“Andai
kesenangan adalah matahari dan kesulitan adalah hujan maka kita butuh keduanya
untuk bisa melihat indahnya pelangi.” (Ustadz Yusuf Mansur)
Kepentingan
“menang” seringkali dibesar-besarkan sedemikian rupa sehingga kita lupa bahwa
sebenarnya melalui “kekalahan” itulah kita akhirnya menciptakan pemenang yang
sangat hebat.
Masa
sulit, masa terburuk, masa sedih (murung), dan masa menderita semuanya
dijadikan untuk membentuk diri Anda sebagaimana api membentuk emas.
Mereka
yang telah melalui perjuangan yang hebat atau lebih banyak akan menjadi orang
yang lebih andal dan lebih hebat.
Kekuatan
dan perkembangan yang baik datang lewat usaha dan perjuangan terus-menerus,
sedangkan yang tidak dimanfaatkan menjadi lemah dan membusuk.
“Setiap
orang mempunyai bakat masing-masing. Kekurangannya hanyalah keberanian untuk
menunaikan bakat yang tersembunyi itu.” (Erica Jong)
Takut
terhadap kegagalan bukanlah sekadar bersumber dari “kegagalan” itu sendiri,
melainkan dari cara masyarakat menanggapi mereka yang gagal. Apa yang akan
dikatakan orang lain jika saya gagal? Bagaimana saya menghadapi orang lain?
Intinya,
berkaitan dengan “aib” yang sering kali dikaitkan oleh masyarakat dengan
“kegagalan”. Mereka memandang rendah dan negatif terhadapnya.
Padahal,
agar terus maju kita harus mencoba sesuatu yang lebih besar atau menyelami
bidang baru. Semua itu mengandung risiko. Semakin besar risiko, semakin besar
pula kesempatan yang datang karena tidak banyak yang berani mencobanya.
Jika
kita tidak siap menghadapi risiko kegagalan, janganlah iri terhadap mereka yang
hidup lebih baik dari kita. Mereka sesungguhnya telah melakukan pengorbanan
yang sewajarnya untuk mendapatkan apa yang mereka miliki.
Mengambil
risiko di sini bukanlah terlalu berani, tetapi terukur dan terencana. Mereka
mencoba idenya dalam skala kecil dulu, mempelajari kesalahan yang terjadi,
mengumpulkan informasi dan umpan balik, melakukan perbaikan dan mencoba sekali
lagi untuk memastikan mereka mendapatkan yang terbaik. Apabila mereka yakin
dengan perubahan tersebut, mereka mulai untuk mengimplementasikan atau memulai
sesuatu yang lebih besar. Mereka belajar agar tidak terjatuh ke lubang yang
sama dua kali.
“Tidak
ada keberhasilan yang sesungguhnya tanpa penolakan. Semakin banyak penolakan
yang dialami, semakin hebatlah Anda, semakin banyak yang dipelajari, semakin
dekat Anda pada tujuan Anda.” (Billi Lim)
“Bersusah
hati tentang apa yang tidak Anda miliki adalah menyia-nyiakan apa yang telah
Anda miliki.” (Ken Keyes Jr.)
“Lebih
baik hidup sendiri daripada hidup bersama-sama dengan orang bobrok.” (Billi
Lim)
Walaupun
selama ini kita belajar dari kesalahan, kita masih tetap dihukum apabila
melakukan kesalahan. Oleh karena itu, kita harus siap menerima konsekuensi
apabila kita gagal.
Apabila
kita gagal, jangan berharap:
·
Orang akan
memuji kita karena kegagalan yang kita alami.
·
Orang memahami
kegagalan kita.
·
Agar tidak
disalahkan.
·
Rekan-rekan
kita akan tetap berada di sekeliling kita.
·
Terus hidup
dalam kemewahan seperti sebelum kita melakukan kesalahan.
·
Mendapat
banyak dukungan moral dari orang lain.
·
Orang akan
meminjami uang sebagai bantuan sementara.
·
Orang bank
akan memberikan pinjaman selanjutnya.
·
Teman
wanita/lelaki kita akan melayani kita dengan cara yang sama seperti dulu.
·
Anggota
keluarga kita memahami kita.
·
Tetap bisa
makan enak atau tidur nyenyak.
·
Masih
mempunyai keinginan untuk keluar atau bergaul dengan orang lain.
Banyak
lawan Anda akan memberikan teguran seperti “Bukankah aku sudah bilang ....”.
Dan secara pribadi Anda akan rendah diri dan malu jika bertemu orang lain.
Oleh
karena itu, apabila gagal, tidak ada gunanya bersedih memikirkannya. Lebih baik
segera mencari sumber dari kegagalan tersebut.
Tidak
perlu menyesal atau menyalahkan orang lain atas keputusan yang telah kita
ambil. Karena, walaupun kadang-kadang dipengaruhi oleh orang lain, keputusan
itu adalah tanggungjawab kita. Kita bisa mendengar semua pendapat, tetapi
tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil terletak pada diri kita sendiri.
“Jangan
menyebutnya sebagai kesalahan, sebaliknya, sebutlah ia sebagai suatu
pelajaran.” (Thomas Alfa Edison)
Jangan
menyalahkan diri sendiri karena keputusan yang salah itu. Yang terpenting, ambillah
satu keputusan yang tepat untuk memperbaiki semuanya.
“Sampai
Anda mencoba, Anda tidak akan tahu apa yang tidak bisa Anda lakukan.” (Kardinal
John Henry Newman)
“Lakukanlah
apa yang menurut firasatmu mana yang benar karena kamu tetap akan dikritik.
Sama saja kamu melakukannya atau tidak, kamu akan tetap dihina.” (Eleanor Roosevelt)
Tingginya
angka bunuh diri banyak disebabkan karena penolakan, kegagalan, pandangan
rendah orang lain atas standar umum di masyarakat tentang kalah-menang dan
sukses-gagal.
Menurut
Billi Lim, pendidikan bertujuan untuk mengajar seseorang bagaimana caranya
melakukan yang terbaik dalam dirinya, di samping mengembangkan dirinya ke tahap
yang lebih baik sesuai dengan bakat yang dimilikinya (bukan untuk mendapat
pekerjaan, tanpa mempedulikan jenis pekerjaan dan kesesuaian pekerjaan).
Bersaing
merupakan hal yang baik, namun siapa pesaing kita?
Dalam
suatu kompetisi pasti akan ada yang menang dan kalah. Bagi pemenang, pasti ada
beberapa orang yang kalah. Masalahnya, bagaimana Anda menentukan kekalahan itu?
Segalanya mengarah pada pokok pertanyaan, siapa pesaing Anda? Banyak yang
terjebak dengan pertanyaan ini dan tertekan karenanya. Kita tidak harus
bersaing dengan orang lain. Kita seharusnya menjalin kerja sama dengan mereka
dan bersaing dengan diri kita sendiri. “Orang lain” hanyalah sebagai sebuah
alat ukur. Jika kita bersaing dengan diri sendiri dan kemudian gagal, siapa
pemenangnya?
Banyak
orang yang telah dilatih untuk menyamakan berprestasi baik dengan mengalahkan
orang lain. Hal demikian seringkali menimbulkan anggapan bahwa hanya persaingan
menentang orang lain yang dapat membuahkan sukses dan bahwa hanya dengan
mengutamakan kepentingan diri sendiri lah seseorang itu bisa meraih sukses. Hasil
penelitian Robert Helm Reich, psikolog di Universitas Texas, menunjukkan bahwa
bekerja sama dengan orang lain itu lebih produktif daripada saling bersaing
dengan orang lain, menggantungkan keberhasilan seseorang pada kegagalan orang
lain (sindrom menang/kalah) seringkali mewujudkan gangguan dan sama sekali
tidak produktif.
Nah,
sebenarnya diri Anda adalah saingan terhebat untuk Anda sendiri.
Terimalah
apa yang ada saat ini karena ia merupakan “buah” dari “benih” yang telah Anda
tanam. Selalu ada sebab dan akibat. Ada waktu untuk segala-galanya. Apapun
milik Anda, ia tetap milik Anda. Anda tidak perlu cemas atau mengubah pendirian
karena ia pasti akan tiba. Jika ia tidak tiba, artinya ia mungkin bukan milik
Anda.
Kesakitan,
masalah, dan penderitaan adalah sebagian dari hidup yang tidak menyenangkan,
tetapi sangat dibutuhkan. Milikilah ketekunan dan ketabahan yang kokoh untuk
menghadapinya.
Arahkanlah
pikiran Anda kepada apa yang ingin Anda lakukan. Rasakan perasaan yang
menggebu-gebu. Lakukan secara kontinyu, jangan pedulikan apa yang terjadi di
luar sana. Anda akan menyadari bahwa lingkungan di luar sana akan berubah
karena pikiran dari dalam diri Anda sendiri. Jangan menggunakan situasi saat
ini sebagai sumber pikiran Anda. Berpikirlah seolah-olah tanpa batasan.
Sejujurnya,
tidak ada seorang pun yang akan memikirkan tentang kita. Kebanyakan waktu mereka
gunakan untuk memikirkan dirinya sendiri.
Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa 93% masalah yang kita hadapi sebenarnya tidak
nyata, hanya 7% yang nyata.
Berinteraksilah
dengan orang-orang positif, membaca buku-buku positif, mendengarkan hal-hal
positif, dan setiap bangun pagi, tanamkan di pikiran orang sukses seperti apa
yang Anda inginkan. Lakukan hal yang sama sebelum tidur. Jangan membaca koran!
Karena 95% berita koran memuat hal-hal yang negatif. (Dengan alasan yang sama,
jangan pula membaca medsos atau TV-tambahan saya pribadi).
“Orang
yang paling berhasil bukanlah orang yang tidak pernah gagal, justru mereka
lebih banyak gagal. Namun, mereka tidak memberikan sentuhan emosi negatif ke
dalam hal-hal yang mereka tidak bisa lakukan.
Selalu
ada pengorbanan yang dibutuhkan untuk meraih sebuah kesuksesan, itulah
ketabahan. Jangan pernah menerima jawaban “tidak” dan seandainya Anda terjepit
atau merasa sedang jatuh, ingatlah bahwa Anda hanya berada di tikungan, bukan
di ujung jalan.
Bila
semuanya gagal, cobalah ubah haluan. Sesuaikan keahlian dan bakat dari usaha
sebelumnya untuk disalurkan dalam bidang usaha yang baru. Bahkan, kita mungkin
terpaksa mempelajari keahlian yang baru.
Orang
Jepang tidak menciptakan mobil, kamera, kulkas, televisi, AC, mesin cuci, atau
penyedot debu. Bahkan, mereka tidak menciptakan banyak produk. Mereka hanya
meniru, memperhalus, dan memperbaiki barang yang sudah ada.
Bila
Anda tidak pernah maju dalam karier walaupun mempunyai keahlian, berlatihlah
lagi dengan lebih giat atau perbaikilah diri Anda dengan keahlian baru dalam
bidang lain yang mempunyai masa depan lebih baik. Jangan hanya bertumpu pada
satu keahlian.
Ingatlah
bahwa manusia mampu mempelajari keahlian baru dan menekuni bidang usaha lain.
Tuliskan
hal-hal yang akan Anda lakukan apabila semua yang Anda usahakan gagal!
“Di Jepang, sekali Anda kalah, Anda tidak
hanya dianggap sebagai pecundang, tetapi Anda juga dikucilkan. Kita harus
mengubah budaya ini dengan memberikan kesempatan ke dua bagi siapa pun.” (Nubuo
Tanaka, Director of Miti’s Industriall Finance Bureau, Japan)
“Di
Jepang, orang yang bangkrut dilarang berbicara dan disembunyikan.” (Yuichiro
Itakura)
“Untuk
bisa menciptakan lebih banyak orang menjadi pengusaha, kita harus mengubah
perilaku kita terhadap orang yang gagal.” (Menteri kanan Singapura, Mr. Lee
Kuan Yew)
Mencoba
itu mengambil risiko gagal. Tetapi tetaplah mencoba. Kegagalan bukanlah lawan
dari kesuksesan, tetapi merupakan efek samping. Ia adalah bagian dari
kehidupan. Gagal-lah secukupnya, lalu belajarlah dari kegagalan itu.
Bukankah
ketika bayi kita juga berkali-kali gagal sebelum akhirnya berhasil berjalan?
Bersemangatlah!
Kesuksesan menanti Anda.
Sumber:
Lim,
B. 2014. Dare to Fail. Jakarta: Ufuk Publishing House.
Sumber
gambar: Pixabay