Konten digital
Sumber: herwinsitumorangx.blogspot.com
Anda dan saya mungkin sering menjumpai orang mengatakan “Yang
penting niatnya”. Jadi, di dalam melakukan sesuatu mereka cenderung mengabaikan
hal lainnya selain niat. Di sini, saya akan menunjukkan betapa besar bahaya keyakinan
tersebut terkait dengan postingan kita di dunia digital.
Sebelum menyebarkan atau mempublikasikan sesuatu, ustaz Fadlan
Fahamsyah mensyaratkan kita untuk memperhatikan 3 hal, yaitu:
1.
Sumber
beritanya baik dan jelas (valid), bukan berita palsu,
2.
Isi
berita/kontennya baik/positif,
3.
Efeknya
positif
Begitupun dengan Socrates, mensyaratkan hal serupa, yang terkenal
dengan Ujian Saringan 3 Kali, yaitu:
1.
Kebenaran
Pastikan
apa yang Anda sampaikan benar.
2.
Kebaikan
Pastikan
apa yang Anda sampaikan baik.
3.
Kegunaan
Pastikan apa
yang Anda sampaikan berguna.
Lalu saya tambahkan sedikitnya satu syarat lagi, yaitu cara menuliskannya
harus baik.
Pastikan Efek Postingan Baik
Anda mungkin tidak mengira bahwa apa yang menarik menurut
teori-teori jurnalistik bisa menyebabkan bahaya fatal, jika penerapannya salah,
misalnya pada penggunaan kata sifat mengenai jumlah/ukuran, nominal,
persentase, dan semacamnya.
Saya beri contoh dengan judul postingan berikut ini:
Tingkat kehamilan di luar nikah di Kota X meningkat hampir
seratus persen.
Banyak anak jalanan
didapati mengkonsumsi narkoba.
Murid zaman now didapati semakin malas belajar.
Jumlah remaja putus sekolah tahun ini meningkat 3 kali lipat.
Gawat, pencurian di Kota X mencapai 200 kasus per jamnya.
Penipuan pajak merajalela, dibutuhkan
sanksi tegas dari pemerintah
Tahukah Anda bahwa menurut penelitian, pesan-pesan semacam itu
malah mendorong penerima pesan untuk ikut-ikutan (mengikuti keburukan itu
juga). Robert Cialdini-lah yang menemukannya melalui eksperimen di Taman
Nasional Hutan Fosil Kayu di Arizona. Taman itu memiliki papan peringatan bertuliskan
“Warisan Anda sedang dijarah setiap hari dengan kerugian akibat pencurian fosil
kayu sebesar 14 ton per tahun. Kebanyakan dalam bentuk potongan kecil sekali
waktu”. Di luar dugaan, jalur dengan tanda peringatan tersebut malah kecurian
hampir 3 kali lipat daripada jalur tanpa tanda peringatan.
Kegagalan dan kesalahan fatal juga telah terjadi pada kampanye anti
narkoba di AS dan kampanye anti merokok di sekitar 123 negara. Kongres AS
pernah mendanai sebuah kampanye media secara nasional dan multitahun untuk
mencegah penggunaan narkoba pada remaja. Namun ternyata, riset dari American
Journal of Public Health menyatakan mayoritas analisis menunjukkan hasilnya
sia-sia. Bahkan, beberapa bukti malah menunjukkan efek sebaliknya, yaitu
munculnya efek pro-mariyuana.
Hasil dari kampanye anti rokok pun tak kalah mengecewakan. Riset
dari Dr. Calvert menemukan bahwa peringatan bahaya merokok, baik dalam bentuk
peringatan ringan di Amerika Serikat, kata-kata yang terus terang di Inggris,
maupun gambar-gambar mengerikan tentang kerusakan mulut, paru-paru, dan kaki
justru merangsang nucleus accumbens pada otak sehingga menyebabkan
ketagihan. Lebih parahnya lagi, orang akan spontan ingin merokok atau
meningkatkan dosis merokoknya begitu nucleus accumbens-nya terangsang. Ternyata, pesan anti merokok yang
mengandung peringatan terus terang, terbuka, dan vulgar malah memicu keinginan
merokok dibandingkan iklan rokok yang sengaja dibuat untuk mendorong orang
merokok.
Apa yang terjadi pada ranah offline tersebut juga dapat terjadi
pada ranah online/dunia digital, bergantung medianya.
Dan jika menurut Anda paparan di atas sudah cukup mengerikan,
paparan yang satu ini akan lebih mengerikan lagi. Baru-baru ini sebuah
komunitas menyelenggarakan perlombaan terkait dengan publikasi bunuh diri. Mereka
ingin mensosialisasikan bahwa kesalahan dalam memberitakan kasus bunuh diri
dapat berujung orang lain ikut-ikutan mencoba bunuh diri juga.
Pemberitaan bunuh diri tidak disarankan diletakkan pada tajuk
berita yang besar dan sensasional atau penempatan yang menonjol.
Contoh:
“Mengejutkan! Diduga Karena Putus Cinta, Manajer Artis Ditemukan
Gantung Diri di Gedung Parkir”.
Tetapi, disarankan pemberitaannya menginformasikan kepada
masyarakat tanpa melakukan sensasionalisasi bunuh diri.
Contoh:
“IJ Meninggal pada Umur 47 Tahun”.
Dan masih banyak lagi syarat pemberitaan lain terkait bunuh diri
yang bisa Anda baca lebih lanjut di www.intothelightid.org.
Kemudian ada pula efek terkait positif tidaknya kata-kata. Pada
tahun 1999, para peneliti di Harvard University menguji kekuatan kesan
terselubung terhadap 47 orang berusia antara 60 dan 85 tahun. Para peneliti
tersebut memberikan tampilan kata berulang kali dengan sangat cepat di layar komputer
pada saat mereka sedang main game. Kepada mereka diinformasikan bahwa permainan
tersebut digunakan untuk mengukur hubungan antara kemampuan fisik dan mental
mereka. Pada sekelompok peserta penelitian diberikan sekumpulan kata yang
positif, seperti bijaksana, berhasil, dan lihai. Sementara sekelompok
peserta lainnya diberikan kata-kata seperti meninggal, ketergantungan,
dan pikun. Tujuan percobaan ini adalah untuk melihat apakah dengan
membuat orang lanjut usia terpapar pesan-pesan tersembunyi yang mengesankan
ketidakcocokan tentang proses penuaan dapat memengaruhi tingkah laku, dan
khususnya seberapa baik mereka akan berjalan.
Lalu, tim peneliti Harvard tersebut mengukur kecepatan berjalan
atau biasa disebut “swing time” (waktu ayun) para subjek penelitian
(lama waktu mengangkat satu kaki di atas tanah), dan menurut pemimpin peneliti
tersebut, profesor bidang kedokteran Harvard, Jeffrey Hausdorff, menemukan
fakta bahwa “Langkah orang-orang yang terpapar kata-kata positif meningkat
sampai dengan 10%”. Dengan kata lain, sugesti terselubung yang positif mempengaruhi
psikologis para subjek penelitian secara positif sekaligus meningkatkan kinerja
fisik mereka.
- Semua orang memang bisa menulis atau mempublikasikan sesuatu, tetapi belum tentu semuanya bisa atau tahu cara melakukannya dengan baik dan benar. Padahal, banyak sekali hal yang perlu diperhatikan di dalamnya, tak sebatas efek-efek yang telah disebutkan di atas saja.
Menulis atau mempublikasikan sesuatu jangan asal niatnya baik. Ketahui
cara menulis dan memposting konten dengan baik dan benar dengan belajar pada
ahlinya. Jika niatnya baik tapi cara mempublikasikannya salah, bisa bahaya,
bahkan nyawa taruhannya.