Sudah
sunatullah, selagi masih hidup, setiap manusia akan mendapat jatah musibah;
entah kapan, berapa lama, berupa apa, dalam lingkup apa, dan seberapa kadarnya.
Namun, apapun musibah yang dialami, ia bukan untuk dibandingkan, melainkan
diatasi. Setiap manusia berjuang, dan perjuangan mereka tidak selalu kita
ketahui.
Beruntung
kita tak selalu mengalami musibah bersamaan. Saat sebagian orang tertimpa
musibah, sebagian lainnya tidak; saat sebagian orang musibahnya sedang
besar-besarnya, sebagian yang lain musibahnya sudah mengecil atau menghilang;
saat sebagian orang sedang susah, sebagian yang lain sedang lapang, dan semacam
itu. Meskipun demikian, ada juga orang yang sama-sama sedang kesusahan namun
tetap berusaha membantu.
Orang-orang
mengartikan keikhlasan sebagai tidak mengharapkan balasan, pujian, atau
penghargaan. Dan memang, seperti kata psikolog Dedy Susanto, keinginan atau
harapan untuk dihargai adalah penyebab utama ketidakbahagiaan. Beberapa orang
masih mengeluhkan sulitnya menerapkan keikhlasan, sebagian lagi mungkin
berpikir tak masalah bila tidak dipuji, dibalas, atau dihargai, tetapi bila
dihina atau diperlakukan buruk setelah mereka berusaha baik itu lain lagi.Tidak
dipuji bernilai nol, tidak dibalas juga nol, tetapi dibalas dengan keburukan
menjadi minus nilainya.
Saya
percaya masih banyak orang baik di dunia ini. Bila mendengar ada orang yang
tertimpa musibah, mereka ingin membantu sebisanya dengan harta, pikiran,
tenaga, jiwa, dan apapun yang mereka punya. Kadang mereka bergerak sendiri,
kadang juga bergabung dengan suatu kelompok, komunitas, atau organisasi, yaitu
sebagai relawan atau volunteer.
Masalah
timbul ketika niat atau aksi baik kita
sebagai relawan tidak sesuai realita di lapangan, yaitu ketika:
1.
Keahlian atau
pemberian kita tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan panitia dan korban
bencana,
2.
Orang dengan
keahlian atau kualifikasi yang dibutuhkan sedang tidak ada yang mau/bisa
membantu.
3.
Relawan dengan
keahlian atau kualifikasi yang dibutuhkan ada tetapi jumlahnya masih kurang.
Panitia
dan para korban mungkin akan kesal karena bantuan tidak tepat sasaran; baik itu
berupa relawan yang malah menyusahkan atau karena barang bantuan yang malah
menjadi sampah atau beban. Begitupun para relawan, mungkin sama kesalnya karena
tindakan dan pemberiannya tidak dihargai atau direspon dengan memuaskan.
Padahal, belum tentu mereka yang menyumbang itu hanya berniat membuang barang
atau memberi asal-asalan. Belum tentu pula mereka yang bergabung menjadi
relawan itu ingin tampak hebat, terkenal, atau jadi pahlawan. Juga, belum tentu
mereka tidak cakap untuk menjadi relawan, mungkin saja kebetulan keahlian
mereka tidak cocok dengan musibah/bencana yang ada. Tahanlah diri dari
berprasangka atau bertindak tercela karena bisa jadi pesan panitia yang kurang
jelaslah penyebabnya.
Coba
periksa lagi bagaimana bunyi pesan kita saat mencari sumbangan atau relawan,
sudahkah disampaikan dengan jelas dan terperinci? Sudahkah dijelaskan misalnya
membutuhkan keahlian apa, syarat apa, kemampuan apa, kondisi seperti apa, benda
berupa apa, dibutuhkan berapa, dibutuhkan sampai kapan, dan intinya jelaskan
semuanya secara mendetail. Gunakan terutama kata khusus dan sangat spesifik
untuk menjabarkannya. Jangan berasumsi semua orang pasti memahami, karena semua
orang memiliki urusan/kepentingan dan kebutuhan sendiri dan tidak semuanya
berpengalaman atau mengerti mengenai hal-hal terkait musibah/bencana yang
sedang terjadi: kondisinya bagaimana, apa yang masih kurang/belum ada,
membutuhkan apa, dan sebagainya. Ketika pesan kita tidak jelas tetapi kita
menolak uluran tangan relawan dengan ucapan dan tindakan tercela, itu sangat
tidak bijaksana.
Untuk
meningkatkan peluang orang dan bantuan yang diharapkan sesuai, maka panitia
harus jelas dalam menyampaikan pesan, serta mampu mengelola para relawan dan
sumbangan dengan baik. Update harus dilakukan berkala agar jika misalnya
sumbangan berupa barang tertentu sudah cukup, bisa distop pengirimannya, dan
para penyumbang baru akan berganti menyumbang barang lain yang dituliskan oleh
panitia.
Masalah
ketidaksesuaian antara keahlian dan pemberian para relawan dengan
kebutuhan/harapan panitia dan korban merupakan masalah serius.
Kita
tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah atau negara untuk mengatasi berbagai
masalah/musibah dan bencana yang menimpa bangsa kita. Kita membutuhkan dukungan
dan kepedulian dari seluruh warga negara Indonesia untuk bahu-membahu dan
bergotong-royong mengatasinya.
Sudah
saatnya rakyat semakin aktif bergerak dan tidak hanya berpangku tangan saja. Mungkin
saat ini orang lain yang sedang tertimpa musibah, siapa tahu esok kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.