Setiap manusia pasti akan diuji....................
Ujian itu sesuai dengan kesanggupan / kemampuan masing-masing..................
,
Sesudah kesulitan ada kemudahan....................
Sesudah kesulitan ada kemudahan....................
Sesudah kesulitan ada kemudahan....................
(Yaitu) bagi orang-orang yang berusaha mengubah
nasibnya.........................
(karena) Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum
sebelum kaum itu berusaha mengubah nasibnya sendiri.
Tsunami, nama yang cantik. Namun si
cantik ini tak pernah diharapkan kehadirannya, setidaknya hingga saat ini
(selagi belum bisa ditemukan pemanfaatannya). Perangainya kurang baik, sangat
pemarah. Dia selalu hadir membawa amukan besar, menelan hingga ratusan ribu
korban jiwa, merusak segalanya.
Tsunami merupakan gelombang atau
serangkaian gelombang yang dibangkitkan secara tiba-tiba oleh perubah vertikal
suatu kolom air. Bencana alam ini bisa disebabkan oleh aktivitas seismik,
vulkanik, longsor di atas atau di bawah air, jatuhnya asteroid di laut, atau fenomena
meteorologi.
Belajar dari Jepang
Kondisi geografis Indonesia yang
berada di cincin api membuatnya rentan terhadap gempa bumi, tsunami, maupun
letusan gunung berapi. Sayangnya, negara kita kurang bisa belajar dari sejarah;
baik yang berasal dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman kota atau
negara lain. Berbeda dengan Jepang, berada pada 4 lempeng tektonik sekaligus
(lempeng Okhots, Urasia, Pasifik, dan lempeng laut Filipina) serta memiliki
banyak gunung api membuatnya sering dilanda gempa, tsunami, serta berpotensi
gunung meletus dan angin topan. Bahkan,
dari seluruh tsunami besar yang terjadi di dunia, yang terbanyak terjadi di
Jepang (hampir sepertiga dari tsunami dunia). Kendati demikian itu tak
melemahkan mereka, malah membuat mereka melakukan persiapan dengan lebih matang
dan menjadikan mereka sebagai negara dengan sistem peringatan bahaya gempa
terbaik di dunia. Artinya, mereka berusaha tidak mengulang kesalahan yang sama.
Mereka telah melakukan antisipasi tsunami sejak abad 9 Masehi. Dan fakta
mendukung akan hal itu. Jumlah korban gempa dan tsunami di Jepang terus menurun
dari tahun ke tahun. Dengan kekuatan gempa yang serupa dengan Aceh 2004 silam,
gempa dan tsunami di Jepang 2011 hanya menimbulkan 13 kali lipat korban jiwa
yang lebih sedikit daripada tsunami di Aceh 2004 lalu. Penanganan tsunami dan
gempa menjadi perhatian serius di Jepang dan menjadi program nasional.
Belajar dari Thailand
Thailand merupakan salah satu
negara yang ikut terkena tsunami 2004 lalu, bahkan termasuk 5 negara terparah
terlanda tsunami selain Indonesia, Srilanka, India, dan Maldives. Namun
Thailand merespon bencana itu dengan 3 strategi, yaitu (1) SAR dan identifikasi
terhadap para korban, (2) Mencegah penyebaran penyakit menular dan jatuhnya
korban susulan di antara korban yang selamat, (3) Proses rekonstruksi dan
rehabilitasi dalam jangka panjang bagi para korban (UNDP, 2005).
Senada dengan Jepang, pemerintah
Thailand sangat serius dalam upaya mengatasi bencana. Thailand memiliki payung
hukum kebencanaan yang jelas dan sinergi antara berbagai pihak yang terkait
(hubungan struktural antar lembaga). Mereka memiliki payung hukum setingkat
Undang-Undang, kerja sama berbagai pihak pun begitu baik: masyarakat luas,
sektor swasta, palang merah, LSM/ NGO, korban yang hidup, dan pemerintah. Sebagai
upaya pencegahan tsunami Thailand memiliki menara peringatan dini tsunami serta
melibatkan masyarakat di daerah rawan bencana tersebut secara aktif dalam
proses identifikasi, analisis, tindakan, monitoring, dan evaluasi terhadap
resiko terjadinya bencana.
Dengan kesigapan pemerintah Jepang
maupun Thailand, kebutuhan dasar korban bisa dipenuhi dalam tempo yang singkat.
Dalam tempo 5 hari, kebutuhan dasar korban sudah dipenuhi oleh pemerintah
Thailand, sedangkan di Jepang bantuan dari Indonesia untuk mereka bahkan
digunakan untuk membuat perpustakaan karena kebutuhan dasar korban di Jepang
sudah tercukupi oleh bantuan dari berbagai pihak.
Sebelum, Selama, dan Sesudah Tsunami
Terjadinya
tsunami
Secara umum terjadinya tsunami
biasanya didahului oleh gempa tektonik atau vulkanik (walaupun tidak semua
tsunami disebabkan karena gempa) disertai dengan surutnya air laut secara abnormal
dan tiba-tiba, terkadang disertai pula dengan ledakan bom yang memekikkan dari
arah laut. Jika Anda menemui hal itu segeralah lari sekencang-kencangnya menuju
ke dataran tinggi (minimal 20 meter). Berbagai negara berlomba membuat atau
melakukan deteksi dini tsunami agar bisa cepat mengantisipasinya. Alat ini bisa
berupa seismograf bawah laut, laser, Tsunami Early Warning System (TEWS), simulator
tsunami 3D, dan sebagainya. Beberapa hewan misalnya burung dara, gajah,
kelelawar, anjing, macan tutul, harimau, babi hutan, rusa, kerbau air, dan kera
sangat peka terhadap perubahan alam termasuk tsunami. Mereka bisa merasakannya
melalui mekanisme yang berbeda-beda, spesifik sesuai dengan jenis hewan
tersebut. Bisa dari suaranya, medan magnet, perubahan muatan listrik, perubahan
polaritas dan konsentrasi ion, dan sebagainya. Hal ini membuatnya gelisah,
bertingkah berlebihan, dan menyelamatkan diri ke dataran tinggi begitu merasa
tsunami akan datang. Dengan mengamati perilaku mereka atau melibatkan mereka
dalam penelitian diharapkan bisa membantu mendeteksi tsunami dengan cepat dan
tepat. Intinya adalah meningkatkan kemampuan peramalan tsunami.
Bangunan
di Daerah Rawan Tsunami
Tempat-tempat rawan tsunami ataupun
yang pernah terlanda tsunami sebaiknya diberi tanda berupa tulisan “daerah
rawan tsunami”, tugu, atau penanda lainnya. Daerah yang paling rawan terdampak
tsunami adalah bangunan di tepi pantai dan daerah rendah dekat pantai. Bangunan-bangunan
ini sebaiknya dibangun di zona aman tsunami, diatur berapa perkiraan jarak aman
dari pesisir pantai, dibangun dengan material tahan gempa dengan ketinggian
melebihi tinggi tsunami yang pernah terjadi, serta dapat digunakan sebagai
evakuasi vertikal. Bangunan-bangunan ini harus dibangun dengan riset dan tata
ruang yang jelas. Tak ketinggalan pula untuk memperhatikan penegakan hukum agar
bangunan yang ada menjadi kokoh dan tidak mudah rusak (karena bahan tidak
dikorupsi). Di halaman (di tempat yang mudah dikeluarkan) masing-masing
bangunan tersebut sebaiknya diberi sepeda, sebagai alat transportasi di saat
gempa/menjelang tsunami. Sedangkan di bagian dalamnya, bangunan-bangunan
tersebut harus mempunyai tas atau ransel berisi peralatan dan perlengkapan
jika sewaktu-waktu terjadi gempa atau
tsunami. Peralatan atau perlengkapan semacam ini harus bisa didapatkan dengan
mudah di toko.
Prototipe
rumah tahan gempa desain TDMRC dan Jurusan Teknik Sipil Unsyiah
Berbicara mengenai bangunan,
kabarnya ada beberapa bangunan yang selamat dari tsunami Aceh 2004 lalu. Di
antaranya adalah masjid raya Baiturrahman, masjid di daerah Ulelee, masjid di
daerah Khaju, masjid Lhoknga, dan makam ratu kerajaan Pasai Nahrisyah. Terlepas
dari adanya kemungkinan keajaiban dari bangunan-bangunan tersebut di sisi
agama, ada baiknya jika diteliti pula bahan / material, konstruksi, dan
semacamnya mengenai bangunan tersebut. Barangkali ada sesuatu yang menarik dan
bermanfaat yang bisa didapatkan dari sana. Jika bukan karena bangunannya
(fisiknya), berarti mungkin memang ada upaya tambahan berupa kesalehan
spiritual yang bisa mencegah kerusakan yang lebih besar dari tsunami (dengan
tetap memperhatikan aspek-aspek pencegahan dampak tsunami yang lain). Artinya,
kita tetap membuat detektor tsunami, melakukan simulasi tsunami, dan sebagainya
tetapi juga disertai dengan peningkatan iman dan takwa kepada Allah. Dan ini
yang paling tepat, mensinergikan segala upaya baik lahir maupun batin.
Mengurangi
Kekuatan Tsunami
Untuk mengurangi kekuatan tsunami
dan mengurangi tingkat kerusakan yang ditimbulkannya pemerintah bisa membuat tembok
pemecah gelombang di dasar laut yang baru akan dimunculkan ke permukaan laut
saat terjadi tsunami. Penghalang berikutnya adalah dinding beton dengan tinggi
sekitar 10 meter, disusul dengan membuat hutan pinus atau bakau yang kuat dan
cepat tumbuh (atau mencari cara mempercepat pertumbuhan bakau melalui
penelitian), lalu membuat bukit buatan yang tinggi dan ditanami pohon besar
(seperti terasering—untuk mencegah kerusakan yang lebih besar akibat erosi / longsor)
dan di bagian paling akhir / dekat dengan pemukiman penduduk dibangun tembok
beton lagi. Hutan buatan ini diharapkan nantinya bisa juga difungsikan sebagai
objek wisata.
Pelatihan
Kebencanaan dan Persiapan Menyeluruh
Kesiapan masyarakat di dalam
menghadapi bencana juga sangat diperlukan. Seringkali datangnya bencana membuat
panik dan mengacaukan segalanya. Untuk menghindari hal itu maka perlu adanya
sosialisasi dan pelatihan kebencanaan secara rutin di setiap elemen masyarakat,
baik pemerintah pusat, daerah, instansi milik pemerintah/swasta, pelajar,
mahasiswa, dan masyarakat umum dari tingkat tertinggi sampai terendah. Bila
perlu materi ini dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Buku
petunjuk bencana juga perlu dibagikan kepada masyarakat, lebih baik lagi jika
seperti Jepang sekalian saja dibangun perpustakaan. Dengan adanya upaya
tersebut diharapkan masyarakat tahu betul apa yang harus dilakukan, kapan
menyelamatkan diri, harus pergi ke mana, di mana tempat evakuasi, dan bagaimana
bertahan hidup. Pelatihan ini juga ditujukan untuk menanamkan kesadaran dan
sikap sabar sehingga di saat sebelum atau sesudah tsunami tidak terjadi
penjarahan barang-barang, dan para korban bisa bersikap sabar dan tertib dalam menanti
distribusi logistik.
Simulasi
gempa dan tsunami
Pelatihan evakuasi tsunami bisa
berbeda antara satu tempat dengan lainnya, bergantung dari situasi tempat
evakuasi, kondisi geografis, dan ketersediaan tempat evakuasi. Di saat bencana
terjadi juga dibutuhkan tenaga bantu, serta tenaga medis dan peralatan medis
yang terlatih, cekatan, dan memadai. Hal itu juga perlu diajarkan dalam pelatihan
kebencanaan.
Pencegahan dan penanganan musibah
(gempa dan tsunami) membutuhkan anggaran yang besar, namun hal itu mungkin tak
sebesar kerusakan yang ditimbulkan tsunami jika kita kurang persiapan. Anggaran
ini ditujukan untuk penelitian di bidang bencana, pencegahan bencana, perlakuan
saat bencana, dan rehabilitasi pasca bencana. Di antara hal yang layak menjadi
perhatian adalah prediksi waktu terjadinya gempa, kekuatan gempa, jangkauan
gempa, faktor risiko cedera / kematian jika berada dalam bangunan berbahan kayu
/ batu / lainnya, risiko tertimpa material, tertusuk / tertancap, terkubur,
terjepit, tenggelam, terseret arus, ketinggian bangunan, terganggunya arus
komunikasi dan perhubungan, terganggunya sistem perekonomian, risiko kesulitan
pangan dan obat-obatan, penanganan khusus terhadap anak-anak, lansia, orang
sakit, wanita hamil, orang cacat, masalah lingkungan pasca tsunami, distribusi
pangan, dapur umum, penempatan pengungsi, dan sebagainya. Kita juga perlu mendata
(memprediksi dan belajar dari pengalaman masa lalu diri sendiri maupun kota
atau negara lain) kebutuhan di saat musibah datang, sehingga bantuan yang
datang sesuai dengan yang dibutuhkan / diharapkan. Semakin jelas gambaran kita
tentang tsunami, semakin baik persiapan kita.
Saat
Tsunami Tiba
Begitu tsunami terdeteksi, bunyi
sirine atau pengeras suara tanda bahaya akan terdengar. Karena sudah dilatih,
maka penduduk tidak akan terlalu panik. Mereka akan menuju jalur evakuasi. Namun
sebelumnya mereka akan memastikan bahwa rumah dalam keadaan aman dari bahaya
listrik, kebakaran, kecurian, dan sebagainya. Sebagai pendukung, para peneliti
di laboratorium penelitian Toshiba di Bristol juga sedang mengembangkan HP GSM
yang mengeluarkan nada keras/alarm di 15 menit awal terjadinya bencana,
sehingga memudahkan tim SAR untuk mengevakuasi keberadaan korban.
Pasca
Tsunami
Pasca tsunami akan didapati
kerusakan di mana-mana. Kekurangan makanan dan masalah perekonomian mungkin
akan terjadi. Suatu sistem pertanian khusus dan suatu sistem penyimpanan
makanan / stok makanan dibutuhkan untuk mengatasinya. Hal ini untuk menghindari
kesulitan akses makanan ke luar akibat sarana dan prasarana terputus / terbatas
ataupun akibat kerusakan area pertanian, pusat penjualan makanan, kesulitan
bahan makanan, dan sebagainya. Sistem semacam ini dibuat di zona aman tsunami
yang merupakan daerah terdekat dengan zona tsunami terjauh (prediksi). Jadi,
ketika dibutuhkan bangunan itu tidak terlalu jauh dari daerah terdampak tsunami
(mudah diakses).
Kerjasama berbagai pihak
Pemerintah Indonesia perlu segera
membentuk Undang-Undang kebencanaan dan membuat payung hukum yang jelas mulai
dari pusat hingga daerah. Masyarakat, instansi, organisasi, LSM, pun perlu
dilibatkan secara aktif dalam segala program yang direncanakan. Tak ketinggalan
pula kerjasama dengan dunia internasional, dalam bentuk studi banding,
pemberian bantuan, riset, pembelian alat-alat canggih, dan sebagainya.
Menanam
mangrove
Pasca bencana banyak hal yang perlu
dipulihkan. Penyelamatan korban, pencegahan korban dari penyakit atau kematian,
pemulihan psikis, rehabilitasi alam dan lingkungan, penanganan polusi,
rehabilitasi mata pencaharian penduduk, pemulihan infrastruktur dan ekonomi,
dan sebagainya. Masyarakat dan berbagai pihak juga tetap dilibatkan dalam
segala kegiatan pasca tsunami ini. Kegiatannya bisa berupa menanam kembali
pepohonan di dekat pantai yang rusak, membantu menolong korban yang lebih
parah, membantu bagian dapur umum, membantu evakuasi, membantu perbaikan
bangunan, atau lainnya. Semangat gotong-royong tetap perlu dikedepankan.
Bentuk lain dari perhatian
pemerintah pasca tsunami adalah berupa kompensasi terhadap keluarga korban
sesuai dengan tingkat musibah yang dialaminya (misalnya: kehilangan kepala
keluarga, kehilangan mata pencaharian, sakit / luka berat, luka ringan, dan
sebagainya).
Jurnalisme
Positif
Belajar dari Jepang, peran media
juga sangat menentukan. Media di Jepang menggunakan bahasa positif, menonjolkan
kebersamaan dan ketangguhan, serta tidak cengeng sehingga tidak membuat panik
dan bisa menimbulkan kesan baik bagi dunia luar (image positif). Tidak ada hal-hal
cengeng, foto yang sangat ekstrim dan mencekam, liputan orang histeris,
kepanikan, hujatan, atau terhadap pemerintah yang diliput. Yang terjadi di
Indonesia seringkali malah sebaliknya, sehingga kita perlu mengubah wajah
jurnalisme kita menjadi lebih positif, menenangkan, dan baik. Tidak menonjolkan
mayat bergelimpangan, adegan-adegan memilukan, histeria, dan semacamnya.
Gambaran sebenarnya mengenai daerah terdampak tidak perlu dipaparkan kepada
seluruh masyarakat, cukup diketahui secara tertutup oleh pihak-pihak yang
kompeten di bidangnya (untuk tujuan perbaikan). Gambaran negatif sendiri
tentunya sangat merusak mental / mindset masyarakat, sehingga perlu
dihilangkan.
Membiasakan
hidup positif
Jika Jepang bisa semakin tegar
dalam tempaan bencana, Indonesia pun harus bisa. Belajar dari masa lalu,
belajar dari pengalaman kota lain, belajar dari pengalaman negara lain membuat
kita bisa berdamai dengan bencana. Insyaa Allah.
Sumber:
Http://www.kamusilmiah.com/
Http://bandung-disaster-study-group.blogspot.com/2013/03/sistem-peringatan-dini-tsunami.html
Http://technology-campuran.blogspot.com/2010/02/tanda-awal-bencana-tsunami-cara.html
Http://kangridwan.wordpress.com/2011/05/12/shippaigaku-jepang-inspirasi-penanganan-bencana-nasional/