.

·      Mengenakan pajak tambahan pada kemasan boros dan sulit didaur ulang.

Kita bisa mencontoh Uni Eropa yang sudah lebih dulu menerapkannya.

Sementara itu, sebagai konsumen, kita juga bisa ambil bagian. Mulailah lebih kritis: apakah ukuran kemasan masuk akal? Apakah tersedia versi isi ulang? Apakah labelnya jujur?

Pada akhirnya, kemasan seharusnya melindungi produk—bukan menipu konsumen. Sudah saatnya kita berhenti membayar “udara dalam bungkus” dan mulai menuntut kemasan yang lebih jujur, proporsional, dan ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.