Tukang tambal ban
Saya mendapati ban belakang sepeda saya kempes. Namun hari itu tidak biasa, ban itu sangat kempes. Meski begitu saya tetap memompanya. Benar saja, ketika dalam perjalanan menuju rumah muridku sepedaku terasa aneh dan sangat berat. Ternyata bocor. Saya menuntunnya menuju tukang tambal ban terdekat. Sembari menambal ban, saya mengajaknya bercakap-cakap. Ternyata bapak tersebut membenci perbuatan manusia. Menurutnya manusia itu banyak yang korupsi dan berbuat tidak baik, sehingga dia lebih menyukai bergaul dengan binatang (tepatnya burung). Banyak sekali burung di bengkelnya yang sangat sederhana itu. Bapak ini terkesan menyendiri. Lalu saya bertanya apakah beliau mempunyai istri dan anak? “Punya,” katanya. Beliau menjelaskan lebih jauh bahwa dirinya berhubungan dengan manusia seperlunya saja. Kemudian beliau bercerita tentang rezeki, bahwa beliau tidak mengkhawatirkan rezeki. “Asal mau usaha rezeki itu ada. Saya setiap hari bangun pagi dan setelah sholat Subuh langsung kerja.” Begitu katanya. Lalu saya berpikir apakah itu sebabnya bengkelnya ramai sejak tadi? Karena dia tidak mempunyai keterikatan dengan rezeki. Selama bapak tersebut menambal ban saya hingga sejauh batas pandangan mata bengkelnya terus didatangi orang.
Sumber gambar: Kompasiana