Ilustrasi surga
Setiap manusia ingin yang mudah, cepat, ringan, dan semacamnya
terkait dengan hal-hal yang baik-baik. Tetapi, apakah yang tampak ringan itu
memang begitu adanya? Atau manusianya yang terlalu menggampangkan? Atau,
setidaknya, apakah itu seperti yang mereka pikirkan?
Ada iming-iming tentang keutamaan malam Lailatul Qadar. Lalu ada
orang pengen dan hanya ngincer malam yang diduga sebagai malam Lailatul
Qadar saja. Bisakah?
Saya juga pernah dengar/baca, siapapun yang kalimat terakhirnya “Laa
Ilaa Ha Ilallah” akan masuk surga. Lalu ada orang merasa, ah gampang, cuma bilang
begitu. Aku sudah hafal.
Atau contoh-contoh lain yang serupa.
Kenyataannya, yang saya tahu, kalimat terakhir orang sebelum
meninggal (begitupun perbuatannya) biasanya adalah sesuai dengan kebiasaannya
sewaktu masih hidup. Bahkan pernah ada cerita, sebelum meninggal yang keluar
adalah nyanyian, bukan kalimat Laa Ilaa Ha Ilallah atau zikir yang lain. Bisa
jadi kalau semasa hidup suka misuh keluarnya ya pisuhan. Jangankan begitu,
orang yang biasa berzikir saja, kalau bukan zikir tahlil maka keluarnya ya
zikirnya yang biasa diucapkan. Terkadang, orang kan ada yang punya zikir
favorit sendiri-sendiri sebagai zikir harian. Mungkin istighfar. Maka kalau
dituntun untuk mengucap tahlil susah. Bisanya dituntun baca istighfar.
Suatu hari seseorang
bercerita. Katanya, dia ingin tinggal di depan masjid, agar kalau meninggal
nanti banyak yang menyolatkan.
Seketika saya berpikir, itu tetap saja tergantung akhlaknya. Kecuali
bila mendapat keajaiban atau rahmat dari Allah.
Kemarin saya sempat membaca buku, 5 Hal yang Harus Kamu Ketahui
Sebelum Kamu Mati. Di dalamnya diceritakan tentang orang yang sangat baik dan
orang yang sangat buruk. Penulisnya adalah pendeta. Dia pernah menangani
prosesi pemakaman yang tanpa pengunjung satupun dan prosesi pemakaman yang
pengunjungnya sangat banyak sampai membludak. Si orang baik didatangi begitu
banyak orang, bahkan di antaranya ada orang asing. Orang asing tadi juga
mendapat kebaikan dari orang mati tersebut, dan begitu terkesan. Si baik tadi
membuatnya tidak jadi bunuh diri. Tetapi, mereka belum sempat berkenalan.
Saya berpendapat, konteksnya akan serupa itu. Ketika orang banyak
berbuat baik, maka peluang untuk didatangi orang saat matinya pun semakin
besar. Itu juga mungkin merupakan salah satu hikmah dari adanya anjuran untuk
membuat tetangga aman dari gangguan kita.
Kan ada orang yang kalau mati orang lain malah seneng? Merasa bebas
dari kezalimannya.
Dari semua bahasan ini, kesimpulannya, saya berpendapat, kita tidak
bisa memanipulasi pahala atau surga. Kecuali atas rahmat Allah/ada keajaiban. Allah
menghendaki kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffaah (menyeluruh), bukan
pilih-pilih jalan pintasnya saja.
Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber gambar: Pxhere