 |
Migrasi salmon melawan arus
|
Di
zaman quote ngetren banget seperti saat ini, banyak buku dan postingan diwarnai
dengan quote. Bahkan, beberapa buku isinya quote doang, nggak ada lainnya.
Quote-quote
pun bertebaran, termasuk yang satu ini, “Hanya ikan mati yang mengikuti arus?” Pernah
nggak kamu nemu quote itu? Kalau aku sih iyes, sering banget nemunya.
Tapi,
bener nggak sih isi quote-nya kayak gitu? Gimana kalo ternyata salah.
Dan
... JRENG JRENG JRENG... emang salah. Kalau kamu nggak pernah cari tau tentang
itu, pengetahuan biologimu bisa salah gara-gara ngikut quote sesat tersebut.
Nyatanya,
mayoritas ikan itu berenang ngikut arus. Hanya salmon yang melawan arus, itu
pun hanya pada tahap tertentu kehidupannya. Trus MATI deh.
Quote
tersebut memotong dan tidak memberi konteks lengkap hidup Si Salmon.
Jadi
bunyi lengkapnya aslinya gini, “Hanya SALMON pada TAHAP TERTENTU KEHIDUPANNYA
yang berenang melawan arus.”
Hewan-hewan
juga suka ngikut prinsip hemat energi. Ada angsa yang membentuk formasi V,
lumba-lumba yang suka deketin motor boat di lautan, atau lainnya. Lah ngapain
gitu hewan tertentu/ikan ngoyo, kalau nggak KEPEPET BANGET, seperti kisah Si
Salmon ini.
Salmon dan Migrasinya
Mayoritas Ikan Berenang
Mengikuti arus
Seperti
sudah dijelaskan di atas, mayoritas ikan itu berenang mengikuti arus bersama
kelompoknya (schooling). Hal itu bertujuan untuk menghemat energi,
mencari makanan, atau menghindari predator.
Pada Fase Preproduksi
Salmon Berenang Melawan Arus
Salmon
berbeda dari kebanyakan ikan lain. Ia memiliki perilaku khusus menjelang fase
reproduksi. Saat hendak bertelur, mereka akan bermigrasi, kembali ke tempat
kelahirannya di sungai (salmon run). Lalu dalam migrasi tersebut salmon akan
menempuh jarak bahkan hingga ratusan kilometer. Semua dilakukannya demi bisa
bereproduksi dengan kondisi ideal. Karena hanya sungai tertentu yang memiliki
suhu air, oksigen, substrat bebatuan, arus, dll yang ideal untuk telur dan anak
salmon. Dengan demikian, peluang salmon bisa lestari serta telur dan anaknya
lebih banyak yang jadi dan selamat bisa lebih besar.
Kebutuhan Salmon Dewasa
Berbeda dengan Kebutuhan Telur dan Salmon Anakan
Kebutuhan
telur dan anak salmon berbeda dengan salmon dewasa. Salmon dewasa lebih cocok
hidup di laut karena makanannya lebih berlimpah dan ruangnya lebih luas. Cocok
untuk makan dan tumbuh besar. Sementara telur dan anak salmon lebih aman dan
cocok dengan lingkungan sungai tertentu. Oleh karena itu, terpaksa
salmon-salmon tadi bermigrasi sangat jauh, ke sungai asalnya. Singkatnya,
salmon adalah anadromous fish: lahir di air tawar (sungai tertentu),
tumbuh di laut, lalu kembali ke tempat lahir (sungai asalnya) untuk bertelur.
Tidak Semua Sungai
Cocok bagi Salmon
Meskipun
salmon bermigrasi menuju sungai, tetapi tidak semua sungai cocok bagi telur
salmon. Sungai yang dibutuhkan biasanya yang aman dan jauh dari laut. Sungai
dekat laut biasanya lebih berisiko bagi telur/anak ikan: predator lebih banyak,
air bisa lebih hangat atau tidak stabil secara oksigen, banjir lebih sering.
Sementara itu, sungai yang jauh dari laut arusnya lebih stabil, lebih banyak bebatuan,
lebih dingin, serta mengandung oksigen yang cukup, sehingga kesempatan bertahan
hidup anak salmon bisa lebih tinggi.
Melawan Arus lalu Mati
Yang
harus kita pahami adalah memang ada ikan yang mengikuti arus, tetapi tidak
semua, dan hanya pada tahap tertentu kehidupannya. Tapi kamu tau nggak, bahkan
salmon, yang dicontohkan dalam quote tersebut akhirnya mati. Ia bisa mati dalam
perjalanan tersebut ataupun setelah berhasil bertelur di sungai “kampung
halamannya”.
Perjalanan
salmon sangatlah berat. Selain melawan arus itu butuh energi tinggi, arusnya
itu kuat, jarak renangnya pun bisa ratusan kilometer. Sudah gitu mereka juga
puasa selama migrasi. Belum lagi dengan kehadiran predatornya, seperti beruang,
burung, dan ikan lain. Bener-bener susah dibayangkan betapa habis-habisan Si
Salmon tadi. Jangankan sampai ke sungai tujuannya, salmon-salmon tadi malah
banyak yang mati. Ada sih yang lolos, tapi cuma untuk pembuahan. Setelah dia
bertelur di sungai kelahirannya, kedua induk salmon itu sama-sama mati (semelparitas).
Tubuh mereka sudah sangat lelah dan rusak, lalu membusuk. Tubuh induk yang
membusuk tadi kemudian menjadi sumber nutrisi tambahan bagi telur-telurnya,
karena mendukung perkembangan larva serta mengurangi kompetisi antara generasi
tua dan generasi baru. Calon anaknya-lah (dari telur hasil fertilisasi
eksternal tadi) yang berpeluang hidup, itu juga kalau anaknya beruntung.
Meski demikian, salmon
tetap melakukannya, karena:
1.
Yang sampai
sungai cukup untuk bertelur: sudah cukup untuk menjaga
populasi.
2.
Seleksi alam:
hanya salmon paling kuat atau fit yang berhasil → anaknya kemungkinan lebih
kuat juga.
3.
Overproduksi
telur: satu induk bertelur ribuan telur → meski sebagian
mati, cukup untuk generasi berikutnya.
Jadi,
meskipun sangat susah dan banyak yang gagal, jumlah yang berhasil masih cukup
untuk mempertahankan spesies.
Analogi dan Filosofi
dari Salmon Harus Disikapi dengan Hati-Hati
Quote
bahwa hanya ikan mati yang melawan arus, tadinya memang tampak sebagai suatu
simbol perjuangan melawan kesulitan. Kayak keren, gigih, teguh pendirian,
tetapi dia boros energi. Selain itu, risiko terbesarnya adalah mati, baik dalam
arti kiasan maupun arti sesungguhnya.
Meskipun,
kita tentu saja tidak selalu berakhir seperti salmon, karena manusia punya
kemampuan berpikir, mencari dan mengubah strategi, atau lainnya.
Setelah
kita meluruskan bahwa mayoritas ikan itu mengikuti arus, kita juga perlu
memahami bahwa tidak semua situasi harus melawan arus. Tidak bermodal semangat
atau PD palsu atau PD yang tidak realistis, kita harus lihat dulu konteks,
peluang, dan kemampuan, serta sumber daya kita sendiri. Kalau tidak, kita bisa
saja hanya “mati” di tengah jalan atau hanya membuka jalan bagi fase atau generasi
berikutnya (mati tak lama setelah sampai tujuan). Salmon itu habis-habisan, suoro
banget (susah payah banget), berkorban banget, dan belum tentu berhasil, plus
akhirnya mati. Yakin mau niru salmon?
Quote-quote
motivasi itu harus hati-hati agar tidak sampai omong doang (omdo), atau asal
nyemangatin pengunjungnya yang penting motivatornya dapat cuan gede. Kadang kita
memang akan bertindak ala salmon, tapi hanya pada kondisi tertentu, yaitu saat
kita ingin mencapai tujuan besar atau mewujudkan sesuatu yang penting. Salmon itu
kayak setengah b*ndir, kita bisa burnout atau stres atau juga rusak parah kalau
sering-sering ngikut salmon, atau tiru-tiru asal-asalan. Meskipun, kita bisa
belajar, pulih, dan mempersiapkan fase berikutnya, dan terus hidup. Nggak harus
mati seperti salmon. Susah bukan berarti mustahil. Ada juga orang yang akan berhasil,
yang sering-seringnya disebabkan karena kombinasi keberanian, strategi, timing,
dan faktor eksternal.
Manusia yang melawan
arus ekstrem (gagasan, perjuangan sosial, inovasi):
·
Banyak yang akan
menghadapi rintangan besar: penolakan, hukuman, kegagalan.
·
Hanya sebagian
kecil yang benar-benar berhasil atau diakui → mungkin hanya 1–5% yang
“sukses” dalam konteks ekstrem, sisanya gagal, ditolak, atau hanya membuka
jalan.
·
Tingkatkan
peluang keberhasilanmu dengan:
Ø Strategi
dan persiapan,
Ø Kondisi
lingkungan / timing / dukungan eksternal.
Ø Kegigihan
+ keberuntungan.
Inti filosofi yang bisa
dipakai untuk refleksi diri:
1.
Melawan arus itu
berat dan berisiko → persiapkan diri, ketahui
konsekuensinya.
2.
Banyak quote
atau analogi populer disederhanakan dramatis, terdengar motivasional:
“melawan arus itu hebat, kamu harus kuat, resilien, jangan takut gagal.”
Akibatnya,
orang yang mengikuti quote ini:
·
Mikirnya
positif, optimis, resilien, tapi kenyataannya tantangannya sangat tinggi dan
peluang sukses kecil.
·
Saat gagal →
bisa merasa “gagal total” atau “kurang cukup kuat,” padahal kegagalan itu
normal dan probabilitasnya tinggi.
Jika
kita tidak mengetahui peluang atau statistik keberhasilan yang benar, kita bisa
menganggap diri kita yang payah banget, padahal emang tingkat kegagalan di situ
tinggi.
Jadi
beberapa quote populer tidak hanya menyesatkan, tapi bisa ‘njebak’ orang,
membuat mereka stres, overwork, atau merasa gagal secara pribadi karena
membandingkan diri dengan analogi ekstrem.
Fenomena
ini memang sering terjadi di “budaya motivasi” atau quote-driven:
·
Hanya segelintir
orang sukses dijadikan contoh → seolah-olah strategi “melawan arus” itu mudah
atau hampir pasti berhasil.
·
Mayoritas yang
gagal diabaikan → padahal jumlahnya jauh lebih banyak.
Akibatnya,
orang yang mengikuti quote atau analogi ekstrem:
·
Terlalu optimis
dan underestimate/meremehkan risiko, mikir cuma butuh
semangat saja.
·
Saat gagal →
merasa “salah sendiri” atau “kurang kuat,” padahal kegagalan itu normal dan
statistiknya tinggi.
·
Bisa stres,
kecewa, bahkan merasa tertipu karena motivasi awalnya salah kaprah.
Intinya:
ini mirip PHP (Pemberi Harapan Palsu).
Quote
itu bisa memberi harapan besar, tapi tidak realistis, sehingga mayoritas orang
yang berjuang keras tetap gagal → padahal bukan karena mereka lemah, tapi
karena probabilitasnya/kemungkinan berhasilnya memang rendah.
3.
Tidak semua
perjuangan harus ekstrem seperti salmon → gunakan strategi
seperti paus: persiapan, perlindungan, dan memanfaatkan jalur/arahan yang
mendukung.
4.
Hasil perjuangan
bisa untuk generasi berikutnya, tim, atau fase lain
→ bukan berarti kita harus menghabiskan diri.
5.
Kritis terhadap
metafora atau quote dramatis → cek fakta dan
konteks supaya filosofi tetap realistis dan berguna.
Cara Cepat Mengecek
Analogi atau Quote Populer
Biar nggak mudah
tersesat atau dibodohi gini cara cepat mengenalinya:
1.
Kenali
tujuan quote
Tanyakan:
Apakah ini dimaksudkan untuk fakta, motivasi, atau ilustrasi?
Contoh:
“Ikan hidup melawan arus” → motivasi/metafora, bukan fakta biologis lengkap.
2.
Periksa
presisi/ketepatan istilah
Apakah
kata-katanya terlalu general (kurang spesifik)?
Misal
kata “ikan” padahal yang dimaksud hanya “salmon saat migrasi.” Generalisasi sering
bikin salah paham.
3.
Cek
konteks dan batasan
Cari
tahu kapan, di mana, dan dalam kondisi apa analogi itu berlaku.
Misal
salmon: hanya melawan arus saat migrasi, bukan sepanjang hidup.
4.
Bandingkan
dengan sumber fakta
Kalau
terkait sains atau sejarah, cek sumber primer atau literatur terpercaya.
Misal
ensiklopedia, artikel ilmiah, atau website edukasi yang kredibel.
5.
Pisahkan
pesan filosofi dan fakta
Ambil
pesan reflektif/filosofi yang bisa berguna, tapi jangan terjebak percaya
bahwa analogi = kebenaran literal.
6.
Pertanyaan
kritis tambahan
“Apakah
analogi ini berlaku untuk semua kasus atau hanya contoh ekstrem?”
“Apa
asumsi tersembunyi yang mereka gunakan?”
“Apakah
ada fakta yang sengaja disederhanakan atau dihilangkan?”
Jadi,
hati-hati dengan quote-quote motivasi, analogi, atau metafora. Cek dulu apakah
benar secara ilmu pengetahuan dan konteksnya.
Kita boleh saja
menyemangati diri atau orang lain dengan filosofi salmon, asal kita tahu
konsekuensinya dan menerapkannya pada konteks yang tepat. Karena, melawan arus itu berisiko
tinggi, peluang sukses kecil, tapi tidak mustahil bisa berhasil.