
Besar di Sidoarjo membuat saya akrab dengan makanan yang satu ini. Kupang lontong namanya, ia kuliner khas dari kotaku yang terbuat dari campuran kupang (hewan semacam kerang), lontong, lentho yang diremas-remas dan bermandi kuah petis berbumbu. Gurih dan pastinya enak rasanya. Namun, jika kau ingin lebih nikmat lagi, jangan lupakan pula sate kerang dan es degan untuk kau santap bersamanya. Hmm... sungguh menggugah selera.
Meski saya tinggal di Sidoarjo tetapi daerah saya bukanlah daerah penghasil kupang. Kupang di Sidoarjo sebenarnya berasal dari Desa Balongdowo, Kecamatan Candi, sementara saya tinggal di kecamatan Gedangan. Dengan kata lain, area kami bukanlah penghasilnya, melainkan penikmat saja. Kebetulan di Gedangan itu sendiri ada sentra kupangnya, yaitu warung-warung yang berjajar yang berjualan khusus lontong kupang. Hal itu membuat akses kami terhadap kupang menjadi lebih mudah, meski kadang kami membelinya lewat tetangga.
Kupang Kaya Nutrisi
Tak hanya lezat, lontong kupang juga banyak gizinya. Kupang putih mengandung zat besi, seng, serta 17 asam amino, yang sepuluh di antaranya merupakan asam amino esensial, yaitu treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, tripsin, histidin, dan arginin. Kesepuluh asam amino ini tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan kita sehari-hari. Selain itu, kupang juga mengandung kalsium, kalium, selenium, vitamin C, vitamin B12, dan vitamin A, serta asam linoleat, EPA, dan DHA.
Berdasarkan artikel ilmiah berjudul Sejarah dan Keberlanjutan Kupang Lontong di Kabupaten Sidoarjo karya Rahma Sasi Safrida, kupang mengandung air 75,70%, kadar abu 3,09%, protein 10,85%, lemak 2,68%, dan karbohidrat 1,02% (Regional.espos.id).
Ketika Kupang Difitnah
Keberadaan lontong kupang di Sidoarjo ini sudah setua saya atau bahkan lebih tua lagi. Seperti kesaksian Cak Mat, pemilik warung lontong kupang, tentang ayahnya yang sudah berjualan lontong kupang sejak 1983 (RRI dalam radarbengkulu.disway.id).
Dulu, kuliner lezat ini begitu bersinar, begitu melegenda. Ia bukanlah sekadar pengisi perut atau tameng kesehatan bagi tubuh, tetapi juga merupakan perahu harapan bagi para nelayan kupang di Balongdowo. Selain itu, bagi kami para warga Sidoarjo yang ingin Sidoarjo lebih maju dan lebih dikenal di Indonesia dan dunia, keberadaannya seperti layaknya angin surga. Sangat potensial.
Sayangnya, kuliner andalan kota kami ini tak luput dari fitnah yang keji. Katanya, kupang itu makan kotoran/tai manusia. Padahal, tidak demikian, umpan nelayan dalam menangkap kupang bukanlah tai manusia, melainkan tanah liat kuning yang dipenuhi rumput dan ganggang laut, sehingga kupang tertarik dan menempel di sana. Hal ini perlu diluruskan agar tidak mengganggu citra kuliner berkuah petis ini.
Sosialisasi Kupang Mulai Digencarkan, tetapi ....
Kenyataan bahwa saya masih bertemu dengan satu-dua orang yang jijik makan kupang karena isu bahwa kupang makan tai ini menandakan bahwa masalah ini masih membutuhkan perhatian serius.
Belum lagi ketika kupang dipromosikan secara besar-besaran, misalnya melalui Tari Ngoyek Kupang dan makan lontong kupang bareng secara massal, serta promosi kupang yang mulai masuk hotel, kita perlu memikirkan masalah lain yang lebih inti dari sekadar promosi, yaitu masalah ketersediaan kupang itu sendiri, regenerasi para nelayan kupang, serta aksesibilitas menuju kupang tersebut.
Munir, seorang mantan nelayan kupang, berkisah dulu di kampungnya terdapat sekitar 50 perahu, sedangkan pada 2020 sudah tinggal 5 perahu karena para generasi muda di sana tidak berminat untuk menjadi nelayan kupang seperti ayahnya. Selain itu, Agus, seorang pengepul kupang, mengeluhkan betapa kupang susah didapati. “Kalau diambil terus bakal habis, makanya kita sering pindah, sambil memberi waktu kupang yang tersisa untuk berkembang lebih banyak.”
Masalah lain yang tak kalah rumit adalah infrastruktur yang tidak memadai. Sungai yang mengalir di sekitar Desa Balongdowo, tempat utama pengambilan kupang, memiliki kedalaman yang dangkal dan sering ditumbuhi eceng gondok. Hal ini menghambat jalur transportasi bagi perahu nelayan yang menuju lokasi pengambilan kupang. Jembatan-jembatan di sana pun terlalu rendah, sehingga perahu nelayan kesulitan melintas, terutama saat pasang. Akibatnya, banyak nelayan yang memilih membeli kupang dari daerah lain, seperti Gresik, yang lebih mudah dijangkau.
Jika masalah infrastruktur ini tidak segera diperbaiki, tidak hanya nelayan yang akan merasakan dampaknya, tetapi juga keberlanjutan industri kupang itu sendiri. Tanpa akses yang memadai, produksi kupang lokal akan berkurang, dan daya saing Sidoarjo dalam pasar kupang akan menurun.
Oleh karena itu, jika kita benar-benar ingin membuat lontong kupang dikenal di Indonesia dan dunia, kita harus membenahi hal-hal tadi. Jika promosi terlalu digencarkan tetapi hal-hal tadi belum siap, maka hasilnya pun tidak akan memuaskan.
Membangkitkan Kembali Industri Kupang Sidoarjo
Salah satu penyebab utama mengapa generasi muda enggan menjadi nelayan kupang adalah kurangnya daya tarik dalam pekerjaan ini. Tidak ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, minimnya pelatihan keterampilan dan kesempatan untuk berkembang di sektor ini membuat profesi nelayan kurang menarik. Tanpa adanya program yang dapat memotivasi generasi muda untuk terlibat dalam industri kupang, sektor ini akan kehilangan potensi besar yang bisa meningkatkan perekonomian daerah.
Di sisi lain, saya mengamati bahwa pelatihan-pelatihan yang ada di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) tidak relevan dengan potensi-potensi lokal di sana, termasuk tentang kupang ini.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah-masalah yang ada, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait untuk menghidupkan kembali industri kupang di Sidoarjo. Solusi ini tidak hanya menyentuh sektor infrastruktur dan pelatihan, tetapi juga melibatkan pemberdayaan ekonomi berbasis Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS).
1. Revitalisasi Infrastruktur yang Terhambat
Penyelesaian masalah infrastruktur harus menjadi langkah pertama yang diambil. Pemerintah daerah perlu melakukan normalisasi sungai yang tersumbat eceng gondok dan membangun jembatan yang lebih tinggi agar perahu nelayan bisa melintas dengan mudah. Selain itu, perlu ada pembangunan saluran alternatif untuk memudahkan akses ke lokasi pengambilan kupang. Dengan perbaikan infrastruktur ini, nelayan akan memiliki akses yang lebih mudah ke sumber daya kupang yang melimpah, dan produksi kupang lokal akan meningkat.
2. Mendorong Regenerasi Nelayan Muda
Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengembangkan program-program yang dapat menarik minat generasi muda untuk menjadi nelayan kupang. Salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan keterampilan yang relevan, seperti pelatihan pengelolaan hasil laut, teknologi budidaya kupang, dan pemasaran produk secara digital. Selain itu, pemberian insentif berupa beasiswa pendidikan atau modal usaha untuk nelayan muda juga bisa menjadi daya tarik tersendiri. LAZIS, melalui program pemberdayaannya, bisa berperan dalam memberikan bantuan dana dan pelatihan bagi nelayan muda yang ingin mengembangkan usaha berbasis kupang.
3. Menyesuaikan Pelatihan dengan Kebutuhan Sektor Perikanan
BPVP Sidoarjo perlu mengubah kurikulum pelatihannya agar lebih relevan dengan kebutuhan sektor perikanan. Pelatihan yang lebih terfokus pada pengolahan hasil laut, seperti pembuatan abon atau keripik kupang, dan pelatihan pemasaran produk secara digital akan sangat bermanfaat bagi nelayan dan pengusaha kecil di sektor perikanan. Selain itu, BPVP juga bisa bekerjasama dengan LAZIS untuk menyediakan fasilitas dan modal bagi peserta pelatihan yang ingin mengembangkan usaha berbasis kupang.
Peran Zakat, Infak, dan Sedekah dalam Meningkatkan Ekonomi Lokal
Zakat, Infak, dan Sedekah bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sosial, tetapi juga bisa menjadi alat pemberdayaan ekonomi yang efektif. Melalui lembaga keagamaan, dana ZIS dapat digunakan untuk mendukung pengembangan UMKM berbasis potensi lokal, seperti industri kupang. Dengan menyediakan modal usaha, pelatihan keterampilan, dan dukungan lainnya, ZIS dapat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat.
Dengan cara-cara ini lontong kupang Sidoarjo diharapkan bisa kembali bersinar dan bahkan mendunia.
Sumber:
Https://memox.co.id/kampung-kupang-balongdowo-jadi-wisata-bahari/
Https://budaya-indonesia.org/Lontong-Kupang-Makanan-Lezat-Khas-Jawa-Timur-DaftarSB19
Https://regional.espos.id/lontong-kupang-kuliner-khas-sidoarjo-yang-memiliki-cita-rasa-unik-1428204
Https://budaya-indonesia.org/Lontong-Kupang-Makanan-Lezat-Khas-Jawa-Timur-DaftarSB19
Https://www.suarasurabaya.net/potret-kelana-kota/menyisir-pesisir-menjaring-kerang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.