24 Juni 2023

Review Buku "Decide Better!"

"Decide Better!", for a better life. 

Improve your life through better decisions.

Penulis: Michael E. McGrath


Decide Better (buku tentang decision making)


Decision making adalah sesuatu yang tidak mudah. Sayangnya, buku-buku tentang decision making kebanyakan juga sama tidak mudahnya dengan decision making itu sendiri. 

Buku-buku tentang decision making itu susah-susah. Sudah termasuk materi yang berat, cara menuliskannya pun tidak bisa untuk mudah dipahami oleh anak berumur 5 tahun. Standar semacam ini dikenakan kepada penulis agar tulisannya itu bisa memberikan kemanfaatan yang lebih luas kepada pembaca. Menulis itu untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan, bukan untuk lainnya.

Buku-buku decision making itu biasanya terjebak pada 3 hal utama:
  • Penulisannya itu masih matematika dan statistika banget sehingga sangat susah dan sangat membosankan,
  • Masih cenderung bahas kesalahan logika banget/cacat logika (logically fallacious). Bentuk ini masih cenderung tetap dan seperti copas/copy paste, belum terurai secara kreatif menjadi bentukan baru.
  • Penyampaian dan (atau) cara menulisnya masih kurang enak dibaca maupun dipahami.

Buku Decide Better ini sudah berhasil terlepas dari 3 jebakan tersebut. Sudah bisa dibilang mendingan banget.

Di sini dijelaskan mengenai 90 decision making skills/decision making process dengan gaya storytelling yang ringan dan renyah. Model seperti ini membuatnya lumayan mudah dipahami. Sayangnya, bentuknya terlalu storytelling sampai-sampai contoh kasusnya pun disampaikan dengan storytelling. Kadang-kadang kita membutuhkan tabel atau bentukan yang lebih skematis/praktis yang bisa bikin paham hanya dengan sekali baca, dan bentukan semacam ini kadang membutuhkan posisi horizontal (sisi panjang buku), bukan vertikal agar lebih mudah dibaca.

Itu yang membuat decision making model di sini butuh energi lebih untuk dipahami.

Lalu perhatikan covernya, cover buku ini memuat wajah penulisnya. Aku menduga penulis "menjual" dirinya (dia adalah daya jual utama buku ini dan bukan lainnya). Kalau dibaca pada bagian pendahuluan, memang penulis memiliki pengalaman profesional yang mumpuni di sini.

Selain buku Decide Better! ini dia juga menulis buku-buku lain yang juga tentang cara pengambilan keputusan, serta membuat aplikasi yang juga tentang hal tersebut.


Buku Decide Better! ini saja sudah berhasil menjadi finalis dari 3 book award yang berbeda. Jadi, sangat layak untuk dijadikan acuan dalam mengambil keputusan.

Oh ya, buku ini disusun dalam bentuk listicle (per bahasan/per cara pengambilan keputusan) sehingga kita bisa memilih mau acak atau urut membacanya. Suka-suka aja. Tapi kalau mau baca acak nggak terlalu kelihatan ya model decision makingnya karena pada daftar isinya model-model decision makingnya ini agak terselubung/implisit (istilahnya pake metafora atau apa ya? Pake kiasan)

Kekurangan lain dari buku ini adalah aku tetap nggak tahu kapan penggunaan spesifik dari tiap model cara pengambilan keputusan tersebut. Seperti terserah aku mau pakai yang mana. Atau memang nggak ada aturan bakunya? Ya udah tinggal pilih aja di antara 90 model tadi. Jadi, aku paham isinya (setidaknya sebagian besar) tapi untuk pakai yang mana itu masih seperti feeling-feeling an. 

Terus, sepertinya cara-cara decision making di buku ini itu lebih cenderung untuk masalah sehari-hari kita, bukan tentang debat politis, debat moral/kemanusiaan, dan sebagainya. Masalah pindah kerja apa nggak, beli atau sewa rumah, lanjut ke kencan ke dua apa nggak, mau kuliah di mana, liburan ke mana, gitu-gitu yang dicontohkan. Aku nggak tahu penerapannya untuk masalah-masalah yang lebih berat semacam debat politis atau lainnya. Tapi nggak papa juga sih karena aku lebih butuh buku yang untuk masalah sehari-hari, bukan untuk yang ruwet-ruwet.

Intinya, Decide Better! ini adalah buku yang bagus dan lumayan ringan serta mudah dipahami dibandingkan dengan buku-buku sejenis.

Buku ini termasuk yang aku rekomendasikan.





12 Juni 2023

Review Buku "Do One Thing Different"

"Do One Thing Different," and other uncommonly sensible solutions to life's persisten problems

Penulis: Bill O'hanlon


Do One Thing Different


"Do One Thing Different" adalah buku tentang problem solving skills. Dia adalah buku terapi berorientasi solusi/terapi berbasis solusi yang tebalnya 200-an halaman dan terdiri dari 3 bab/bagian.

Penulis mengkritik problem solving di dunia psikologi dan psikiatri karena menurutnya kurang solutif. Empat alasan kurang solutifnya tersebut disebutkannya di dalam buku ini.

Bagiku, ini buku yang gue banget. Di tengah-tengah lautan buku psikologi dan psikiatri yang isinya seperti kembar (seperti cuma ganti cover), dia tampak menyolok/beda sendiri.

Psikologi banyak yang hanya memberikan penjelasan tentang ciri-ciri, latar belakang, bahayanya, gitu-gitu, sementara pembaca masih blunder gimana solusinya. Kalaupun ada kadang susah diterapkan atau berisiko tinggi, atau sebaliknya, hanya membahas hal-hal mendasar yang seperti buku non psikologi.

Kamu akan sulit mendapat solusi yang berbeda. Mereka terlalu homogen, abstrak, atau seperti terlalu ngeplek (persis) ajaran saat kuliahnya dulu (kurang mengembangkan diri sendiri).

Sementara buku "Do One Thing Different" ini beda. Dia bener-bener solutif. Dia memberikan pencerahan, insight, perspektif baru, dan berbagai pendekatan kreatif yang bisa kamu coba dalam memecahkan masalah. Penulis memberimu banyak alternatif di dalamnya.

Saat membacanya, seketika aku merasa menjadi lebih kreatif (kreativitasku meningkat). Kemampuan berpikirku jadi meluas. 

Ini adalah salah satu buku decision making and problem solving favoritku. Tentang problem solving terutama. Meskipun dia tidak secara langsung berisi decision making process, tetapi problem solving dan decision making itu bisa sangat berhubungan. Kalau kamu bisa mengubah titik utama masalahmu atau membuat masalahmu jadi mendingan (membaik), keputusanmu/decision making kamu pun hasilnya bisa berubah. 

Pertama baca buku ini, aku berpikir bahwa terapi solutif semacam yang ada di buku ini itu baru. Tapi kemudian aku menemukan ada buku-buku bertema serupa yang judulnya terang-terangan memuat kata terapi berbasis solusi. Dari beberapa yang sempat kulihat, tahun terawal adalah terbitan 1992. Jadi, aku nggak tahu apakah metode itu memang diajarkan di psikologi (meskipun mungkin isinya berbeda) atau merupakan pengembangan dari penulis itu sendiri (Bill O'hanlon). Aku juga nggak tahu isinya sama apa nggak. Mungkin kondisinya semacam hubungan antara buku "The Art of Thinking Clearly" dengan buku-buku yang serupa dengannya. Cuma, sepertinya buku "The Art of Thinking Clearly" lebih beruntung dari buku "Do One Thing Different" ini karena bisa laris manis di pasaran, sementara saat aku ngecek SEO dari buku "Do One Thing Different" ini sepi banget pencariannya.

Yang jelas, antara buku "Do One Thing Different" dengan buku-buku sejenis sudah beda banget dari segi cover dan judul bukunya. "Do One Thing Different" ini cover dan judulnya lebih menarik, isinya juga sistematis, enak dibaca, serta mudah dipahami. Pokoknya enjoy gitu bacanya. Pendek-pendek juga bahasannya, cukup enak untuk mata dan otak (daya fokus). 

Meskipun demikian, dia juga mengandung metode/bahasan yang tidak kusukai, yaitu pada salah satu solusi yang diberikannya kepada seorang g4y. 

Akan tetapi, pada akhir bukunya penulis telah memberi kebebasan untuk memilih atau menerapkan yang cocok-cocok saja (yang kamu banget aja).

Intinya sih, mau masalahnya terpecahkan atau tidak setidaknya kamu sudah berusaha. Nggak terpecahkan juga kadang nggak pa pa, yang penting kondisi kamu mendingan (membaik). Kalau kamu punya masalah dan kamu bereaksi/menanggapinya dengan gitu-gitu aja, maka hasilnya kurang lebih akan sama. Cobalah 1 hal yang berbeda, misalnya dengan cara-cara yang dijelaskan di dalam buku ini.

Dan jangan lupa, mengubah orang lain itu biasanya antara susah dan mustahil. Sementara cara yang ditawarkan oleh buku ini adalah cara-cara yang memungkinkan kamu untuk melakukan sesuatu sendiri. Dengan kamu melakukan perubahan kecil, masalahmu berpotensi untuk membaik/menghilang.

Coba deh baca. Bagus pokoknya.

Buku "Do One Thing Different" ini sangat kurekomendasikan. 




29 Maret 2023

Review Buku "Do Life Differently"

Do Life Differently: a strategic path toward extraordinary

Penulis: Jeff D. Reeter


Do Life Differently


Dulu, sebelum baca buku "Predatory Thinking", aku menganggap strategi dan taktik adalah sinonim. Ternyata aku salah. Menurut buku "Predatory Thinking", strategi itu berhubungan dengan perencanaan global/generalis/garis besarnya saja (strategist), sedangkan taktik berhubungan dengan perencanaan mendetail (tacticist). Nah, penulis buku "Do Life Differently" ini menurutku termasuk jenis tacticist. Dia orang yang terencana. Seorang planner sekaligus eksekutor/doer. Dia juga sepertinya perfeksionis dan cenderung controlling. Perencanaan hidupnya ditulis dengan rinci sambil terus dilakukan refleksi/evaluasi di sepanjang jalan. Dan dia juga nggak suka jadi orang biasa/rata-rata. Mindsetnya disetel untuk harus selalu menjadi yang terbaik. Semua hal tadi diajarkannya melalui buku "Do Life Differently" ini. 

Buku ini adalah buku inspirasi sekaligus motivasi. Sepanjang yang kutahu dan kuingat, daya gerak buku ini adalah yang tertinggi dibanding buku motivasi lain yang pernah kubaca. Dia mengandung motivasi tingkat tinggi dan kata-kata yang bersifat pengingat. Bagiku motivasi/motivator itu nggak harus bicara dengan kasar atau teriak-teriak yang nyakitin kuping banget. Intinya ada pada kata-katanya yang bisa menyentuh, mengingatkan, dan mengembalikan daya hidup. Banyak hal yang aslinya orang sudah tahu kok, mereka hanya butuh diingatkan kembali. 


Keras banget aslinya kata-katanya (dan cenderung nggak terlalu berperasaan, lebih ke logika "kalo mo berubah ya action" ) tapi nggak kasar, masih bisa kuterima/kutoleransi. Isinya juga cenderung pressure sebenernya. Kamu harus bertindak, bertindak, dan bertindak. Bertindaknya di sini juga dia berusaha seimbang antara follow your heart dan use your head. Kamu bisa bayangkan, dia seorang planner tacticist sekaligus doer serta mengikuti hati tapi juga menggunakan otak. Itu susah banget lho tapi dia bisa dan disiplin melakukannya.

Terlepas dari hal tersebut dan banyaknya contoh kisah yang bikin aku males baca (ini subyektif aja karena aku lebih suka buku yang to the point), buku ini bagus banget. Kalau di alam nyata pasti dia seorang motivator yang keren.

Aku nggak sepenuhnya setuju sih dengan isinya, meski gitu buku ini tetep bagus dalam hal motivasi dan inspirasinya.

Penulis sendiri sudah berhasil sukses di usia yang sangat dini karena meniru/mengikuti jejak temannya yang waktu itu hidupnya sudah terdesain dengan baik. Dia intuitif aja tiru-tiru Si Teman itu, dan akhirnya mereka berhasil. Sejak itu, dia mendesain hidupnya dengan lebih baik dan lebih baik lagi. 

Keseluruhan kisahnya maupun ajaran-ajarannya dibocorkannya di dalam buku ini. Agar jika kamu ngikutin jejaknya kamu berpotensi sukses juga seperti dia.

Recommended. Buat kamu yang motivator atau yang lagi butuh motivasi, coba deh baca buku "Do Life Differently" ini. Dia mengandung motivasi tingkat tinggi.







23 Maret 2023

Review Buku "How Full is Your Bucket?"

How Full is Your Bucket? 

Penulis: Tom Rath dan Donald O. Clifton


How full is your bucket



Mungkin kamu pernah mendengar tentang istilah "bebanmu/your baggage", tabungan/investasi emosi, dan semacamnya. Istilah "Your bucket/embermu" juga punya arti serupa itu. "Your bucket" di sini artinya ember emosi/wadah emosimu. Kalau embermu penuh, kamu akan berada dalam kondisi baik/positif, sedangkan kalau embermu semakin sedikit isinya atau bahkan kosong, kamu akan berada dalam kondisi buruk/negatif. 

Setiap hari kamu mengalami ribuan peristiwa individu. Peristiwa-peristiwa tersebut akan mengisi embermu atau sebaliknya, mengurasnya. Satu orang atau satu peristiwa terpisah bisa mencerahkan atau merusak harimu.
Jadi, kamu harus memperhatikan perilakumu terhadap dirimu (efek terhadap embermu) dan perilakumu terhadap orang lain (efek terhadap ember orang lain). Tentang ini orang memiliki rasio beda-beda, misalnya John Gottman yang menawarkan rasio 5:1, yaitu butuh 5 peristiwa positif untuk bisa menetralkan 1 peristiwa negatif. Yang jelas, positifnya harus lebih banyak dari negatifnya, tapi nggak boleh juga berlebihan karena nanti akan ada semacam pembalikan efek (ada efek sampingnya) kalau pengisian hal-hal positif tersebut over/berlebihan.


Buku "How Full is Your Bucket?" ini diawali dengan pentingnya positivisme. Satu perbuatan positif/satu orang yang positif sekalipun bisa punya kekuatan untuk membuat kondisi satu kantor/area menjadi positif, begitupun sebaliknya.

Tak lupa penulis juga menceritakan kisahnya sendiri yang berasal dari lingkungan/keluarga dan teman-teman yang positif dan suportif (keluarga secure attachment) sehingga keranjang emosinya itu sangat penuh dan bahkan meluber-luber siap untuk dibagikan ke orang lain. 

Aku nggak bisa cerita banyak ya karena nanti bisa-bisa aku bocorin isinya. Karena buku ini terlalu tipis.
Kamu harus baca sendiri dan biarkan jiwamu larut dalam kelembutan bahasanya dan aura kasih sayangnya. Aura positifnya.

Ini buku tipis tapi sangat bagus, sangat kaya dan mencerahkan. Meskipun, aku nggak sepenuhnya setuju dengan isinya. 
Aku pribadi memandang positif dan negatif itu tentang dosis, konteks, keseimbangan, sudut pandang, selektivitas, dan semacamnya. 

Tapi kalau kamu lihat covernya di atas, pada kanan bawah itu ada logo best sellernya. Best seller itu macam-macam penyebabnya, tidak selalu tentang isinya yang bagus. Tapi untuk buku "How Full is Your Bucket?" ini udah nggak perlu ditanya lagi, bagus banget isinya. Inspiratif, motivatif, bermanfaat, dan auranya lembut penuh kasih. 

Yang perlu diperbaiki hanya formatnya/layoutnya (dan mungkin juga covernya) biar keterbacaan lebih mudah dan lebih enak dipandang dan perlu memperhatikan tentang konteks penerapannya aja sih. Selain hal-hal tersebut dia udah bagus banget dan sangat layak untuk dibaca.






20 Maret 2023

Review Buku "He's Just Not"

He's Just Not: dating deal breakers

Penulis: Kim Samuels


He's just not

"He's just Not" yang ini beda dengan buku "He's just Not That Into You" karya Greg Behrendt dan Liz Tuccillo. Kalau yang kureview ini karya Kim Samuels.


Sesuai sub judulnya, ini isinya tentang dating deal breakers, tepatnya tentang kumpulan deal breaker yang berasal dari pengalaman pribadi penulis. Dijelaskan deal breakernya apa dan kisahnya seperti apa. 


Menarik, heboh, blak-blakan, serta sangat vulgar dan kasar. Kuasar banget, nggak cuma saat menceritakan cowok-cowok error tersebut tetapi juga kasar pada pembacanya. 


Meskipun aku bisa memahami kekesalannya (karena aku pun melalui proses serupa dia dalam cari jodoh dan aku pun setuju dengan pernyataannya bahwa 99% pria player), tetapi kata-kata/bahasa penulis masih terasa sangat kasar. Orang-orang yang seperti kami tahu bahwa hal-hal yang njengkelin/berbahaya tersebut itu nyata dan bukan overthinking, anxiety, suuzan, atau bahkan bodoh. Justru tidak semua orang bisa melihatnya/mengetahuinya, seperti misalnya kondisi penulis di masa lalu. 


Sebenarnya, penulis ingin mengesankan dirinya asertif, tetapi aku melihatnya tidak konsisten. Pada kriteria/boundaries tertentu dia dia sangat tegas, tetapi pada kriteria/boundaries/kondisi dia yang lain dia sangat lemah, terutama pada penampilan fisik, materi, dan s*ks. Mungkin itu dipengaruhi oleh masa lalu dia (masa kanak-kanak dia) yang masih berhubungan dengan abuse/trauma tersebut. Jadi, meskipun dia mengesankan galak dan kasar, pada kondisi-kondisi tertentu itu dia seperti takluk, manis give up, freeze, undecisive, lamban, atau minimal nggak setegas kondisi lainnya, misalnya saat dia menyatakan "pernah dipenjara" sebagai deal breakernya.


Secara format, sebenarnya enak dibaca karena kisahnya pendek-pendek (per bab itu termasuk pendek), yang diceritakan pun menarik dan penting/bermanfaat, tetapi ini tulisannya sangat kuasar dari awal sampai akhir (tapi ini bukan buku yang kumaksud dalam review buku "Unfuck Your Habitat" ya). Hanya sedikit bagian terakhir yang agak halus. Kalau itu yang dimaksud dia sebagai komedi/ditujukan untuk ngelucu, bagiku nggak dapet dan malah annoying. Ga enak banget baca nada kasar banget yang intens dari awal sampai akhir.


Buat kamu yang tahan dengan kata-kata kasar, coba aja baca, karena yang diajarkan itu penting diketahui, daripada kamu ngalami sendiri.



19 Maret 2023

Review Buku "Unfuck Your Habitat"

Unfuck Your Habitat: you're better than your mess

Penulis: Rachel Hoffman


Unfuck your habitat

Buku "Unfuck Your Habitat" ini covernya menarik sekali dibanding buku tidying/organizing/bersih-bersih/beberes lainnya. Judulnya juga unik. Habitat? Itu langka banget dipakai untuk buku-buku non biologi (non referensi akademis/non sekolahan). Lagian, meski habitat itu kata yang digunakan untuk makhluk hidup secara umum, tapi konotasinya/yang pertama muncul di pikiranku itu habitat itu ya berhubungan dengan hewan. Mungkin itu juga kenapa ketika aku cek SEO-nya nih keyword sepi banget.


Aslinya aku agak asal nyomot aja sih, nggak bener-bener tahu arti judulnya. Setelah baca baru tahu kalau ini tentang membersihkan dan merapikan. Sebelumnya aku baca buku lain (belum kureview) dan itu nggak enak banget karena meskipun bicara tentang kondisi sucked tapi bahasanya kuasar dan nyalah-nyalahin/ngata-ngatain orang yang dalam kondisi tersebut dengan buruknya. Lalu aku nemu buku "Unfuck Your Habitat" ini yang lumayan halus dan damai, hanya ada bagian kecil yang dia suuzan/berprasangka buruk ke kamu (perlakuannya beda terhadap kamu dan terhadap orang lain/orang yang terlibat urusan bersih-bersih dengan kamu). Lebih enak auranya.


Ini buku formatnya beda banget dengan buku-buku beberes lainnya. Dia pakai 1 metode inti. Dibilang lebih bagus juga nggak, lebih jelek juga nggak. Sekadar beda fokus (beda zoom in zoom out) dan beda cara. Jadi masing-masing itu punya plus minus sendiri. Pembeda utamanya yang nggak ada di buku-buku serupa adalah beberes jika kamu hidup/tinggal dengan orang lain, membantu/meminta bantuan untuk beberes, beberes saat mendadak, serta beberes musiman. Beberesnya dimulai dari tiny zone (zona yang sangat kecil) atau ruangan, bisa berupa 1 meja atau bahkan 1 ruangan. Kondisional aja dan dia juga nggak perfeksionis yang nyuruh bersih banget atau rapi banget karena target pembacanya pun beragam (orang perfeksionis, mental illness, physical illness, dll.). 


Buat kamu yang belum tahu, kalau aku bilang tentang buku serupa/bahasan kayak gini, yang kumaksud adalah buku-buku tidying, organizing, timing/time management, productivity, procrastination/laziness, dan buku ADD/ADHD. Dan maybe juga buku depresi. Itu biasanya sedikit banyak mengandung beberes dan rapi-rapi seperti ini.


Di buku ini, seperti buku-buku lainnya, juga ada beberes email, desktop, dan semacamnya.


Nah, yang nggak ada tapi biasanya di buku lain ada adalah bahasan tentang adanya pengganggu/orang-orang yang mengganggu. Cara kamu menolak email yang mengganggu, tamu yang mengganggu, dll itu nggak ada. Juga, nggak ada detail-detail aplikasi yang membantu. Nggak ada. Di sini nggak fokus ke aplikasi atau otomasi (kalau kamu butuh yang aplikasi dan otomasi banget ada di buku "Faster than Normal" yang pernah kureview sebelumnya).  

Jadi, buku ini lebih pada membangkitkan daya gerakmu sendiri aja, biar kamu mulai lebih bersih dan lebih rapi dari sebelumnya.


Recommended.





17 Maret 2023

Review Buku "The Marriage Plan"

The Marriage Plan: how to marry your soul mate in one year or less
Penulis: Aggie Jordan


The marriage plan


Buku "The Marriage Plan" ini punya perbedaan mendasar dari buku "The First 15 Minutes for Those Dating with Marriage in Mind" dan buku "Date ... or Soulmate". Kalau buku ini tentang perencanaan pernikahan/target menikah/deadline menikah, sedangkan dua buku yang lain tersebut tentang deadline waktu/kecepatan yang dibutuhkan untuk mengenali calon jodoh potensial.


Agak aneh sih membaca saran dari penulis yang ketemu jodohnya saja dengan susah payah dan seperti kebetulan, tapi selama itu baik ya diterima aja dulu untuk dipertimbangkan/disaring.

Jadi, ceritanya penulis itu bikin deadline harus menikah dalam setahun. Ada tanggalnya juga. Harus clear juga yang dicari seperti apa. Trus dia mengerahkan segala jurusnya ups ... segala daya dan upaya untuk bertemu dengan jodohnya. Lalu tiba-tiba jodohnya datang sendiri (dari "arah" lain). Tapi intinya bukan itu. Intinya kamu harus tegas dan terbuka sejak awal. Jika cowoknya punya kapasitas untuk terbuka (intimacy) dan mencintai, maka dikenali lebih jauh, kalau nggak langsung di-skip. Dia berprinsip, "Terima atau tinggalkan." Lalu begitu kamu jatuh cinta kamu harus langsung nembak dia dan nyatain komitmen/minta komitmen dia. Kalau dia takut, kabur, or ga bisa nikahin kamu dalam setahun berarti dia bukan soul mate mu. Mengerikan tapi daripada kamu sama cowok yang buang-buang waktumu aja.

Ini adalah pendekatan yang berhasil bagi penulis dan orang-orang yang dicontohkan di dalam buku ini. Tapi, ide semacam ini ditentang keras oleh penulis-penulis/relationship coach/dating coach yang lain. Ya itu danger, sangat berbahaya dan berisiko. Misalnya narsis atau psikopat/sosiopat ngincer orang-orang semacam itu. Belum kalau kamu punya trauma lalu keterbukaanmu disalahgunakan/dibocorkan/direspon dengan buruk, dicuekin, dll. Apalagi, dengan contoh kisah pribadi penulis yang merupakan coincidence/kebetulan. Dia terbuka pada satu cowok tersebut dan fine-fine aja. Meskipun katakanlah direspon negatif itu bagian dari risiko tapi kalau kamu keseringan ketemu orang yang salah, itu bakal nyakitin banget buat kamu. Selain itu, terbuka terlalu awal bisa juga berisiko terjebak friendzone atau sebaliknya, kurang sisi fun. Begitu yang pernah kubaca atau kutonton. Sementara itu, buku yang lain lagi mengatakan terbuka terlalu awal adalah bagian dari ciri BPD/Borderline Personality Disorder, serta sumber lain mengatakan kodependensi, neglect/abandonment, ignored, dll.

Bagiku pribadi, lebih baik selektif dan dites dulu sebelum kamu mempercayakan terlalu banyak hal padanya. Tapi terserah kamu mau ngikut pendapat yang mana dari mereka.

Gitu sih. Sementara isi lainnya ya kayak buku-buku serupa. Bahasan-bahasannya seputar itu. Cuma ada pembedanya, terutama pada bahasan mantan istri. Seingatku nggak ada di buku-buku lainnya. Sisanya ya dominan kisah-kisah orang lain yang menerapkan saran yang ditulis di buku ini, yang bagiku melelahkan karena ceritanya terlalu dominan/terlalu banyak kisahnya (aku suka yang to the point karena hemat energi bacanya).

Lumayan detail sih buku "The Marriage Plan" ini. Cara tegas mulai cari jodoh sampai mengkomunikasikan/menegosiasikan segala sesuatu dalam berumah tangga. Dia lebih fokus ke "aku harus dapat goal-ku", bukan tentang spesifikasi calonmu. Ada panduannya tapi secara umum aja. Kalau kamu masih bingung tentang kriteria calon yang cocok buatmu atau tentang goal-mu seputar relationship dan pernikahan mungkin buku lain lebih tepat buat kamu.