16 Februari 2019

Matahari, Sumber Energi Listrik Potensial untuk Akhir Zaman


Sinar matahari 
Sumber: Aktual.com

Disadari atau tidak, kita sudah berada pada akhir zaman. Sejak meninggalnya Nabi Muhammad Salallahu Alaihi wa Sallam, sudah terhitung sebagai mulainya akhir zaman. Tentu saja semakin ke sini (tahun 2019 dan seterusnya) semakin mendekati akhir, otomatis pula semakin mendekati kiamat.

Bagi umat muslim, mungkin sudah tidak asing dengan tanda-tanda akhir zaman yang di antaranya berupa:
1.    Mengeringnya air danau Tiberias (sekarang sudah hampir kering sepenuhnya)
2.    Mengeringnya mata air Zaghar (sekarang sudah hampir kering sepenuhnya)
3.    Terjadinya 3 tahun kemarau berat menjelang kemunculan Dajjal
Satu tahun pertama menjelang Dajjal keluar 1/3 air dari langit Allah tahan, 1/3 tanam-tanaman dan hewan-hewan ternak yang bisa dimakan di muka bumi Allah biarkan mati. Tahun ke dua menjelang Dajjal keluar 2/3 air dari langit Allah tahan dan 2/3 tanam-tanaman dan hewan-hewan ternak yang bisa dimakan di muka bumi Allah biarkan mati. Tahun di mana Dajjal keluar sama sekali air tidak turun dari langit serta cuaca dan iklim sangat panas.
Sebagai informasi tambahan, menurut Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rachmat Fajar Lubis, 80 persen air yang ada di bumi ini berasal dari hujan.

Bagi umat non muslim bisa melihat tanda-tanda lain secara umum bahwa dunia sudah semakin kekeringan, contohnya:
1.    Glasier Tianshan di Cina sudah semakin banyak yang mencair.

Glasier Tianshan
Sumber: Greenpeace 

2.    Terjadinya krisis air global

CNN Indonesia (15/3/2019) mengutip berita dari CBN News (14/3/2019) menyatakan, Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan bahwa dunia terancam mengalami krisis air global. Laporan bersama Bank Dunia dan PBB menyatakan saat ini 40 persen populasi dunia mengalami kelangkaan air.

Laporan berdasarkan hasil penelitian selama dua tahun tersebut menyebutkan 700 juta orang terancam menderita akibat kelangkaan air parah pada 2030. Bertajuk "An Agenda for Water Action", dokumen tersebut merupakan kumpulan hasil panel tinggi tentang air.
"Ekosistem basis kehidupan - keamanan pangan, keberlanjutan energi, kesehatan masyarakat, pekerjaan, kota - semua terancam karena bagaimana air sekarang dikelola," kata Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim.

Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga memperingatkan  terjadinya krisis air global. Menurut Guterres, "Hari ini, 40 persen orang-orang di dunia dilanda masalah kelangkaan air; 80 persen air limbah dibuang ke lingkungan, dan lebih dari 90 persen bencana terkait dengan air. Lebih dari dua miliar orang kekurangan akses air bersih, dan lebih dari 4,5 miliar orang tidak memiliki layanan sanitasi yang memadai,” urainya.

Krisis air global
Sumber: Otoritasnews.co.id

Setidaknya terdapat 7 penyebab terjadinya krisis air global, yaitu:
a.    Perubahan iklim menyebabkan kekeringan di daerah kering dan menyebabkan meningkatnya curah hujan yang semakin tidak menentu dan ekstrim di daerah lainnya.
b.      Meningkatkan populasi penduduk dan pendapatan menyebabkan permintaan air bertambah.
c.       Air tanah terkuras.
d.      Buruknya infrastruktur air.
e.       Banyaknya infrastruktur alami yang terabaikan, yaitu berkurangnya tanaman atau hutan.
f.    Banyaknya air yang terbuang sia-sia, misalnya karena irigasi banjir dan pendinginan basah untuk pembangkit listrik tenaga termal, dan karena pencemaran air.
g.      Penetapan harga air yang tidak tepat

3. Pemanasan global dan perubahan iklim

Pemanasan global
Sumber: Kompasiana.com

Saat ini sudah dapat diamati tanda-tanda pemanasan global di mana-mana, misalnya:
a. Mencairnya es di antartika meningkat 6 kali lipat selama 4 dekade terakhir (Kompas.com, 16/1/2019)
b. Pada 26 sampai 27 November 2018, 23 ribu kelelawar mati di Australia mati akibat gelombang panas. Hal seperti ini belum pernah terjadi di Australia bagian utara sejak manusia bermukim di sana. Peneliti Dr Justin Welbergen, seorang ahli ekologi, menyebut peristiwa ini sebagai penanda bahaya untuk perubahan iklim. (Kompas, 17/1/2019)
c. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai panel ilmiah internasional yang menangani pemanasan global, telah menemukan bahwa kandungan panas lautan meningkat dan lautan memanas sekitar 40 persen lebih cepat dari perkiraan sebelumnya (Kompas.com, 12/1/2019). Padahal, pemanasan lautan adalah indikator perubahan iklim yang sangat penting.
d. Rachmat Witoelar, yang pada saat itu (2009) menjabat sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa iklim sudah berubah dan suhu bumi meningkat. Pergantian musim sudah tidak jelas. Musim hujan kering, musim kering hujan. Itu adalah salah satu akibat perubahan iklim.

 Dampak pemanasan global
Sumber: learniseasy.com


Di Indonesia sendiri, kondisinya teramati pada hal-hal seperti dalam contoh berikut: 

            1.    Pengeringan air di Pulau Sapi semakin cepat dan cuacanya semakin panas.

2.    Di Pulau Barrang Lompo musim hujan semakin terlambat, cuaca semakin panas, dan angin Timur semakin kencang.
3.    Yogyakarta juga merasakan efek terlambatnya hujan dan cuaca yang semakin panas, kondisi lebih kering, dan pola tanam berubah. Bahkan, tebu pun mengalami kekeringan.
4.    Debit air baku Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mangkaluku (PDAMTM) Palopo, Sulawesi Selatan, terus menyusut. Penyusutan terjadi hingga 80 persen akibat musim kemarau.
5.    Sebanyak 28 titik sumur artesis yang dimiliki PDAM Tirtawening, Bandung sebagian besar sudah mati. Hanya beberapa yang masih aktif, dengan debit air terus menurun.
(BBC Indonesia, 26/11/2009; Kompas.com, 12/10/2018, Kompas.com, 14/10/2018)
Dan masih banyak lagi yang semacam ini.
 
Krisis air bersih
Sumber:  Jabarekspres.com

 Semakin panasnya bumi saat ini menunjukkan bahwa matahari sangat potensial digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik. Sementara itu, teknologi rendah emisi lainnya seperti nuklir, bioenergi, panas matahari dan panas bumi mempunyai pangsa pasar kecil. Sedangkan pembangkit listrik tenaga air mungkin hanya potensial pada beberapa area, mungkin juga menjadi tidak potensial sama sekali. Hal itu karena selain cadangan air sudah menipis, peningkatan suhu bumi hanya akan memicu hujan lebat dan banjir pada kawasan yang lebih basah.


PLTU, Sumber Energi yang Mendominasi Indonesia Saat Ini

PLTU
Sumber: Liputan6.com

Sebagian besar pembangkit listrik di tanah air didominasi oleh energi tenaga uap yang berbahan dasar batu bara. Namun, penggunaan PLTU memiliki beberapa kerugian/kelemahan, yaitu:
1.    Proses start lama.
2.    Proses pembangunan lama.
3.    Membutuhkan lahan yang luas.
4.    Sangat tergantung pada pasokan bahan bakar.
5.    Batubara merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
6.    Pembakaran batubara menghasilkan campuran banyak zat kimia berbahaya yang dapat merusak kesehatan seperti sulphur dioxide. Banyak korban bisa berjatuhan akibat penyakit pernapasan jika pembakaran batubara tidak terkontrol.
7.    Ekstraksi batubara memerlukan biaya dan investasi yang mahal.
8.    Tidak dapat dioperasikan (start) tanpa pasokan listrik dari luar.
9.    PLTU menghasilkan banyak gas rumah kaca.
10.    Emisi gas buang tidak ramah lingkungan (biasanya untuk bahan bakar batubara atau residu).
11. Memerlukan tersedianya air pendingin yang sangat banyak dan kontinyu, sehingga biasanya ditempatkan di daerah yang dekat dengan sumber air yang melimpah.
12.    Penambangan batubara berbahaya dan dapat merusak lingkungan
13.    PLTU tidak ramah terhadap fauna di sekitar pembangkit.
14.    PLTU menghasilkan limbah yang dapat mencemari perairan di sekitar pembangkit.
15.    Fondasi berat.

Dari uraian di atas, penggunaan PLTU sebagai sumber energi ternyata memiliki banyak kekurangan. Sehingga, diperlukan sumber energi lain sebagai pendukungnya. Apalagi, dengan kondisi bumi yang sedang mengalami pemanasan global, PLTU yang menghasilkan banyak gas rumah kaca terdengar kurang sesuai.

Sumber: Hijauku.com

Jika kita merujuk pada pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, terdapat 4 strategi Indonesia di dalam menekan pemanasan global. Strategi tersebut sekaligus mendukung tercapainya sustainable development goal 2030. Strategi-strategi yang dimaksud adalah:
1.    Mencegah deforestasi dan melakukan reforestasi atau penanaman kembali hutan.
2.    Mencegah deforestasi dan melakukan reforestasi atau penanaman kembali hutan.
3.    Memperbaiki produktivitas pertanian tanpa harus memperluas lahan.
4.    Mendorong energi terbarukan dan konservasi energi.


Matahari sebagai Sumber Energi Terbarukan

Meningkatnya suhu, salah satu dampak pemanasan global 
Sumber: ulyadays.com

Sinar matahari terdapat dalam jumlah sangat berlimpah di alam. Adanya tren peningkatan suhu dari tahun ke tahun pun semakin membuat penggunaannya potensial sebagai sumber energi listrik. Energi matahari (surya) bisa membantu mencegah perubahan iklim. Sayangnya, belum banyak pengusaha yang memanfaatkannya menjadi listrik. Padahal, pembangkit listrik tenaga surya telah menjadi pembangkit listrik favorit di dunia. Data global menunjukkan kapasitas panel surya (solar photovoltaic) dipasang lebih banyak dibanding teknologi pembangkit listrik lainnya.

Di seluruh dunia, sekitar 73 gigawatt listrik dihasilkan dari panel surya yang dipasang pada 2016. Energi angin menempati posisi kedua (55 GW), batu bara tergeser pada peringkat ketiga (52 GW), diikuti oleh gas (37 GW), dan tenaga air (28 GW).


Porsi energi terbarukan masih relatif kecil dalam bauran energi kita. Hanya 7% dari total dan harapannya pada tahun 2025 bisa ditingkatkan sampai 23%. Sedangkan untuk PLTS sendiri, hingga tahun 2016, hanya menyumbang sampai 0,026 % saja dari total kapasitas pembangkit listrik. Hingga tahun tersebut, baru terdapat 9 produsen panel surya (solar panel).

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah telah mewajibkan pemanfaatan sel surya minimum 25 persen dari luas atap bangunan mewah, kompleks perumahan, dan apartemen, dan 30 persen dari atap bangunan pemerintah. Namun, hingga kini, ketentuan tersebut belum bisa berjalan secara optimal.

Setidaknya terdapat beberapa keuntungan PLTS/panel surya, yaitu:
1.    Di seluruh dunia listrik dari tenaga surya dan instalasi baru sekarang lebih murah daripada listrik dari tenaga batu bara, gas atau nuklir.
2.    Panel surya dapat mengurangi pemakaian listrik PLN hingga 80 persen.
3.  Matahari memancarkan energi 1.000 kali lipat lebih besar daripada energi yang dibutuhkan di seluruh dunia.
4.    Mampu menutupi kebutuhan energi secara global dan membatasi pemanasan global.
5.    Indonesia merupakan negara tropis dengan sinar matahari melimpah sepanjang tahun.
Berdasarkan letak geografis yang strategis, hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan PLTS dengan daya rata-rata mencapai 4kWh/m2. Kawasan barat Indonesia memiliki distribusi penyinaran sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10% sementara kawasan timur Indonesia berpotensi penyinaran sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Hal ini perlu dimanfaatkan dengan baik dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di berbagai daerah yang berpotensi di seluruh kawasan Indonesia.
6.    Dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah terpencil/tertinggal.
7.    Proses instalasi cepat.
8.    Dibandingkan sumber listrik lainnya, panel surya memiliki energi yang sangat bersih. Panel surya mampu menyerap radiasi UV dari matahari sehingga tidak menghasilkan emisi sedikit pun.
9.    Panel surya tidak menimbulkan polusi suara.
10.    Keandalan panel surya sudah dibuktikan selama lebih dari 50 tahun. Andal dalam berbagai kondisi ekstrim.
11.    Dapat mendukung arsitektur modern karena desainnya sangat modern dan futuristik.
12.    Membantu menekan produksi karbondioksida di udara, penyebab terjadinya efek rumah kaca.
13.    Berpotensi mengubah air hujan menjadi listrik, seperti panel surya yang terdapat di Tiongkok.
14.    Konsumen pemilik rooftop panel surya dapat menjual listrik yang dihasilkannya ke PLN, dengan tata kelola harga yang diatur dalam peraturan penggunaan rooftop panel surya. Misalnya, saat siang tidak pakai lampu dan AC, karena orangnya pergi, listriknya dijual ke PLN, malam dia beli lagi ke PLN.

Namun, PLTS/panel surya juga memiliki tantangan, misalnya:
1.        Investasi awal yang dibutuhkan sangat besar.
2.        Selama ini, kendala terbesar dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)— sebagian besar dibangun di Indonesia bagian timur— dari segi pemeliharaan. Pembangkit ini critical point-nya pada baterai. Banyak PLTS setelah dibangun dan dipakai baterai rusak.
3.        Industri komponen PLTS belum berkembang hingga masih impor.
4.        Pemerintah harus menyiapkan sumber daya manusia sebagai tenaga ahli dan terampil. Harus ada riset nasional pengembangan dan dana pendidikan yang cukup untuk industri ini.
5.        PLTS tidak stabil dalam menghasilkan energi listrik sehingga membutuhkan perlakuan khusus untuk dapat memasukannya dalam sistem dan jaringan listrik PLN. 
6.        Terbatasnya kemampuan sistem penyerapan listrik dari PLTS.
7.        Hampir sebagian besar teknologi terbarukan masih diimpor dari luar negeri dan masih sangat sedikit industri yang membantu pengembangan energi terbarukan.
8.        Dibutuhkan lahan yang sangat luas di dalam penerapannya.
9.        Kualitas sinar matahari di Indonesia yang tidak sebesar negara Arab.
10.    Tarif energi terbarukan masih lebih mahal karena biaya investasi teknologinya yang tinggi. Akibatnya, energi terbarukan sulit bersaing dengan energi fosil yang masih disubsidi.
11.    PLTS Indonesia saat ini yang masih memakai sistem manual dalam pengoperasiannya. Jadi, jika sinar matahari tertutup awan, sistem listrik akan terputus. Untuk menangani hal ini dibutuhkan sistem listrik smart grid.
12.    Dipengaruhi oleh cuaca, kondisi malam hari, dan kondisi alat (apakah tertutup debu atau lainnya).
Jika kondisi mendung misalnya, turbin engineering akan digunakan untuk menyimpan listrik. Jadi, kalau tidak ada matahari bisa dikombinasi dengan gas. Yang dibutuhkan hanya lahan, tidak perlu tower dan tidak ada polusi.



Sumber:
https://wri-indonesia.org/id/blog/7-alasan-kita-menghadapi-krisis-air-global
http://lipi.go.id/lipimedia/Indonesia-Negeri-Tropis-Tapi-Krisis-Air-Bersih-di-Kawasan-Pesisir-Terjadi/20218
https://regional.kompas.com/read/2018/10/12/16553951/debit-air-menyusut-80-persen-warga-terancam-krisis-air-bersih
http://www.trt.net.tr/melayu/dunia/2018/03/23/sekjen-pbb-peringatkan-terjadinya-krisis-air-bersih-di-dunia-935684
http://www.satuenergi.com/2015/03/keuntungan-dan-kerugian-pltu.html
http://fariz-pembangkitlistrik.blogspot.com/2011/12/keunggulan-dan-kelemahan-pltu.html
http://alfitrafuja.blogspot.com/2015/11/jenis-jenis-pembangkit-listrik-beserta.html
https://www.jawapos.com/dw/17/12/2018/begini-strategi-indonesia-menekan-pemanasan-global
http://aceh.tribunnews.com/2019/01/16/dampak-pemanasan-global-bumi-terancam-diterjang-sejumlah-bencana-sekaligus?page=2.
https://www.dw.com/id/teknik-panel-surya-termodern-makin-efisien-dan-cantik/av-46916663
https://www.youtube.com/watch?v=wo3_7dD1HLQ
https://www.dekoruma.com/artikel/69203/apa-itu-panel-surya
https://theconversation.com/tenaga-surya-kini-sumber-listrik-terpopuler-di-dunia-84307
https://www.mongabay.co.id/2016/11/29/pengembangan-listrik-tenaga-surya-masih-terkendala-mengapa/
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/10/10/pgdqak370-biaya-produksi-jadi-tantangan-penggunaan-energi-surya
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/28/160220126/peningkatan-energi-terbarukan-tantangan-besar-bagi-indonesia
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/03/174431226/pln-penggunaan-rooftop-panel-surya-cukup-bagus-tetapi
http://wow.tribunnews.com/2018/03/07/berkat-panel-surya-yang-terjangkau-dari-china-masyarakat-australia-kini-swadaya-energi-listrik?page=3
https://finance.detik.com/energi/d-3194891/mengenal-lebih-dekat-panel-surya-penghasil-listrik-di-china
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180904180857-85-327621/pasang-panel-surya-pemerintah-diminta-beri-pinjaman-warga
https://icare-indonesia.org/kajian-potensi-energi-surya-di-indonesia-2/
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/16/164127926/esdm-pemanfaatan-sumber-energi-surya-di-indonesia-masih-sangat-kecil