14 Desember 2021

Review Buku "Highly Happy Marriages"

 



Pertama milih buku "Highly Happy Marriages" ini agak random sih dari judulnya tapi karena layoutnya enak iseng aja aku pilih. Suerr walopun dibaca pas pikiran lagi bundel or gak fresh penuh ini tetep enak dibaca. Huwenak. Paduan dari tulisannya yang mengalir dan bersahabat, layoutnya yang enak untuk mata, plus tempat-tempat peralihan babnya yang potongannya cukup pas untuk daya konsentrasi otak itu bikin buku ini enak untuk dibaca. Ini full tulisan, ga ada gambarnya tapi tetep enak. Ini juga gak main tulisan yang terlalu divisualkan kayak gimana gitu yang bikin jadi ala komik yang bikin menuh-menuhin halaman. Ini murni tulisan tok, tapi tetep enak dibaca.


Bagusnya lagi, tiap-tiap babnya itu membahas poin-poin yang memang krusial bagi rumah tangga, hal-hal yang biasa jadi masalah bagi pasangan suami istri. Dibahas dengan ringan tapi tuntas.


Sesuai dengan kata-kata pembuka dari Shaunti Feldhahn, buku ini berisi solusi-solusi sederhana, hal-hal yang sepertinya remeh tapi berdampak besar bagi terwujudnya happy and long lasting marriage. Sebagian solusi di dalamnya mungkin orang sudah tau, tapi cuek/menyepelekan/nggak dipraktekin gitu lah ya. Sebagian sisanya sempat membuatku tersenyum-senyum sendiri, terutama pada bagian cara pasangan happy marriage agar cepat berbaikan kembali.


Happy marriage itu didapat dari usaha (nggak otomatis/ujug2) dan kemauan pasangan untuk bertemu "di tengah-tengah".

Berbagai masalah baik itu sifat pasangan, waktu, orang luar, konflik, dan masalah-masalah lain yang sering terjadi dalam rumah tangga dibahas di sini.


Ini buku umum sebenarnya tapi karena penulisnya Kristen dan responden-respondennya juga Kristen, pada beberapa bagian disisipkan ajaran mereka.


Overall, buagus sih, tapi .... ada tapinya ya, ini itu mikirnya positif aja gitu. Pandangan ini bertentangan dengan ajaran-ajaran yang mengajarkan tentang pencegahan perilaku abusive. Kalau kamu sering baca/nonton/denger ajaran tentang anti abuse, ajaran positif full seperti itu sangat berisiko alias sangat berbahaya. Termasuk jika pasanganmu ternyata orang yang mengalami mental disorder, misalnya narsis (narcissist trait/NPD). Atau bahkan jika kamu sendiri merasa kamu adalah korban abuse, mungkin juga kamu akan merasa perasaan/pengalamanmu tidak divalidasi (mengalami invalidasi). Terkait dengan itu, buku ini memberikan sudut pandang lain karena menurutnya kasus-kasus khusus semacam itu rare alias jarang.


Pada akhirnya, semua kembali ke pembaca. Kamu termasuk yang mana? 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.