Lapar
Alkisah
di suatu perkampungan beruang hiduplah keluarga beruang kaya (Beka) dan beruang miskin
(Bemis). Masing-masing terdiri dari ibu dan anak. Hari itu si Bemis memegangi
perutnya sambil merintih. Sudah biasa jika dia terlihat seperti itu. Ibu Bemis
berusaha menghiburnya tetapi Bemis tahu itu tipuan belaka. Sementara itu, ayah
Bemis tak kunjung pulang membawa makanan.
Si
Beka melihatnya dari kejauhan. Walau biasanya dia cuek, tetapi entah kenapa
hari itu hatinya membawanya datang mendekat.
“Kamu
kenapa, Bemis?”
“Aku
lapar.”
“Lapar
itu apa?”
Melotot
dan melongo. “Serius kamu nggak tahu?”
Tiba-tiba
saja ibu Beka datang. “Beka, makan dulu, Nak!”
“Iya,
Beka nggak tahu. Lapar itu cuma buat orang miskin. Sejak kecil Beka nggak
pernah saya biarkan lapar.”
“Lapar
apa sih, Ma?” Beka menoleh ke mamanya.
“Lapar
itu kalau orang kurang makan Beka.”
“Kamu
kurang makan?”
Bemis
mengangguk.
“Sakit
banget, ya?”
Mengangguk
lagi.
Kring
kring ... pak pos datang membawa bingkisan untuk Bemis. Wajah Bemis berubah sumringah.
Ia segera berlari menyambutnya.
“Wah
... akhirnya datang juga! Ma ... paket dari ayah sudah datang!” Dibukanya
cepat-cepat paket itu karena perutnya sudah tak mau lagi menunggu. Sebentar
saja donat di dalamnya sudah beralih ke mulutnya. Alhamdulillah, lezat sekali.
Beka
murung. “Lezat sekali ya?”
Mengangguk
sambil tetap mengunyah donatnya. “Mau?” Disodorkannya donat itu pada Beka.
Beka
pun segera meraih dan memakannya. “Tidak seenak katamu. Kenapa kalau kamu yang
makan sepertinya lezat sekali ya? Sedangkan aku, semua yang kumakan tidak enak.”
“Hah,
masa? Kamu kan kaya, bisa makan apa aja.”
“Iya
sih, tapi ....”
“Beka,
ayo pulang! Makan dulu! Nanti kamu lapar.” ajak ibu Beka lagi.
Mmm
... nggak pa-pa Ma, Beka ingin merasakan lapar. Beka ingin bisa makan dengan
nikmat seperti Bemis.
----ii----
Lapar.
Sebagian orang begitu akrab dengannya karena begitu miskin. Mungkin juga mereka
sampai membencinya. Di sisi lain, ada pula orang yang sangat menghindarinya. Contohnya
guru SMP saya. Saya masih ingat waktu itu dengan bangganya ia berkata kalau
anaknya tidak diperbolehkan lapar. Jadi, tidak tahu rasanya lapar.
Guru
saya gemuk. Anaknya waktu itu masih kecil, laki-laki, mungkin usia PAUD, TK,
atau SD awal. Tetapi di usia segitu berat badannya sudah terlihat berlebihan. Secara
proporsi, menurut perkiraan saya lebih gemuk dari ibunya.
Bisa
bayangkan tidak bagaimana rasanya tak pernah lapar? Ya, meskipun lapar itu
tidak nyaman, tetapi kalau tak pernah lapar .... duh gimana ya, mana bisa
merasakan lezatnya makanan. Seperti kisah Bemis dan Beka tadi.
Eits,
itu belum seberapa. Karena lapar sendiri itu juga anugerah. Menurut Hiromi
Shinya, dokter ahli pencernaan dari Jepang, rasa lapar adalah tanda bahwa
detoksifikasi sedang berlangsung. Biasakan untuk merasa bahwa lapar sebentar
itu bagus dan patut dirasakan sekali-sekali. Lapar berarti detoksifikasi intraseluler
telah dimulai dan enzim-enzim peremaja telah mulai bekerja.
Makan
berlebihan menghalangi aktivitas enzim peremaja sehingga pusat daur ulang dalam
tubuh tak bekerja. Agar newzim (*) bekerja aktif, makanlah seperlunya dan
berhentilah makan dan minum sebelum kenyang, dan berpuasa. Perpanjang waktu
Anda merasa lapar dalam satu hari.
Waktu
tubuh kita kelaparan, kelebihan sampah di dalam sel-sel kita disingkirkan dan
didaur ulang menjadi protein baru yang oleh mitokondria dijadikan energi.
Biarkan
lapar sebentar tanpa harus mengunyah permen karet, makan permen, cokelat,
merokok, atau lainnya.
Keterangan:
(*)
newzim adalah “enzim petugas kebersihan” yang melakukan detoksifikasi
intraseluler pada hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme (istilah dari Hiromi Shinya)
Sumber gambar: dokter.id