03 Desember 2025

Optimalisasi VCO Indonesia: Strategi Inovasi Terpadu 70/20/10 Berbasis Daya Saing Global

VCO (Virgin Coconut Oil)

 

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa merupakan komoditas penyumbang devisa tertinggi ke-4 di Indonesia setelah kelapa sawit, karet, dan kakao. Di antara berbagai produk kelapa yang diekspor, Virgin Coconut Oil (VCO) adalah produk yang paling menguntungkan. Per Januari 2021, nilai ekonomi VCO telah mencapai 3600 US$/MT (International Coconut Community dalam Sari, 2022). Selain itu, sejak 2012 hingga 2018, rata-rata pertumbuhan nilai impor negara lain terhadap VCO juga menduduki yang teratas, yaitu sebesar 1,45 persen (Trademap 2020 dalam Ismuhar Andhika, dkk., 2022).

Sayangnya, Indonesia belum memaksimalkan potensi tersebut. Persentase ekspor VCO Indonesia sejak 2005-2021 masih di bawah satu persen. Produksinya pun masih berfluktuasi, yaitu dari 60.537 ton pada 2019 menjadi 54.684 ton pada 2022, yang menandakan adanya lost opportunity besar dalam hilirisasi. Akibatnya, pada 2020, Filipina berhasil menggeser posisi Indonesia sebagai produsen kelapa terbesar di dunia. Kondisi Indonesia ini kemudian makin memburuk karena ekspor kelapa yang masih didominasi oleh kelapa bulat juga dilakukan tanpa pengenaan pajak ekspor, yang akhirnya memicu kelangkaan kelapa di dalam negeri baru-baru ini.

Tak hanya itu, optimalisasi kelapa di Indonesia juga mengalami berbagai tantangan signifikan, antara lain:

·      Produktivitas lahan yang stagnan di 1,1 ton/ha,

·      Kapasitas produksi benih kelapa hanya 1 juta unit, sangat jauh dari kebutuhan peremajaan (41 juta benih untuk 378.191 hektar tanaman tua/rusak),

·      Infrastruktur buruk, membuat logistik mahal dan sulit bersaing di pasar global,

·      Hampir semua perkebunan kelapa rakyat masih tradisional, kurang terorganisir, dan kurang produktif dibanding perkebunan negara atau swasta.

·      Meluasnya kerusakan dan konversi lahan serta minimnya regenerasi petani, sehingga mengancam keberlanjutan industri. Bahkan, Ketua Umum Roemah Kelapa Indonesia (RoeKI), Galih Batara Muda, menegaskan Indonesia bukan lagi negara dengan luas lahan kelapa atau produsen kelapa terbesar di dunia.

Meski demikian, ada pula kabar baik dan potensi perbaikan, contohnya keberhasilan VCO dari IKM Al Amin di Kabupaten Lombok Utara (KLU), dalam menembus Bangladesh. Para produsen VCO yang semula VCO-nya tak lolos ekspor dan bingung karena kemahalan jika dijual di dalam negeri (Rp 70-80 ribu), akhirnya mampu memproduksi VCO berkualitas ekspor seharga Rp 30 ribu per liter dan tetap untung. Perbaikan kondisi tersebut terjadi berkat keberhasilan Bank Indonesia (BI) NTB dalam membinanya, membantunya dengan pengadaan mesin, serta meluaskan pembinaan ke petani pemasok untuk meningkatkan efisiensi pemerasan kelapa. Kasus ini membuktikan bahwa dengan intervensi yang tepat, hambatan harga dan kualitas dapat diatasi.

Secara keseluruhan, VCO Indonesia menghadapi tantangan kuantitas dan kualitas: ketersediaan kelapa mentahnya terbatas, ekspor VCO-nya masih rendah, dan kualitas VCO yang diekspor pun masih rendah. Kesenjangan antara data statistik ketersediaan kelapa mentah (misalnya, data Import Dependency Ratio (IDR) dari tahun 2016 – 2020 dalam Sehusman, 2021) dan realitas kelangkaan pasokan bagi masyarakat lokal baru-baru ini (2025) menunjukkan tantangan hulu yang kompleks. Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh ekspor kelapa bulat masif tanpa regulasi, masalah rantai pasok dan distribusi, ataupun preferensi petani yang menahan pasokan atau mengalihkannya untuk ekspor. Data yang jadul (hingga 2020) juga tidak sepenuhnya merefleksikan dinamika pasar dan kondisi terkini.

Mengingat kompleksitas masalah dan keterbatasan sumber daya (dana, waktu, tenaga), strategi konvensional yang tergesa-gesa atau investasi masif (seperti penggunaan AI ala Filipina) rawan tidak optimal. Indonesia membutuhkan pendekatan inovasi terpadu yang realistis dan terarah, berfokus pada optimalisasi nilai jual VCO, keberlanjutan pertanian, dan penguatan fundamental dari hulu hingga hilir.

 

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana strategi optimalisasi terpadu dapat diterapkan pada sektor VCO Indonesia untuk memaksimalkan nilai jual, memastikan keberlanjutan bahan baku, dan mengatasi tantangan kuantitas maupun kualitas, melalui pendekatan alokasi sumber daya strategis dan inovatif berbasis data daya saing komparatif (RCA) dan posisi pasar (EPD)?

 

1.3. Tujuan

Merumuskan strategi optimalisasi terpadu bagi VCO Indonesia yang berfokus pada peningkatan nilai jual, memastikan keberlanjutan bahan baku, dan mengatasi tantangan kuantitas dan kualitas, melalui pendekatan alokasi sumber daya strategis dan inovatif berbasis data RCA dan EPD.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Potensi dan Tantangan Virgin Coconut Oil (VCO) Indonesia

VCO atau minyak kelapa murni merupakan minyak kelapa yang diproleh lewat pemanasan minimal dan tanpa proses pemurnian kimiawi. Kandungannya yang kaya asam laurat (50%) menyebabkan sifatnya serupa dengan Air Susu Ibu (ASI), yaitu memiliki sifat antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa. Oleh karena itu, VCO banyak dimanfaatkan di dalam sektor kesehatan dan kecantikan.

Namun, meskipun potensi pasarnya tinggi, kuantitas dan kualitas VCO Indonesia masih sangat kurang. VCO Indonesia harus memiliki kadar asam laurat 43-53 persen, asam kaproat 0,4-0,6 persen, asam kaprat 4,5-8 persen, peroksida 3 mg per kg, arsenik 0,1 mg per kg dan tembaga 0,4 mg per kg agar bisa lolos ekspor (Anny Hartati dan Altri Mulyani, 2009). Selain itu, dengan struktur pasar VCO yang monopoli cenderung oligopoli, Indonesia harus memiliki daya saing dan posisi pasar yang baik dibandingkan dengan negara-negara kompetitornya.

 

2.2. Analisis Daya Saing (RCA)  dan Posisi Pasar (EPD) VCO Indonesia di Pasar Global

Analisis ini menggunakan data Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Posisi Pasar (Economic Position Diagram/EPD) yang bersumber dari UN Comtrade 2022 dalam Lussi Oktania dan Arini H. (2023) untuk menilai daya saing VCO Indonesia di pasar global utama, yaitu sebagai berikut:

Ø Rising Star: VCO Indonesia menunjukkan posisi rising star di Tiongkok, Amerika Serikat, Rusia, dan Sri Lanka.

·       Di Tiongkok, Indonesia adalah importir terbesar (32% pangsa pasar pada 2022). RCA Indonesia (40,74) bersaing ketat dengan Filipina (43,41) yang menunjukkan tren tidak stabil.

·      Di Amerika Serikat, meskipun berposisi rising star, RCA Indonesia (21,80) masih jauh di bawah Filipina (161,4).

·      Rusia adalah pasar sangat potensial dengan RCA Indonesia yang sangat tinggi (447,48), jauh melampaui Filipina (44,05) dan Malaysia (103,82).

·      Di Sri Lanka, RCA Indonesia (29,96) masih jauh di bawah Filipina (294,46) meskipun berposisi rising star.

Ø Retreat: VCO Indonesia berada dalam posisi retreat di Korea Selatan, Perancis, dan Jerman, yang menandakan adanya penurunan ekspor.

·      RCA Indonesia di Korea Selatan (21,80) sangat jauh di bawah Filipina (161,4).

·      Di Perancis (RCA 0,36) dan Jerman (RCA 0,09), VCO Indonesia hampir tidak berdaya saing komparatif.

Ø Falling Star: VCO Indonesia berada pada posisi falling star di Singapura, menunjukkan kurang optimalnya pemanfaatan peluang pasar. Meskipun RCA rata-rata Indonesia (12,19), mengungguli Filipina (2,52) dan Malaysia (3,81), tren RCA Filipina justru naik signifikan (dari 0,31 pada 2018 menjadi 6,97 pada 2021), mengancam keunggulan kompetitif Indonesia di pasar regional ini.

Secara keseluruhan, analisis EPD menunjukkan bahwa meskipun ada beberapa pasar rising star, dominasi posisi retreat dan falling star di pasar lain menegaskan tantangan daya saing serius bagi VCO Indonesia. Ini menandakan perlunya strategi yang menyeimbangkan penguatan pasar yang ada dengan ekspansi ke pasar baru yang menuntut kualitas dan efisiensi lebih tinggi.

 

2.3. Kerangka Strategi Inovasi dan Alokasi Sumber Daya: Mengadopsi Aturan 70/20/10

Untuk mengoptimalkan investasi dan inovasi dalam pengembangan VCO Indonesia, strategi alokasi sumber daya dapat mengadopsi Aturan 70/20/10, yang mengelompokkan investasi berdasarkan risiko dan potensi dampak (Nagji, B., & Tuff, G. 2012. Harvard Business Review).

Ø 70% Inti (Core): Mengoptimalkan yang Ada

Fokus utama pada penguatan pasar VCO yang sudah kuat dan menghasilkan keuntungan (rising star), yaitu Tiongkok dan Rusia. Investasi digandakan untuk perbaikan kualitas dan kuantitas produk yang sudah diekspor, memastikan konsistensi dan peningkatan volume. Hal ini didukung melalui penyediaan alat bantu produksi yang lebih memadai, pelatihan intensif untuk peningkatan efisiensi operasional, serta penggunaan bibit unggul kelapa (misal: varietas pendek, cepat berbuah, dan berbuah banyak). Selain itu, optimalisasi rantai pasok dari hulu ke hilir menjadi kunci, memastikan ketersediaan bahan baku stabil untuk produksi massal VCO standar ekspor.

Jadi, untuk daerah yang produksinya sudah banyak atau baik, kelapanya sudah unggul, produknya sudah unggul, petani atau pengolah produk kelapanya yang sudah baik (berkualitas ekspor) maka area, bibit, petani, dan pengolah kelapa tersebut yang diutamakan untuk diberdayakan lebih lanjut duluan. Selain itu, kita juga perlu belajar pada petani/pengolah/pemasar kelapa yang sudah berhasil, misalnya, jika dia satu-satunya orang yang berhasil menembus pasar Jepang, padahal yang lain tidak berhasil, maka orang yang lain belajar padanya, atau orang tersebut dibantu dalam hal teknis atau lainnya agar hasilnya baik secara stabil, serta kualitas dan kuantitas produknya meningkat.

 

Ø 20% Pendamping (Adjacent): Memperluas Kapabilitas

Strategi ini berinvestasi pada produk, kapabilitas, atau pasar baru yang terkait erat dengan bisnis inti. Untuk VCO Indonesia, ini berarti pengembangan pasar retreat dan lost opportunity. Contohnya adalah pengembangan VCO untuk segmen pasar menengah di pasar sensitif harga seperti Korea Selatan, Jerman, dan Perancis, atau mengincar pasar niche baru. Ini juga mencakup pengembangan produk turunan VCO bernilai tambah lebih tinggi (misal: farmasi, kosmetika), serta menciptakan “Pusat Keunggulan Kelapa” (Coconut Center of Excellence) di sentra produksi seperti Lombok Utara, yang dapat mereplikasi keberhasilan IKM Al Amin dalam mengatasi tantangan harga melalui efisiensi dan pembinaan.

 

Ø 10% Transformasi (Transformative): Inovasi Berani untuk Masa Depan

Bagian ini adalah investasi pada ide-ide baru berisiko tinggi tetapi berpotensi memperbaiki masa depan industri. Pada VCO Indonesia, ini melibatkan:

·      Pengembangan perkebunan kelapa monokultur skala besar dengan penerapan teknologi maju (AI dan IoT): wilayah dengan area perkebunan kelapa terbesar (misalnya Sulawesi Utara dan Tengah) dan bertipe monokultur dapat dioptimalkan dengan teknologi (misalnya: drone, sensor tanah, dan AI). Hal ini bertujuan untuk mengatasi stagnasi produktivitas hulu melalui optimalisasi hasil, efisiensi manajemen, konsistensi kualitas/kuantitas, serta efisiensi panen dan logistik.

·      Regulasi dan pengenaan bea keluar pada ekspor kelapa bulat: Mengalihkan pasokan kelapa mentah ke industri hilir dalam negeri untuk mengatasi kelangkaan bahan baku dan meningkatkan nilai tambah domestik.

·      Riset dan pengembangan pemanfaatan kelapa tua/rusak serta ekonomi sirkular: Mengolah 378.191 ribu hektar tanaman kelapa yang tak menghasilkan atau memanfaatkan limbah kelapa (misal: bungkil, tempurung) menjadi produk bernilai tambah (misal: bioenergi, pakan maggot), guna menciptakan ekosistem berkelanjutan.

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

VCO Indonesia memiliki potensi ekonomi besar di pasar global tetapi mengalami berbagai tantangan signifikan di hulu dan hilir, termasuk kelangkaan bahan baku (meskipun ada klaim ketersediaan), produktivitas rendah, dan daya saing yang bervariasi di pasar ekspor. Analisis daya saing (Revealed Comparative Advantage/RCA) dan posisi pasar (Economic Position Diagram/EPD) menunjukkan peluang di pasar seperti Tiongkok dan Rusia (rising star), tetapi juga kelemahan di pasar lain (retreat di Korea Selatan, Jerman, Perancis, serta falling star di Singapura dengan ancaman tren Filipina). Oleh karena itu, kombinasi antara aturan 70/20/10 yang diterapkan pada hasil RCA dan EPD Indonesia merupakan strategi optimalisasi yang terpadu bagi VCO Indonesia agar kita dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien, memaksimalkan nilai jual VCO, dan menjamin keberlanjutannya.

Tak semua perbaikan harus langsung berfokus pada penggunaan AI besar-besaran atau upaya mahal lainnya. Dengan langkah strategis kita dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada sambil bertahap menuju perbaikan ideal yang diharapkan.

 

Saran

Untuk mengoptimalkan VCO Indonesia dan mengatasi hambatannya, disarankan:

·      Mengutamakan investasi 70% pada pasar rising star (Tiongkok, Rusia) melalui peningkatan efisiensi operasional dan penguatan rantai pasok,

·      Mengalokasikan 20% investasi pada pengembangan pasar Adjacent, termasuk produk turunan VCO dan pembangunan Coconut Center of Excellence di sentra produksi seperti Lombok Utara,

·      Menyisihkan 10% investasi untuk inisiatif transformasi seperti pengembangan perkebunan monokultur berbasis AI/IoT, pengenaan bea keluar pada ekspor kelapa bulat, dan riset ekonomi sirkular kelapa, guna memastikan keberlanjutan dan daya saing jangka panjang.

 

 

 

Daftar Pustaka

Akhbar, M.A. 2023. Peluang Pasar: Virgin Coconut Oil (VCO). Https://ukmindonesia.id/baca-deskripsi-posts/peluang-pasar-virgin-coconut-oil-vco/ . Diakses tanggal 29 Juni 2025.

Andri, K.B. 2025. Optimisme Industri Kelapa Indonesia. Https://perkebunan.bsip.pertanian.go.id/berita/optimisme-industri-kelapa-indonesia. Diakses tanggal 25 Juni 2025.

Andhika, Ismuhar, dkk. 2022. Daya Saing Produk Kelapa Indonesia di Negara Tujuan. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA). Volume 6, Nomor 4 (2022): 1632-1643. IPB.

Anny H. dan Altri M. Profil dan Prospek Bisnis Minyak Dara (Virgin Coconut Oil/VCO) di Kabupaten Cilacap. J. Agroland 16 (2) : 130 - 140, Juni 2009.

Anonim. 2024. Kalah dari Filipina, RI Mulai Hilirisasi Kelapa. Https://epaper.mediaindonesia.com/detail/kalah-dari-filipina-ri-mulai-hilirisasi-kelapa. Diakses tanggal 25 Juni 2025.

Anonim. 2025. Kembalikan Kejayaan Kelapa di Indonesia dan Dunia, IPB University Teken Mou dengan RoeKI. Https://www.ipb.ac.id/news/index/2025/01/kembalikan-kejayaan-kelapa-di-indonesia-dan-dunia-ipb-university-teken-mou-dengan-roeki/. Diakses tanggal 25 Juni 2025.

Arini, S.C. 2025. Harga Kelapa Naik, Ternyata Banyak Diekspor ke China hingga Vietnam. Https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7937190/harga-kelapa-naik-ternyata-banyak-diekspor-ke-china-hingga-vietnam. Diakses tanggal 25 Juni 2025.

Hidranto, F. 2024. Industri Kelapa Indonesia, dari Kebun Rakyat hingga Pasar Dunia. Https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8468/industri-kelapa-indonesia-dari-kebun-rakyat-hingga-pasar-dunia. Diakses tanggal 25 Juni 2025.

Https://media.neliti.com/media/publications/457952-none-c827e23a.pdf

Https://repository.ukwms.ac.id/id/eprint/4770/6/BAB%201.pdf

Nagji, B., & Tuff, G. 2012. Managing Your Innovation Portfolio: People throughout Your Organization Are Energetically Pursuing the New. But Does All That Activity Add up to a Strategy? Harvard Business Review, 66-73.

Oktania, L. dan Arini H. 2023. Analisis Daya Saing Ekspor Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) di Negara Tujuan Utama. Bogor: IPB.

Sari, R.P. 2022. Analisis Ekspor Virgin Coconut Oil (VCO) Indonesia dalam Perdagangan Internasional. Skripsi Prodi Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Padang: Universitas Andalas.

Sehusman, 2021. Analisis Kinerja Perdagangan Kelapa. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Semester I 2021.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.