12 Desember 2025

Penyesalan Seorang Vampir (Kisah Nyata)

 

Vampir keren sedang bergaya
Ilustrasi Vampir (sengaja dibuat ga ori dan ga serem, tapi dia sebenarnya makhluk yang berbahaya ya)


 Sejak muda William Schnoebelen ingin menjadi p*ndeta. Oleh karena itu, pria asal Amerika Serikat ini kemudian bertekad memperdalam agamanya di kampus teologi Warris College.

 

Namun, takdir memalingkannya ke arah yang berbeda. Di sana ia bertemu dengan seorang dosen teol*gi yang menghasutnya untuk menapaki dunia gelap. “Jika kamu ingin menjadi seperti Kr*stus, kamu harus melakukan apa yang Kr*stus lakukan, termasuk menggunakan sihir,” ujarnya. William pun bimbang, lalu dalam pencariannya akan kebenaran, ia semakin tergelincir akibat buku-buku bacaannya yang tak lazim bagi seorang mahasiswa teol*gi. Di antara buku yang punya daya rusak kuat tersebut adalah Diary of a Witch, yang membaik-baikkan citra penyihir. Buku itu meyakinkan dia bahwa penyihir tidak jahat, melainkan orang yang memiliki pengetahuan dan kekuatan spiritual. Menjadi penyihir dikatakan merupakan jalan menuju pencerahan. Bahkan, buku itu mencatut nama Y*sus sebagai bagian dari penyihir juga.

 

Buku ini memberi gambaran bahwa peny*hir bukanlah musuh, melainkan guru yang mengajarkan kebijaksanaan yang tersembunyi. S*hir, menurut buku ini, adalah cara untuk mengakses kekuatan yang lebih tinggi, bahkan lebih tinggi daripada yang dapat ditemukan dalam agama.” (Diary of a Witch oleh Sybil Leek)

 

Pemikiran tersebut berhasil mencuci otak William. Ia semakin tergoda mengikuti jalan “Y*sus”. Ia mulai menganggap s*hir dan ok*ltisme bukanlah jalan gelap, melainkan sebuah jalan menuju pencerahan yang lebih tinggi. Merasa semakin tercerahkan, ia pun semakin tenggelam dalam s*hir, ilmu gaib, dan ok*ltisme. Hingga tanpa sadar ia mulai terlibat dalam Fr*emason, sebuah kelompok rahasia yang terhubung erat dengan ok*ltisme. Tak main-main, William berhasil menjadi salah satu petinggi Fr*emason, yaitu tingkat ke-33. Selain itu, ia juga mulai mengikuti ritual-ritual s*sat. Dari seorang mahasiswa teol*gi yang bercita-cita menjadi p*ndeta, perlahan ia menjelma menjadi seorang peny*hir aktif, s*tanis, dan akhirnya, v*mpir. 

 

Pada titik tertentu, ajarannya kemudian mengharuskannya memutuskan ingin menjadi manusia s*rigala atau v*mpir. Dengan mantap ia memilih v*mpir, karena baginya dan teman-temannya sosok v*mpir lebih keren dan powerful. Namun, ia lupa bahwa v*mpir itu tak boleh terkena matahari. Nyatanya setelah menjadi v*mpir badannya malah melemah, dan ia tak bisa mengonsumsi apapun selain d*rah manusia. Selain  itu, air liurnya pun berbeda. Air liur miliknya mengandung zat bius khusus yang mampu melumpuhkan korbannya dalam sekejap. Dan yang lebih mengerikan lagi, napasnya kini berbau busuk seperti mayat yang sudah terbaring lama. Lengkap sudah penderitaanya setelah benar-benar menjadi v*mpir yang sesungguhnya.

 

Baca artikel seputar alam gaib lainnya di sini:

Hantu, jin, malaikat, dan siksa kubur 

Ciri-ciri pengobatan alternatif yang berbahaya

Berdamai dengan alam lain 

Film hantu jeruk purut reborn dan kisah nyata yang terkait dengannya 

Rahasia di balik musik dan lagu

 

Baca artikel inspirasi lainnya di sini: 

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/search/label/inspirasi

 

Baca artikel blog saya lainnya di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/

 

Selama enam bulan, William menjalani kehidupan sebagai makhluk yang selama ini diduga hanya ada di dunia fiksi tersebut. Tubuhnya tak bisa lagi dikendalikannya sepenuhnya. Semua yang tampak menarik dan kuat di awal, kini berubah seperti kutukan. Ia merasa seolah hidup di dunia yang tak memiliki cahaya, hanya bisa keluar di malam hari.

 

Namun, di tengah kebuntuan hidupnya itu, seorang sahabat membantunya memulihkan diri. Dan perjuangan berat itu tidak sia-sia, William akhirnya berhasil terlepas dari dunia gelapnya. Meski demikian, penyesalan terus menghantuinya. Ia ingin orang lain tahu, agar tidak ada yang terjebak seperti dirinya.

 

Tonton juga:

 

 

Kini, William berbagi kisahnya dengan dunia. Ia mengisahkan perjalanan hidupnya agar orang lain terhindar dari kesalahan serupa. Ia ingin mengingatkan bahwa meskipun seseorang pernah tersesat, selalu ada jalan untuk kembali dan menemukan cahaya.

 

“Saya berbagi kisah saya, bukan untuk membuat orang takut, tetapi untuk membantu mereka mengenali bahaya sebelum mereka jatuh ke dalamnya. Setiap keputusan yang kita ambil memiliki dampak yang jauh lebih besar dari yang kita bayangkan.” (Lucifer Dethroned oleh William Schnoebelen)

 


Catatan:

William adalah n*n muslim/n*srani. Dia terjebak di dalam dunia v*mpir, yang langka. Lebih langka lagi orang yang terjebak menjadi peny*hir, s*tanis (s*tanis kelas kakap pula), dan v*mpir sekaligus, lalu setelah keluar masih selamat dan mau/berani bercerita. Fokus saya di sini lebih pada menunjukkan bahwa v*mpir itu ada, keluar dari kegelapan masih ada peluang (meski sering dikabarkan akan mati/dibunuh), dan terutama menunjukkan bagaimana s*tan menggiringnya secara halus dari ingin lebih taat tetapi malah menjadi menyimpang parah. 

Karena dia n*n muslim, maka "kembali"-nya dia ya diceritakan kembali ke agama dia semula, tapi yang tanpa v*mpir2an. Itu adalah benar versi dia, dan bukan versi saya, karena saya muslim. Benar versi saya ya agama saya tentunya.

 

Sumber:

1. Leek, Sybil. Diary of a Witch. 1971.

2. Schnoebelen, William. Lucifer Dethroned. Chick Publications, 1992.

3. Youtube: https://youtu.be/sTsTlrFkMCA?si=THAZTXRyimFCyOSU

Etalase Kemewahan: Negara dalam Pajangan, Rakyat dalam Angan (Satire)

 

pejabat berpesta di atas penderitaan rakyat
Pejabat berpesta di atas penderitaan rakyat

Indonesia Laksana Malam

Siapa bilang Indonesia gelap. Bukan, ini bukan gelap. Ini malam. Gelap itu seperti sesuatu yang buruk, tetapi malam tidak. Malam di negeriku ini adalah malam yang indah, tempat kami melepaskan segala lelah.

Di sana, kami sudah tak perlu lagi memikirkan dunia. Kami tinggal menyetorkan uang-uang dan pajak-pajak kepada para pejabat negara, lalu terima beres hasilnya. Itu karena mereka terlalu baik. Mereka tak ingin kami kelelahan mengurus uang-uang dan harta-harta kami sepanjang hari. Dulu, kami suka lupa makan karena sibuk bekerja. Sekarang tidak lagi, melihat mereka makan makanan mewah perut kami kenyang seketika.

Itu semua karena selain negara kami sangat kaya, kami memiliki pejabat-pejabat yang strategik serta peduli rakyat dan negara. Mereka adalah pribadi-pribadi multitalenta, yang unggul di bidang apa saja. Dengan jurus seribu wajahnya, mereka bisa membuat “rakyat” masuk ke berbagai lembaga, atas namanya. Sebut saja pemilihan MA, KPK, KPI, BPK, MK, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan Komisi Yudisial, semua harus atas persetujuan mereka. Ini membuat rakyat (baca: DPR) sangat kokoh dan tak bisa dihancurkan oleh siapa saja.

 

Baca artikel pembangunanku lainnya di sini: 

Optimalisasi VCO Indonesia: strategi inovasi terpadu 70/20/10 berbasis daya saing global

 

Baca seluruh artikel pemikiranku di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/search/label/pemikiranku


Baca seluruh artikel pembangunan di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/search/label/pembangunan

 

Baca artikel blog lengkapku di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/

 

Pejabat Negara sebagai Pintu Gerbang Persepsi Dunia

Pada era globalisasi saat ini, kita juga sangat membutuhkan transferable skill, yaitu suatu keahlian yang bisa digunakan lintas bidang. Contohnya, menerapkan ilmu ekonomi ke dunia politik. Negara kami sangat memahami hal tersebut. Oleh karena itu, untuk mempersepsikan bahwa rakyat Indonesia sejahtera dan kaya, maka para pejabat sebagai wakil dari rakyat harus dibekali dengan berbagai fasilitas mewah. Fasilitas tersebut harus menyeluruh, mulai dari makanan mahal, uang rapat mahal, dukungan kendaraaan, tampilan keren, dan tunjangan-tunjangan yang fantastis jumlahnya. Kemewahan ini bertujuan agar Indonesia tak dipandang sebelah mata oleh negara lain, selain juga menunjukkan betapa dermawan rakyatnya.

Jangan lupa, kami rakyat paling dermawan sedunia. Tentu saja kami juga berderma ke pejabat kami dulu sebelum berderma ke lainnya. Pajak mereka kami tanggung, beras mereka juga, transportasi, atau kunjungan kerja mereka ke planet Mars, serta komunikasi mereka dari Mars ke Bumi semua tinggal kami beri. Uang makan pejabat dalam rapat 2 jam saja sebesar 171 ribu, uang hotel maksimal 9,3 juta per orang per hari, bahkan seragam dinas gubernur saja anggarannya bisa mencapai 150 juta lebih.

Hanya pemimpin bervisi besar yang sanggup memikirkan hal ini. Ibarat dagangan, yang paling diinginkan untuk dilirik akan diletakkan di etalase terdepan, dan didesain menyolok sekali. Jika kita ingin hubungan dengan negara lain mulus, kita sangat membutuhkan ini, selain juga dilengkapi dengan dual sistem pembacaan gaji. Sistem ini memungkinkan gaji DPR dibaca dengan mode “rendah hati” dan mode “percaya diri”. Mode “rendah hati” ditulis sebagai gaji pokok 4,2 juta, sedikit lebih tinggi dari UMR Indonesia yang sebesar 3,3 juta. Mode “rendah hati” ini bisa bermanfaat untuk mengesankan kesederhanaan, bahwa mereka itu sangat mewakili rakyat Indonesia, sampai-sampai gajinya saja tidak sebesar UMP Jakarta. Sementara itu, dalam mode “percaya diri”, berdasarkan bocoran dari Mahfud MD., pendapatan total DPR kita dalam sebulan bisa mencapai 2 milyar lebih. Mode “percaya diri” ini lebih bermanfaat untuk mengesankan pada negara lain bahwa Indonesia sangat kaya, kami (baca: mereka/DPR) adalah gambarannya. Dengan demikian, negara-negara lain akhirnya segan dan akan berpikir ulang kalau mau menghina atau mencari gara-gara.

Tapi kemewahan saja tidak cukup. Para pejabat juga menunjukkan betapa mereka peduli pada pendidikan rakyat—dengan cara yang tak biasa.

 

Langsung Mendidik Rakyat dengan Contoh

DPR kami juga tidak suka omong kosong. Mereka suka mendidik rakyat secara langsung, bahkan jika itu bisa mencederai namanya sendiri. Tidak main-main, DPR turun tangan langsung untuk mendidik rakyat agar pandai berhitung, berpikir kritis, dan memprotes jika ada pejabat yang salah. Rakyat begitu heboh ketika "DPR tersebut" salah hitung tentang tunjangan rumah. Padahal, itu "memang strateginya". Hanya pejabat bervisi tinggi dan cinta rakyat yang bisa demikian. Levelnya sudah tinggi, wajar jika banyak orang awam yang pemahamannya belum sampai ke sana.

 

Saat Rakyat Ingin Bertemu Langsung dengan Pejabat

 

pejabat berjoget di atas penderitaan rakyat kecil
Joget teruuuus


Negara luar mungkin mengira kami berteriak-teriak karena mengeluh kepada pemerintah. Mengapa kami harus mengeluh jika pemerintah saja sudah menjalankan amanat Pasal 34 ayat 1 UUD 1945. Mereka telah memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar sehingga semakin berkembangbiak jumlahnya. Malahan, kami berbahagia karena bisa berderma semakin banyak kepada negara. Pajak-pajak kami yang gila-gilaan jumlah, jenis, dan kenaikannya itu sebenarnya terlalu kecil bagi kami. Itu berarti negara kami sangat sejahtera. Itu membuat kami tampak keren di mata dunia.

Kami tidak merasa berat karenanya. Bukankah kami rakyat tersantai di dunia? Masalah apa pun tinggal dibawa joget saja. Kami sudah digembleng presiden seperti ini sejak beliau masih mencalonkan diri. Kemudian, karena kami mudah lupa, DPR kembali mengajak kami berjoget ria dari tempat kerjanya. “Jangan dipikir berat-berat, dijogetin saja.” Begitu kira-kira pesannya.

Para pejabat kami memang mengagumkan. Dengan masalah negara yang dianggap seremeh itu baginya, masalah kami jelas tak ada apa-apanya. Itulah mengapa kami berlomba-lomba menulis tentang mereka di media sosial atau melangitkan namanya di dalam doa-doa.

Itu karena mereka membuat beban di pundak kami semakin luar biasa.

 

17 Tahun Vs 17 Agustus

 

angka tujuh belas
Angka tujuh belas

 

Tujuh belas tahun dan tujuh belas Agustus. Sama-sama tujuh belas dan sama-sama tentang kemerdekaan, tetapi maknanya jauh berbeda. Tujuh belas tahun adalah umur yang dinanti-nanti remaja agar mendapat izin pacaran, sedangkan 17 Agustus adalah hari Kemerdekaan Indonesia. 

 

Mirisnya, pada saat umur kemerdekaan remaja tercapai, hubungan s*ks di luar nikah semakin merajalela. Mereka menyasar masa kelulusan sekolah, hari ulang tahun, hari Valentin, malam tahun baru, dan hari jadian untuk melakukan hubungan terlarang. 

 

Perzinaan semacam ini menjadi kian wajar, bahkan menjadi tren. Kita tak lagi mendapatinya hanya dari hubungan pelac*ran dan istri atau suami simpanan, tetapi juga dari Friend with B*nefit (FWB), k*habitasi (tinggal serumah tanpa menikah/kumpul k*bo), ataupun pacaran. Jika generasi kakek-nenek kita dulu berpacaran jauh-jauhan, surat-suratan, dan dengan malu-malu, generasi sekarang model pacarannya harus ketemuan, sentuh-sentuhan (kontak fisik), ci*man, bahkan berhubungan b*dan. Tak heran jika kata kunci “meny*sui pacar” dan “kekasih selalu mengajak hub*ngan bener sayang ga” kemudian menjadi trending di dunia maya.

Para wanita tersebut mungkin tidak menyadari bahwa FWB, k*habitasi, maupun pelac*ran adalah ancaman bagi pernikahan. 

 

Lebih lengkapnya bisa tonton bahayanya di video ini:

 

 

Hal yang paling diinginkan pria dari suatu pernikahan adalah bisa menyalurkan hasrat s*ksualnya dengan halal. Jika mereka sudah mendapatkannya dari hubungan di luar nikah, maka alasan mereka untuk menikah menjadi semakin sirna. Secara biologis kebutuhan mereka sudah terpenuhi sedangkan secara finansial dan lainnya mereka tidak perlu bertanggung jawab, menanggung beban keluarga, atau menafkahinya.

 

Maraknya zina ini kemudian membawa dampak tersendiri. Pria yang berzina itu kemudian biasanya dipaksa untuk menikahi wanita yang dizinainya. Selain itu, ada juga orang yang berusaha mencegah zina itu terjadi, yaitu melalui pernikahan dini. Pihak wanita selalu disebut-sebut dan disalahkan di sini jika menolak laki-laki yang belum mampu secara finansial atau kurang cakap dalam berumahtangga. Mereka mulai menyerang wanita itu, orangtuanya, maharnya, atau hal lainnya tanpa melakukan introspeksi diri untuk menyiapkan calon prianya dulu sebelum pantas untuk diterima. Meskipun berdalih hubungan yang halal, pernikahan dengan pria yang tidak siap sangat merugikan wanita, baik secara fisik, finansial, psikis/emosional, atau apa saja. Wanita seperti dit*mbalkan hanya karena para pria tidak mampu menahan hawa nafsunya. Benar pernikahan mungkin akan meningkat dan perzinaan mungkin akan menurun, tetapi perceraian pasti juga akan meningkat. Ini sangat tidak adil bagi wanita.

 

Baca artikelku yang lain tentang hari kemerdekaan Indonesia di sini:

Kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan kita


Baca artikel pemikiranku lainnya di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/search/label/pemikiranku


Baca artikel blog lengkapku di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/

 

Di sisi lain, kini mulai marak adanya ch*ldfree. Ch*ldfree ini sangat menguntungkan bagi orang yang berzina atau bahkan para pezina. Maraknya perzinaan biasanya diikuti dengan maraknya aborsi. Ab*rsi mempunyai efek samping atau risiko seseorang menjadi sulit memiliki keturunan, terutama jika dilakukan berulang-ulang. Dengan tanpa adanya beban untuk memiliki keturunan, gangguan atau kerusakan rahim akibat ab*rsi tadi bisa semakin melancarkan perbuatan zinanya (misal ab*rsi tadi membuat mereka mandul, mereka jadi lebih santai dalam berzina dan setelah menikah bisa beralasan ch*ldfree sehingga tidak perlu takut karena tidak bisa memiliki keturunan). Selain itu, ch*ldfree juga sangat mendukung pasangan LaGiBeTe karena mereka tidak harus memiliki anak. Jadi, di antara pelanggaran-pelanggaran agama tersebut saling mendukung satu sama lain.

 

Begitu banyaknya masalah sosial yang bisa terjadi akibat perzinaan seperti meningkatnya Penyakit Menular Seksual (PMS), meningkatnya pernikahan yang tidak dikehendaki, meningkatnya perceraian, dan lain-lain sehingga kontras sekali jika kita membandingkan antara kemerdekaan remaja pada usia 17 tahun ini dengan kemerdekaan Indonesia. Jika kemerdekaan 17 Agustus adalah hasil cucuran keringat dan darah para pahlawan di medan perang, cucuran keringat di r*njang adalah hasil dari para remaja usia 17 tahun bergelut dengan bir*hinya. Sama-sama tujuh belas, tetapi tujuh belasmu wahai remaja sungguh mencoreng dan membebani keluarga dan negara, merusak masa depan bangsa Indonesia.

 

11 Desember 2025

Dari Salmon ke Debat: Kenapa Analogi Sering Disalahgunakan?

 

Dua orang memandang masalah yang sama dengan analogi berbeda
Dua orang memandang masalah yang sama dengan analogi berbeda


 Baru kapan hari aku bikin postingan tentang salmon, dengan analoginya yang terkenal, “Hanya ikan mati yang ikut arus.” Nah, kali ini postinganku juga masih nggak jauh-jauh dari bahasan analogi.

Aku tuh sering ya nemu orang posting atau komen pake analogi sambil mencak-mencak/marah-marah, yang intinya itu dia mengatakan solusi masalah “ini” adalah apa yang kusampaikan ini, dengan analogi kayak gini. Lalu kemudian bisa terjadi debat analogi.

 

Baca artikel analogi salah tentang salmon di sini: 

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/2025/12/benarkah-hanya-ikan-mati-yang-mengikuti.html


Baca artikel pemikiranku lainnya di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/search/label/pemikiranku


Baca artikel blog lengkapku di sini:

https://cerahdanmencerahkan.blogspot.com/


Pengertian Analogi

 

Nah, sebelum kubahas lebih jauh, analogi itu apa sih?

Menurut KBBI, analogi adalah persamaan atau persesuaian antara dua hal yang berbeda, atau bisa juga disebut kias atau perumpamaan yang digunakan untuk menjelaskan suatu konsep yang sulit dipahami dengan membandingkannya pada hal yang lebih dikenal atau familiar.

Atau bisa juga dikatakan,

Analogi adalah perbandingan dua hal yang tidak sama untuk menunjukkan adanya kesamaan, sehingga memperjelas makna.

Jadi, fungsi analogi adalah untuk membuat suatu hal/masalah itu mudah dipahami.

Masalahnya, orang sering menggunakan analogi seolah sebagai solusi. Padahal, dia bukan solusi. Bukan juga alat berpikir yang benar.

Kenapa?

Karena analogi itu subyektif, tergantung konteksnya. Sementara suatu masalah tidak kaku/saklek solusinya pasti satu. Malahan, biasanya suatu masalah itu bisa didekati dari berbagai sisi, sehingga untuk satu masalah yang sama bisa saja lebih dari satu analogi cocok semua, terutama jika masalahnya sangat tidak spesifik/terlalu umum.

 

Contoh Pendekatan Analogi yang Berbeda untuk Masalah yang Sama

 

Sekarang misal kita bahas masalah trauma. Ada orang trauma nih ceritanya. Dia survivor (orang yang pernah atau sedang mengalami trauma) gitu.

Terhadap korban trauma orang bisa saja ambil analogi:

·      Ikan yang hidup di akuarium kotor/beracun harus dipindah biar pulih. Kalau nggak pindah, nggak bisa pulih.

Analogi ini mengatakan bahwa korban harus keluar dari lingkungan toksik biar pulih. Kalau beban eksternal berkurang, penyembuhan akan lebih mudah.

Kelebihannya:

Simpel, jelas, langsung menunjukkan bahwa lingkungan berperan besar.

Kekurangannya:

Tidak selalu “langsung pulih”.

Trauma atau pola internal bisa tetap ada, jadi perpindahan saja tidak otomatis menyelesaikan akar masalah. Meyakini hal ini bisa membuat survivor merasa gagal kalau pindah tapi masih struggle/belum pulih.

·      Paus bermigrasi mengikuti arus” atau “Ikan berenang mengikuti arus

Dengan analogi yang ini, survivor malah beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kurang ideal, walaupun dengan risiko kehilangan sebagian diri atau memaksakan diri terlalu keras.

·      Ikan (salmon) berenang (bermigrasi) melawan arus, ikan (salmon) mati (dalam migrasi) mengikut arus

Kalau kamu pakai analogi yang ini, maka survivor akan semacam memberontak gitu deh. Karena analogi ini berbicara tentang resistensi dan integritas diri. Berenang melawan arus artinya mempertahankan prinsip, menghadapi kesulitan, tetapi tetap aktif.

 

Jadi, analogi itu fleksibel.

Situasinya bisa sama, tetapi analoginya bisa berbeda tergantung fokus:

·      Fokus pemulihan cepat → pilih “pindah dari lingkungan beracun

·      Fokus adaptasi realistis → pilih “menyesuaikan diri dengan arus

·      Fokus melawan pola yang salah dan menjaga integritas diri → pilih “berenang melawan arus

Kondisi survivor, sumber dayanya, dan toksisitas apa yang dihadapinya itu beda-beda. Survivor itu pilih solusi yang mana untuk hidupnya itu tergantung kemampuannya dan kondisi lingkungannya. Yang satu mungkin lebih pilih melawan/fight ala salmon, satunya lagi mungkin lebih pilih ikut arus/adaptasi karena belum sanggup melawan atau pergi (bisa jadi dia cuma menjauh), satunya lagi pilih pergi.

Intinya, tidak ada satu analogi yang benar untuk semua konteks. Yang penting adalah apa yang terasa paling “nyambung” dengan pengalaman survivor itu sekarang dan bisa memotivasi langkah nyata.

 

Aku kasih analogi baru nih ya. Misal orang naik bus yang sama. Penumpang yang satu lihat ke arah kaca depan bus, penumpang satunya yang di kursi kanan bus lihat pemandangan di kanan bus, sedangkan penumpang di kursi kiri bus lihat pemandangan di kiri bus. Mereka bisa melihat hal yang berbeda walau sama-sama lihat dari bus dan sama-sama naik bus itu.

 

analogi penumpang bus bagian kiri dan kanan
Analogi penumpang kiri bus melihat pegunungan di sisi kaca kiri dan penumpang kanan bus melihat bangunan dari sisi kaca kanan bus

 

Kesalahan dalam Debat Analogi

Seperti sudah dijelaskan di atas, analogi hanyalah cara melihat. Setiap analogi menekankan sudut pandang tertentu.

Misal: satu orang pakai analogi “pindah dari lingkungan beracun → pulih,” orang lain pakai “berenang melawan arus → tetap bertahan.”

Keduanya bisa benar dari sudut pandang masing-masing, tapi tidak menyelesaikan pertanyaan inti jika itu tentang fakta atau solusi nyata.

Ketika orang ngotot bahwa analoginya adalah satu-satunya solusi masalah, yang sering terjadi kemudian adalah debat analogi. Orang jadi sibuk membandingkan analogi sendiri daripada membahas inti masalah. Akhirnya, diskusi jadi panjang tapi tidak produktif, karena  setiap analogi bisa diputar balik dan ditafsirkan berbeda.

 

Cara Efektif Menghadapi Adu Analogi

·      Akui bahwa analoginya hanya ilustrasi.

·      Kembalikan fokus ke: “Apa fakta atau prinsip dasar yang mau kita bicarakan?” atau “Apa tindakan/solusi yang konkret?”

·      Bisa juga menyatukan analogi sebagai lapisan perspektif, tapi bukan kunci keputusan.

 

Intinya:

Adu analogi sering bikin debat seru tapi belum tentu menyelesaikan masalah, karena setiap analogi cuma cara melihat, bukan solusi atau bukti.

 

Lagian ya, kan nggak semua situasi kita harus ngelawan arus atau pindah, kadang kita butuh adaptasi atau ngalir aja. Fleksibel aja jadi orang. Kondisional aja sesuai keadaan masing-masing. Paus dan salmon aja sama-sama bermigrasi tapi keduanya pilih cara yang beda, paus bermigrasi ikut arus, salmon bermigrasi melawan arus. Jadi, nggak sama.

 

05 Desember 2025

Benarkah Hanya Ikan Mati yang Mengikuti Arus? Fakta Salmon yang Sering Disalahpahami

Migrasi salmon melawan arus
Migrasi salmon melawan arus

Di zaman quote ngetren banget seperti saat ini, banyak buku dan postingan diwarnai dengan quote. Bahkan, beberapa buku isinya quote doang, nggak ada lainnya.

Quote-quote pun bertebaran, termasuk yang satu ini, “Hanya ikan mati yang mengikuti arus?” Pernah nggak kamu nemu quote itu? Kalau aku sih iyes, sering banget nemunya.

Tapi, bener nggak sih isi quote-nya kayak gitu? Gimana kalo ternyata salah.

Dan ... JRENG JRENG JRENG... emang salah. Kalau kamu nggak pernah cari tau tentang itu, pengetahuan biologimu bisa salah gara-gara ngikut quote sesat tersebut.

Nyatanya, mayoritas ikan itu berenang ngikut arus. Hanya salmon yang melawan arus, itu pun hanya pada tahap tertentu kehidupannya. Trus MATI deh.

Quote tersebut memotong dan tidak memberi konteks lengkap hidup Si Salmon.

Jadi bunyi lengkapnya aslinya gini, “Hanya SALMON pada TAHAP TERTENTU KEHIDUPANNYA yang berenang melawan arus.”

Hewan-hewan juga suka ngikut prinsip hemat energi. Ada angsa yang membentuk formasi V, lumba-lumba yang suka deketin motor boat di lautan, atau lainnya. Lah ngapain gitu hewan tertentu/ikan ngoyo, kalau nggak KEPEPET BANGET, seperti kisah Si Salmon ini.

 

Salmon dan Migrasinya

 

Mayoritas Ikan Berenang Mengikuti arus

Seperti sudah dijelaskan di atas, mayoritas ikan itu berenang mengikuti arus bersama kelompoknya (schooling). Hal itu bertujuan untuk menghemat energi, mencari makanan, atau menghindari predator.

 

Pada Fase Preproduksi Salmon Berenang Melawan Arus

Salmon berbeda dari kebanyakan ikan lain. Ia memiliki perilaku khusus menjelang fase reproduksi. Saat hendak bertelur, mereka akan bermigrasi, kembali ke tempat kelahirannya di sungai (salmon run). Lalu dalam migrasi tersebut salmon akan menempuh jarak bahkan hingga ratusan kilometer. Semua dilakukannya demi bisa bereproduksi dengan kondisi ideal. Karena hanya sungai tertentu yang memiliki suhu air, oksigen, substrat bebatuan, arus, dll yang ideal untuk telur dan anak salmon. Dengan demikian, peluang salmon bisa lestari serta telur dan anaknya lebih banyak yang jadi dan selamat bisa lebih besar.

 

Kebutuhan Salmon Dewasa Berbeda dengan Kebutuhan Telur dan Salmon Anakan

Kebutuhan telur dan anak salmon berbeda dengan salmon dewasa. Salmon dewasa lebih cocok hidup di laut karena makanannya lebih berlimpah dan ruangnya lebih luas. Cocok untuk makan dan tumbuh besar. Sementara telur dan anak salmon lebih aman dan cocok dengan lingkungan sungai tertentu. Oleh karena itu, terpaksa salmon-salmon tadi bermigrasi sangat jauh, ke sungai asalnya. Singkatnya, salmon adalah anadromous fish: lahir di air tawar (sungai tertentu), tumbuh di laut, lalu kembali ke tempat lahir (sungai asalnya) untuk bertelur.

 

Tidak Semua Sungai Cocok bagi Salmon

Meskipun salmon bermigrasi menuju sungai, tetapi tidak semua sungai cocok bagi telur salmon. Sungai yang dibutuhkan biasanya yang aman dan jauh dari laut. Sungai dekat laut biasanya lebih berisiko bagi telur/anak ikan: predator lebih banyak, air bisa lebih hangat atau tidak stabil secara oksigen, banjir lebih sering. Sementara itu, sungai yang jauh dari laut arusnya lebih stabil, lebih banyak bebatuan, lebih dingin, serta mengandung oksigen yang cukup, sehingga kesempatan bertahan hidup anak salmon bisa lebih tinggi.

 

Melawan Arus lalu Mati

Yang harus kita pahami adalah memang ada ikan yang mengikuti arus, tetapi tidak semua, dan hanya pada tahap tertentu kehidupannya. Tapi kamu tau nggak, bahkan salmon, yang dicontohkan dalam quote tersebut akhirnya mati. Ia bisa mati dalam perjalanan tersebut ataupun setelah berhasil bertelur di sungai “kampung halamannya”.

Perjalanan salmon sangatlah berat. Selain melawan arus itu butuh energi tinggi, arusnya itu kuat, jarak renangnya pun bisa ratusan kilometer. Sudah gitu mereka juga puasa selama migrasi. Belum lagi dengan kehadiran predatornya, seperti beruang, burung, dan ikan lain. Bener-bener susah dibayangkan betapa habis-habisan Si Salmon tadi. Jangankan sampai ke sungai tujuannya, salmon-salmon tadi malah banyak yang mati. Ada sih yang lolos, tapi cuma untuk pembuahan. Setelah dia bertelur di sungai kelahirannya, kedua induk salmon itu sama-sama mati (semelparitas). Tubuh mereka sudah sangat lelah dan rusak, lalu membusuk. Tubuh induk yang membusuk tadi kemudian menjadi sumber nutrisi tambahan bagi telur-telurnya, karena mendukung perkembangan larva serta mengurangi kompetisi antara generasi tua dan generasi baru. Calon anaknya-lah (dari telur hasil fertilisasi eksternal tadi) yang berpeluang hidup, itu juga kalau anaknya beruntung.

Meski demikian, salmon tetap melakukannya, karena:

1.      Yang sampai sungai cukup untuk bertelur: sudah cukup untuk menjaga populasi.

2.      Seleksi alam: hanya salmon paling kuat atau fit yang berhasil → anaknya kemungkinan lebih kuat juga.

3.      Overproduksi telur: satu induk bertelur ribuan telur → meski sebagian mati, cukup untuk generasi berikutnya.

 

Jadi, meskipun sangat susah dan banyak yang gagal, jumlah yang berhasil masih cukup untuk mempertahankan spesies.

 

Analogi dan Filosofi dari Salmon Harus Disikapi dengan Hati-Hati

Quote bahwa hanya ikan mati yang melawan arus, tadinya memang tampak sebagai suatu simbol perjuangan melawan kesulitan. Kayak keren, gigih, teguh pendirian, tetapi dia boros energi. Selain itu, risiko terbesarnya adalah mati, baik dalam arti kiasan maupun arti sesungguhnya.

Meskipun, kita tentu saja tidak selalu berakhir seperti salmon, karena manusia punya kemampuan berpikir, mencari dan mengubah strategi, atau lainnya.

Setelah kita meluruskan bahwa mayoritas ikan itu mengikuti arus, kita juga perlu memahami bahwa tidak semua situasi harus melawan arus. Tidak bermodal semangat atau PD palsu atau PD yang tidak realistis, kita harus lihat dulu konteks, peluang, dan kemampuan, serta sumber daya kita sendiri. Kalau tidak, kita bisa saja hanya “mati” di tengah jalan atau hanya membuka jalan bagi fase atau generasi berikutnya (mati tak lama setelah sampai tujuan). Salmon itu habis-habisan, suoro banget (susah payah banget), berkorban banget, dan belum tentu berhasil, plus akhirnya mati. Yakin mau niru salmon?

Quote-quote motivasi itu harus hati-hati agar tidak sampai omong doang (omdo), atau asal nyemangatin pengunjungnya yang penting motivatornya dapat cuan gede. Kadang kita memang akan bertindak ala salmon, tapi hanya pada kondisi tertentu, yaitu saat kita ingin mencapai tujuan besar atau mewujudkan sesuatu yang penting. Salmon itu kayak setengah b*ndir, kita bisa burnout atau stres atau juga rusak parah kalau sering-sering ngikut salmon, atau tiru-tiru asal-asalan. Meskipun, kita bisa belajar, pulih, dan mempersiapkan fase berikutnya, dan terus hidup. Nggak harus mati seperti salmon. Susah bukan berarti mustahil. Ada juga orang yang akan berhasil, yang sering-seringnya disebabkan karena kombinasi keberanian, strategi, timing, dan faktor eksternal.

 

Manusia yang melawan arus ekstrem (gagasan, perjuangan sosial, inovasi):

·      Banyak yang akan menghadapi rintangan besar: penolakan, hukuman, kegagalan.

·      Hanya sebagian kecil yang benar-benar berhasil atau diakui → mungkin hanya 1–5% yang “sukses” dalam konteks ekstrem, sisanya gagal, ditolak, atau hanya membuka jalan.

·      Tingkatkan peluang keberhasilanmu dengan:

Ø Strategi dan persiapan,

Ø Kondisi lingkungan / timing / dukungan eksternal.

Ø Kegigihan + keberuntungan.

 

Inti filosofi yang bisa dipakai untuk refleksi diri:

1.    Melawan arus itu berat dan berisiko → persiapkan diri, ketahui konsekuensinya.

2.    Banyak quote atau analogi populer disederhanakan dramatis, terdengar motivasional: “melawan arus itu hebat, kamu harus kuat, resilien, jangan takut gagal.”

 

Akibatnya, orang yang mengikuti quote ini:

·      Mikirnya positif, optimis, resilien, tapi kenyataannya tantangannya sangat tinggi dan peluang sukses kecil.

·      Saat gagal → bisa merasa “gagal total” atau “kurang cukup kuat,” padahal kegagalan itu normal dan probabilitasnya tinggi.

Jika kita tidak mengetahui peluang atau statistik keberhasilan yang benar, kita bisa menganggap diri kita yang payah banget, padahal emang tingkat kegagalan di situ tinggi.

 

Jadi beberapa quote populer tidak hanya menyesatkan, tapi bisa ‘njebak’ orang, membuat mereka stres, overwork, atau merasa gagal secara pribadi karena membandingkan diri dengan analogi ekstrem.

 

Fenomena ini memang sering terjadi di “budaya motivasi” atau quote-driven:

·      Hanya segelintir orang sukses dijadikan contoh → seolah-olah strategi “melawan arus” itu mudah atau hampir pasti berhasil.

·      Mayoritas yang gagal diabaikan → padahal jumlahnya jauh lebih banyak.

 

Akibatnya, orang yang mengikuti quote atau analogi ekstrem:

·      Terlalu optimis dan underestimate/meremehkan risiko, mikir cuma butuh semangat saja.

·      Saat gagal → merasa “salah sendiri” atau “kurang kuat,” padahal kegagalan itu normal dan statistiknya tinggi.

·      Bisa stres, kecewa, bahkan merasa tertipu karena motivasi awalnya salah kaprah.

 

Intinya: ini mirip PHP (Pemberi Harapan Palsu).

Quote itu bisa memberi harapan besar, tapi tidak realistis, sehingga mayoritas orang yang berjuang keras tetap gagal → padahal bukan karena mereka lemah, tapi karena probabilitasnya/kemungkinan berhasilnya memang rendah.

 

3.    Tidak semua perjuangan harus ekstrem seperti salmon → gunakan strategi seperti paus: persiapan, perlindungan, dan memanfaatkan jalur/arahan yang mendukung.

4.    Hasil perjuangan bisa untuk generasi berikutnya, tim, atau fase lain → bukan berarti kita harus menghabiskan diri.

5.    Kritis terhadap metafora atau quote dramatis → cek fakta dan konteks supaya filosofi tetap realistis dan berguna.

 

Cara Cepat Mengecek Analogi atau Quote Populer

 

Biar nggak mudah tersesat atau dibodohi gini cara cepat mengenalinya:

1.    Kenali tujuan quote

Tanyakan: Apakah ini dimaksudkan untuk fakta, motivasi, atau ilustrasi?

Contoh: “Ikan hidup melawan arus” → motivasi/metafora, bukan fakta biologis lengkap.

 

2.    Periksa presisi/ketepatan istilah

Apakah kata-katanya terlalu general (kurang spesifik)?

Misal kata “ikan” padahal yang dimaksud hanya “salmon saat migrasi.” Generalisasi sering bikin salah paham.

 

3.    Cek konteks dan batasan

Cari tahu kapan, di mana, dan dalam kondisi apa analogi itu berlaku.

Misal salmon: hanya melawan arus saat migrasi, bukan sepanjang hidup.

 

4.    Bandingkan dengan sumber fakta

Kalau terkait sains atau sejarah, cek sumber primer atau literatur terpercaya.

Misal ensiklopedia, artikel ilmiah, atau website edukasi yang kredibel.

 

5.    Pisahkan pesan filosofi dan fakta

Ambil pesan reflektif/filosofi yang bisa berguna, tapi jangan terjebak percaya bahwa analogi = kebenaran literal.

 

6.    Pertanyaan kritis tambahan

“Apakah analogi ini berlaku untuk semua kasus atau hanya contoh ekstrem?”

“Apa asumsi tersembunyi yang mereka gunakan?”

“Apakah ada fakta yang sengaja disederhanakan atau dihilangkan?”

 

Jadi, hati-hati dengan quote-quote motivasi, analogi, atau metafora. Cek dulu apakah benar secara ilmu pengetahuan dan konteksnya.

Kita boleh saja menyemangati diri atau orang lain dengan filosofi salmon, asal kita tahu konsekuensinya dan menerapkannya pada konteks yang tepat. Karena, melawan arus itu berisiko tinggi, peluang sukses kecil, tapi tidak mustahil bisa berhasil.