03 November 2025

Inovasi Desain Alat Berat untuk Meningkatkan Keselamatan dan Produktivitas Operator Tambang

Operator tambang mengoperasikan alat berat di area tambang terbuka 
Operator tambang

Perusahaan tambang harus lebih memperhatikan keselamatan pekerjanya. Pasalnya, hingga tahun lalu, jumlah operator tambang yang tewas atau luka berat masih tinggi. Menurut Ditjen Minerba ESDM,  jumlah korban yang tewas 49 kejadian, korban luka berat 80 kejadian, dan luka ringan 11 kejadian. Adapun level frekuensi dan keparahannya, menurut bloombergtechnoz.com berturut-turut sebesar 0,55 dan 919,23, sedangkan menurut Direktorat Teknik dan Lingkungan 2024 dalam minerba.esdm.go.id sebesar 0,05 dan 106,62.

 

Tabel Keparahan Kecelakaan Tambang dalam 5 Tahun Terakhir

TAHUN

KEPARAHAN

TEWAS

BERAT

RINGAN

2024

49

80

11

2023

48

65

111

2022

62

97

219

2021

11

57

36

2020

17

95

33

Sumber: Ditjen Minerba ESDM dalam bloombergtechnoz.com

Dalam 5 tahun terakhir, angka kecelakaan tambang yang terjadi masih tinggi, terutama pada kecelakaan berat. Meskipun pada data 2024 seolah menurun, tetapi jika melihat polanya data 2022 dan 2023-lah yang abnormal dan perlu ditelusuri penyebabnya. Sementara itu, data korban tewas atau luka berat dari tahun ke tahun trennya tetap atau meningkat.

Berdasarkan Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 10, No. 6, November 2022, dari seluruh kecelakaan tambang di Indonesia pada 2019, mayoritas di antaranya disebabkan karena kurangnya pengetahuan (46%), kurangnya kelengkapan alat (40%), kecelakaan tambang permukaan (39%), serta menyalahi prosedur kerja (24%).

   Oleh karena itu, untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan produktivitas, perusahaan tambang wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) yang mencakup peningkatan kapasitas SDM, pemeliharaan alat berat, serta perancangan lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman.

 

Upaya Mengurangi Kecelakaan pada Operator Tambang

Jika berbicara mengenai kecelakaan tambang permukaan, kita tidak bisa lepas dari kecelakaan alat berat pada operator tambang. Apalagi, kecelakaan alat berat umumnya menyebabkan keparahan yang fatal bagi korbannya. Tertimpa, terguling, tertabrak, terjepit, dan terlindas adalah beberapa contoh risikonya.

Operator tambang terbuka menghadapi tantangan berat tak hanya terkait dengan lingkungannya, tetapi juga terkait dengan sistem kerjanya dan juga alat berat yang dioperasikannya. Tantangan lingkungan tersebut contohnya suhu ekstrim, debu, dan kebisingan. Tantangan sistem kerja misalnya durasi kerja yang panjang dan pola kerja/shift. Sedangkan tantangan alat berat bisa berupa kondisi alat berat yang digunakan maupun posisi tubuh yang statis dalam waktu lama. Meski demikian, tujuan mengatasi ketiga jenis tantangan tersebut sama. Mereka sama-sama mencari cara agar operator tambang bisa selamat, sehat, dan produktif. Caranya adalah dengan membuat pekerja tersebut memiliki kewaspadaan/konsentrasi yang tinggi, tidak mudah lelah, aman dan nyaman, serta bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan cepat. Oleh karena itu, perusahaan tambang harus dapat mengatasi ketiganya sebaik mungkin. Namun, untuk mempersempit bahasan, tulisan ini hanya difokuskan pada tantangan alat berat yang berupa risiko gangguan muskuloskeletal pada operator tambang terbuka.

 

Risiko Gangguan Muskuloskeletal pada Operator Alat Berat

Gangguan muskuloskeletal (MSDs) merupakan gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. Gejalanya berupa nyeri, bengkak, kemerahan, panas, mati rasa, retak, patah tulang dan sendi dan kekakuan, lemas, kehilangan daya koordinasi tangan, serta susah digerakkan.  

Menurut WHO (2003), sebanyak 60% dari semua penyakit akibat kerja adalah penyakit ini.  Di Indonesia, penderitanya pun tergolong banyak. Bahkan, jumlahnya telah melonjak. Pada 2005 tadinya penderitanya sebesar 16%, tetapi delapan tahun kemudian jumlahnya telah membengkak menjadi 24,7%.

Di antara pekerja yang rentan mengalami MSDs, operator alat berat adalah salah satunya. Hal itu disebabkan karena mereka sering melakukan aktivitas yang sama, bekerja dalam durasi lama, kondisi kerjanya tidak ergonomis, melakukan postur janggal atau pekerjaan berat, mengalami getaran seluruh tubuh (Whole Body Vibration), ataupun mengalami beban mental.

 

Pengaruh Gangguan Muskuloskeletal terhadap Risiko Kecelakaan Alat Berat

Gangguan muskuloskeletal tidak bisa dianggap remeh. Operator alat berat yang mengalami MSDs ini bisa mudah lelah, menurun konsentrasi dan kemampuan geraknya, memburuk posturnya, sering absen sakit, bahkan berisiko mengalami kecacatan atau kematian. Saat mengalami hal-hal tersebut, kemampuan mereka dalam mengendalikan alat beratnya akan semakin lambat, semakin terbatas, dan semakin kurang presisi. Akibatnya, mereka rawan mengalami kecelakaan.

Oleh karena itu, penting bagi perusahaan tambang untuk memperbaiki desain alat beratnya agar keselamatan dan produktivitas kerja karyawannya dapat meningkat.

 

Penguatan Kapasitas SDM melalui Inovasi Desain Alat Berat

Untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam menerapkan SMKP dan meningkatkan produktivitas, perusahaan tambang perlu memastikan bahwa alat berat yang digunakan memiliki desain ergonomis yang mendukung kesehatan operator, dengan inovasi berikut:

1.  Desain Kabin yang Nyaman

o   Kursi ergonomis dengan dukungan lumbar untuk mengurangi tekanan pada punggung bawah.

o   Sistem pendingin dan ventilasi yang baik agar operator tetap nyaman dalam kondisi panas atau lembap.

o   Peredam kebisingan untuk mengurangi stres akibat suara bising mesin.

2.  Desain Kontrol yang Memudahkan Operasi

o   Tuas kontrol ergonomis yang tidak memerlukan tenaga besar untuk dioperasikan.

o   Material anti-slip untuk mencegah tangan licin saat mengoperasikan alat.

o   Sistem kontrol digital agar operator dapat memantau kondisi mesin dengan lebih akurat.

3.  Peningkatan Sistem Keamanan

o   Sensor 360 derajat dan kamera pemantau untuk mengurangi blind spot.

o   Peringatan suara dan visual untuk membantu operator menghindari bahaya.

o   Tangga darurat yang mudah diakses, memastikan evakuasi cepat dalam keadaan darurat.

Agar lebih efektif, lengkapi pula dengan manajemen kelelahan, seperti: jadwal rotasi shift yang teratur, penyediaan area istirahat yang nyaman, pemeriksaan kesehatan berkala, pelatihan manajemen kelelahan, pemakaian botol air lipat (mudah dibawa), serta menyediakan air putih dan minuman pengganti elektrolit yang cukup. Atau bisa juga dengan menerapkan teknologi wearable untuk memantau kondisi pekerja, seperti: monitor detak jantung dan suhu tubuh, sensor kadar oksigen dalam darah (smartwatch/baju pintar), atau sistem GPS.

Penguatan kapasitas SDM dalam penerapan SMKP sangat bergantung pada kondisi kerja yang aman dan nyaman. Gangguan muskuloskeletal yang dialami operator alat berat dapat menurunkan produktivitas secara signifikan jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, kombinasi antara perbaikan desain alat berat, pelatihan, manajemen kelelahan, dan penerapan teknologi wearable penting dalam meningkatkan keselamatan dan produktivitas kerja di pertambangan.

Sebagai pelengkap, jangan lupa lakukan pula saran-saran berikut:

·      Lakukan penelitian lebih lanjut untuk merancang dan menguji coba desain alat berat yang paling efektif.

·      Miliki standar yang jelas mengenai desain alat berat di pertambangan.

·      Beri operator alat berat pelatihan menyeluruh mengenai penggunaan peralatan keselamatan, manajemen kelelahan, dan kesehatan mental.

·      Lakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap efektivitas dari penerapan desain ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.