"Wabi Sabi Love," the ancient art of finding perfect love in imperfect relationship
Penulis: Arielle Ford
Lagi-lagi istilah Jepang. Aku kagum betapa sering filosofi Jepang diikuti/dijadikan contoh oleh orang-orang, seperti kemarin ada istilah Kaizen, ada juga Ikigai, dan sekarang Wabi Sabi.
Bagi yang belum tahu, Wabi Sabi adalah seni melihat kesempurnaan dalam ketidaksempurnaan. Mungkin nggak semua orang tahu Wabi Sabi. Jadi, judul ini kurang menjual. Untung ada penjelasan pada subjudulnya.
Buku "Wabi Sabi Love" ini berisi tentang resep-resep untuk membangun dan mempertahankan cinta serta merekatkan keintiman (intimacy) di dalamnya. Pada beberapa hal, seperti ada nada kepasrahan berlabel penerimaan atau pembauran diri (adaptasi). Tetapi pada kebanyakan isinya aku suka/setuju dengan resep-resep mereka. Hal terbesar yang tak kusetujui terutama tentang s*ks. Itu pun sebenarnya ajarannya bagus, cuma karena budaya mereka yang membolehkan melakukannya di luar nikah, itu jadi big big NO.
Secara umum, buku ini isinya bagus, tapi mungkin terlalu idealis. Aku memandang hal-hal indah di dalamnya bisa tercapai tapi bersyarat, yaitu pasanganmu harus tepat. Tepat di sini artinya bukan abuser, sehat mental, dan dia juga bener-bener ingin all out mencintaimu dan terus belajar untuk memahamimu demi bisa memperlakukanmu dengan lebih baik. Ada bagian-bagian di dalam buku ini yang seperti terlalu berasumsi akan balasan otomatis, bahwa jika kamu manis-manisin dan baikin pasanganmu duluan dia akan balas manis-manisin dan baikin kamu. Lalu ada juga bentuk kepasrahan lain (yang bagiku seperti kurang komunikasi, nggak enak gitu) yaitu kamu memperlakukan dia dengan baik lalu dia akan memperlakukanmu dengan baik juga ala dia (walaupun nggak sesuai harapanmu/keinginanmu).
Seperti buku-buku serupa lainnya, kamu harus hati-hati nerapin yang ginian, agar gak terjatuh pada abuser. Isinya (mayoritas) bagus, walau beberapa biasa/klise (udah banyak di buku serupa) ada juga tambahannya. Asal kamu melakukannya pada calon/pasangan yang tepat, ini lumayan bagus untuk diterapkan.
Tapi, buku ini dominan story telling dan ditulis dengan lempeng banget. Which means keterbacaannya nggak enak. Dia sangat melelahkan untuk dibaca.
Selebihnya, pilihan ada di tanganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.