Kita mungkin sering mendengar para wanita berkata "dijilbabin" dulu hatinya.
Mengapa mereka begitu meyakini hal itu, padahal ajaran Islam itu sebaliknya? Menutup aurat (berjilbab) itu wajib bagi muslimah, tidak harus baik dulu hatinya.
Kemungkinan mereka jauh dari sumber Islam yang benar, selain mungkin pernah mendapatkan pernyataan yang salah/abuse dari seseorang .
Abuse tersebut aslinya bisa tujuannya baik (tetapi yg menyampaikan kurang ilmu, jadinya salah), bisa juga memang dengan niat menghina/mengata-ngatai.
Namun, tak peduli tujuannya, hasilnya cenderung akan melenceng. Ia malah menimbulkan shame/rasa malu, kesia-siaan, jauh dari Tuhan, atau bahkan jadi pindah agama, tak beragama, atau tak percaya Tuhan.
"Tuhan" bukanlah kata sakti yang bisa menjadi nasehat tertinggi. Orang itu kan ada level-levelnya. Selain itu, dalam kegelapan hidup orang sering mempertanyakan "Tuhan itu di mana? Kenapa nggak nyelametin aku? Kenapa aku sial terus? Ada ta Tuhan itu? Kenapa Tuhan jahat sekali sama aku? Dan sebagainya.
Dalam kondisi seperti itu jangan katakan "Kamu jauh dari Tuhan", Kamu kurang ini kurang itu (misalnya kurang sholat, kurang sabar, dan sebagainya). Kemungkinan orangnya sudah paham/merasa tetapi tidak mampu mendekat kepada Tuhan makanya minta bantuan kita. Iman itu naik turun kan? Ada juga iman yang ketika turun turunnya banget-banget sampai susah naik lagi.
Kemungkinan lain adalah saran tersebut terlalu abstrak sehingga dia tidak tahu teknik untuk menerapkannya.
Dari sini nasehat/ceramah bisa berguna, bisa juga tidak. Menurut saya, doalah kunci utamanya. Itulah mengapa Rasulullah kalau disakiti seseorang malah mendoakan orang yang menyakitinya (agar mendapat hidayah, membaik, dan sebagainya). Hati pelakunya itu berada di antara kondisi sakit atau mati sehingga perlu (bantuan dengan) didoakan.
Sakit sendiri juga beda-beda, ada sakit parah ada juga sakit sedang atau ringan. Istilahnya itu jadi mendal/nggak ngefek/malah menyakitkan hati jika ujaran/nasehat/ceramah kita salah.
Saya mau mengingatkan lagi, dunia itu dipenuhi kata-kata yang negatif dan tidak ramah. Orang cenderung lebih banyak mengucapkan kritik dan kata-kata negatif lainnya daripada kata-kata yang positif atau indah dan menyenangkan. Sedangkan untuk mereparasi efek dari 1 kata negatif saja dibutuhkan banyak kata positif. Kalau tidak salah 5 atau 7 kata positif untuk menetralkan efek dari 1 kata negatif. Alih-alih mencela, mengkritik, atau menceramahi, jadikan kata-kata kita berupa saran/ajakan dan lebih baik lagi praktek langsung. Jadi, ketika orangnya di situ misalnya dan kita merasa perlu dia sholat dan ngaji dan kebetulan waktunya sholat orangnya langsung diajak sholat dan ngaji saat itu juga bersama kita. Hal ini sekaligus memutus/mengantisipasi penundaan (procrastination) sebagai kecenderungan manusia dan bisikan setan.
Oh ya tentang setan ini, terutama yang dari jin ya saya punya kisah menarik. Hal itu berhubungan dengan frekuensi.
Kenalan saya yang indigo telah mengingatkan saya (saya merasa pernah tahu tetapi sebagian plus lupa) tentang hubungan antara jin dan frekuensi ini.
Dia berkata, "Kalo kita berlebihan terhadap sesuatu atau merasakan emosi tertentu berkepanjangan kita akan menarik jin-jin dengan frekuensi yang sama. Mula-mula jin itu mendekat (tetapi di luar tubuh kita), lambat laun jin itu akan masuk ke tubuh kita dan emosi/hal apa pun yang kita over tadi semakin lebih dan lebih."
Misalnya:
Pemarah, dia marahnya sampai berlebihan/berkepanjangan (bisa levelnya, intensitasnya, frekuensinya, atau lamanya), jadi mungkin sampai berhari-hari juga, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Dia berpotensi mendatangkan jin yang pemarah juga. Jin pemarah itu mula-mula mendekatinya, tetapi masih di luar tubuhnya. Mendekat dan menyerap energinya. Lama-lama jin pemarah itu akan masuk ke tubuh orang yang pemarah itu, sehingga orang itu jadi makin pemarah. Makin over/lebay marahnya.
Hal serupa bisa juga berlaku pada emosi lain/hal over lain yang kita lakukan, misalnya:
1. Berbuat curang (bisa diikuti iblis Zailatun atau pasukannya)
2. Pengeluh (bisa diikuti iblis Wawatsin atau pasukannya)
3. Berbuat zalim, menjauhi hal-hal ma'ruf, dan senang berbuat maksiat (bisa diikuti iblis Akwan atau pasukannya)
4. Minum khamr/mabuk-mabukan dan semacamnya (bisa diikuti iblis Hafaf atau pasukannya)
5. Dosa seputar penyanyi/aktivitas bernyanyi, misalnya lagu yang isinya mengajak pada keburukan, lagu ngeres, baju seksi/ketat/transparan/mirip kulit, dan sebagainya (bisa diikuti iblis Wamurah atau pasukannya)
6. Tetap kafir/tetap musyrik/tetap menyembah selain Allah (bisa diikuti iblis Laqwas atau pasukannya)
7. Zina dan maksiat lain yang berhubungan dengan zina (bisa diikuti iblis A'war atau pasukannya)
8. Mengutamakan tidur/maksiat/hal-hal duniawi dibandingkan ibadah (bisa diikuti iblis Al-Wasnan atau pasukannya)
9. Berselingkuh/menyeleweng padahal sudah berumahtangga (bisa diikuti iblis Dasim atau pasukannya)
Misalnya seperti itu. Jangan lupa, kecenderungan manusia untuk berbuat buruk/yang dianggap tidak sesuai itu berasal dari 3, yaitu:
1. Hawa nafsunya sendiri (hawa nafsu yang buruk)
2. Setan (dari golongan jin atau manusia)
3. Mental Ilness (gangguan mental/trauma)
Sudah lebih paham kan ya kenapa orang yang jauh dari Allah susah diajak "balik"/kembali ke jalan yang benar?
Musuhnya bisa dobel, yaitu orang itu sendiri/hawa nafsu yang buruk dan imannya yang sedang lemah plus jin di dalamnya (seingat saya qarin juga mengajak pada keburukan kecuali qarinnya Nabi Muhammad. Jadi qarin plus jin baru yang masuk ke dalam tubuhnya). Serta yang terakhir, trauma. Dia tidak semata-mata harus didekati dengan agama. Ada pengalaman hidup yang mendasarinya.
Kan ada juga ayat Al Quran (saya lupa surat dan ayatnya) yang intinya itu barangsiapa yang jauh dari Allah akan disertakan setan. Allah itu simbol positif, setan itu simbol negatif. Menjauh dari Allah artinya pasti mendekat pada setan. Begitu.
Lah nol (0) atau netralnya di mana? Nggak ada ta? Mungkin, mungkin lho ya, saya berpendapat nol itu tidak ada, yaitu kondisi kadang-kadang manusia ingat dan kadang-kadang manusia lupa/lalai, tapi ketika ingat itu tak sampai membuat ibadah/amalannya surplus daripada saat dia lupa/lalai. Jadinya mungkin masuk ke dalam "golongan merugi". Bukan tidak bernilai ya, karena kalau dia tidak beribadah sama sekali dia malah bisa masuk "golongan celaka". Orang yang di titik nol ini ndrawasi/mengkhawatirkan, dia menunggu pengaruh yang lebih kuat masuk ke dalam dirinya, yang membuat dia jatuh ke "golongan beruntung" atau malah "golongan celaka".
Baik, kembali ke pokok permasalahan, ada ujaran tertentu yang membahayakan agama, misalnya:
1. Percuma kamu sholat kalau kamu pelac*r,
2. Percuma kamu jilbaban kalau pergelangan tanganmu kelihatan,
3. Percuma kamu jilbaban kalau hatimu belum baik,
4. Percuma kamu sholat kalau kamu masih bermaksiat,
5. Percuma kamu sholat, kamu masih/udah terlalu kotor,
6. Percuma kamu ngaji kalau gitu aja nggak ngerti,
7. Percuma kamu mendalami agama kalau nggak diamalkan,
8. Percuma kamu ustadz tapi nggak bisa mendidik anakmu dengan baik,
9. Suara jelek kok adzan (akhirnya mau adzan aja nunggu orang yang suaranya merdu. Orang jadi bertanya-tanya suaraku merdu nggak, bahkan yang suaranya indah pun tidak selalu PD/merasa indah, berani adzan, atau bisa adzan. Ribet seperti ini akhirnya bisa-bisa malah nggak ada yang adzan),
dan percuma-percuma lainnya.
Jangan begitu karena:
1. Kita itu manusia yang imannya bisa naik turun,
2. Kita tidak tahu akhir kita bagaimana,
Pernah dengar Barsisho? Dia sangat soleh selama seribu tahun tapi meninggal dalam keadaan musyrik dan melakukan berbagai maksiat.
3. Kita tidak tahu amalan kita diterima Allah atau tidak. Kalaupun ada yang diterima, kita tidak tahu yang mana.
4. Kita sendiri lho pendosa, banyak dosanya. Yakin bisa selamat di akhirat?
5. Hasil dari amalan kita itu di tangan Allah, sehingga Nabi sekalipun tidak bisa membuat keluarganya pasti taat dan alim juga,
6. Pena telah kering, segala yang terjadi sudah tertulis di Lauhil Mahfuzh,
7. Perbuatan yang sangat dibenci Allah adalah sombong. Iblis saja karena sombong bisa keluar dari surga dan jadi makhluk celaka. Allah dengan mudah bisa membalik kondisi kita dan orang tersebut, sehingga kita yang jelek dan dia yang baik.
8. Andai kita selamat di akhirat itu bukan karena amalan kita, tetapi karena rahmat Allah,
9. Tidak ada satu perbuatan pun yang tidak diganjar oleh Allah. Perbuatan baik sebesar dzarrah (biji sawi) pun ada hitungan ganjaran kebaikannya di sisi Allah. Sama sekali tidak percuma.
10. Perbuatan baik orang itulah yang bisa jadi rem dari perbuatan buruknya, cantolan bagi perbuatan baik lainnya, bisa lebih mendekatkan dia pada kebaikan, dan mungkin dia masih berproses untuk menuju ke kondisi yang lebih baik lagi.
Nggak ada yang percuma ya.
Jangan anggap percuma kebaikan. Jangan mengolok-olok lagi.
Beragamalah dengan santun dan indah, apalagi terhadap saudara sendiri, sesama muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.