Sinar matahari
Sumber: Aktual.com
Disadari
atau tidak, kita sudah berada pada akhir zaman. Sejak meninggalnya Nabi
Muhammad Salallahu Alaihi wa Sallam, sudah terhitung sebagai mulainya akhir
zaman. Tentu saja semakin ke sini (tahun 2019 dan seterusnya) semakin mendekati
akhir, otomatis pula semakin mendekati kiamat.
Bagi
umat muslim, mungkin sudah tidak asing dengan tanda-tanda akhir zaman yang di
antaranya berupa:
1. Mengeringnya
air danau Tiberias (sekarang sudah hampir kering sepenuhnya)
2. Mengeringnya
mata air Zaghar (sekarang sudah hampir kering sepenuhnya)
3. Terjadinya
3 tahun kemarau berat menjelang kemunculan Dajjal
Satu tahun pertama
menjelang Dajjal keluar 1/3 air dari langit Allah tahan, 1/3 tanam-tanaman dan
hewan-hewan ternak yang bisa dimakan di muka bumi Allah biarkan mati. Tahun ke
dua menjelang Dajjal keluar 2/3 air dari langit Allah tahan dan 2/3 tanam-tanaman
dan hewan-hewan ternak yang bisa dimakan di muka bumi Allah biarkan mati. Tahun
di mana Dajjal keluar sama sekali air tidak turun dari langit serta cuaca dan
iklim sangat panas.
Sebagai informasi tambahan, menurut
Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Rachmat Fajar Lubis, 80 persen air yang ada di bumi ini berasal dari
hujan.
Bagi
umat non muslim bisa melihat tanda-tanda lain secara umum bahwa dunia sudah
semakin kekeringan, contohnya:
1. Glasier
Tianshan di Cina sudah semakin banyak yang mencair.
Glasier Tianshan
Sumber: Greenpeace
2. Terjadinya
krisis air global
CNN Indonesia
(15/3/2019) mengutip berita dari CBN News (14/3/2019) menyatakan, Bank Dunia
dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan bahwa dunia terancam
mengalami krisis air global. Laporan bersama Bank Dunia dan PBB menyatakan saat
ini 40 persen populasi dunia mengalami kelangkaan air.
Laporan berdasarkan hasil
penelitian selama dua tahun tersebut menyebutkan 700 juta orang terancam
menderita akibat kelangkaan air parah pada 2030. Bertajuk "An Agenda for
Water Action", dokumen tersebut merupakan kumpulan hasil panel tinggi tentang
air.
"Ekosistem basis
kehidupan - keamanan pangan, keberlanjutan energi, kesehatan masyarakat,
pekerjaan, kota - semua terancam karena bagaimana air sekarang dikelola,"
kata Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim.
Senada dengan itu, Sekretaris
Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga memperingatkan terjadinya krisis air global. Menurut
Guterres, "Hari ini, 40 persen orang-orang di dunia dilanda masalah
kelangkaan air; 80 persen air limbah dibuang ke lingkungan, dan lebih dari 90
persen bencana terkait dengan air. Lebih dari dua miliar orang kekurangan akses
air bersih, dan lebih dari 4,5 miliar orang tidak memiliki layanan sanitasi
yang memadai,” urainya.
Krisis air global
Sumber: Otoritasnews.co.id
Setidaknya terdapat 7
penyebab terjadinya krisis air global, yaitu:
a. Perubahan
iklim menyebabkan kekeringan di daerah kering dan menyebabkan meningkatnya
curah hujan yang semakin tidak menentu dan ekstrim di daerah lainnya.
b. Meningkatkan
populasi penduduk dan pendapatan menyebabkan permintaan air bertambah.
c. Air
tanah terkuras.
d. Buruknya
infrastruktur air.
e. Banyaknya
infrastruktur alami yang terabaikan, yaitu berkurangnya tanaman atau hutan.
f. Banyaknya
air yang terbuang sia-sia, misalnya karena irigasi banjir dan pendinginan basah
untuk pembangkit listrik tenaga termal, dan karena pencemaran air.
g. Penetapan
harga air yang tidak tepat
3. Pemanasan global dan perubahan
iklim
Pemanasan global
Sumber: Kompasiana.com
Saat ini sudah dapat
diamati tanda-tanda pemanasan global di mana-mana, misalnya:
a.
Mencairnya es di antartika meningkat 6 kali lipat selama 4 dekade terakhir
(Kompas.com, 16/1/2019)
b.
Pada 26 sampai 27 November 2018, 23 ribu kelelawar mati di Australia mati
akibat gelombang panas. Hal seperti ini belum pernah terjadi di Australia
bagian utara sejak manusia bermukim di sana. Peneliti Dr Justin Welbergen,
seorang ahli ekologi, menyebut peristiwa ini sebagai penanda bahaya untuk
perubahan iklim. (Kompas, 17/1/2019)
c.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai panel ilmiah
internasional yang menangani pemanasan global, telah menemukan bahwa kandungan
panas lautan meningkat dan lautan memanas sekitar 40 persen lebih cepat dari
perkiraan sebelumnya (Kompas.com, 12/1/2019). Padahal, pemanasan lautan adalah
indikator perubahan iklim yang sangat penting.
d.
Rachmat Witoelar, yang pada saat itu (2009) menjabat sebagai Menteri Negara
Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa iklim sudah berubah dan suhu bumi meningkat.
Pergantian musim sudah tidak jelas. Musim hujan kering, musim kering hujan. Itu
adalah salah satu akibat perubahan iklim.
Dampak pemanasan global
Sumber: learniseasy.com
Di Indonesia sendiri, kondisinya teramati
pada hal-hal seperti dalam contoh berikut:
1. Pengeringan
air di Pulau Sapi semakin cepat dan cuacanya semakin panas.
2. Di
Pulau Barrang Lompo musim hujan semakin terlambat, cuaca semakin panas, dan
angin Timur semakin kencang.
3. Yogyakarta
juga merasakan efek terlambatnya hujan dan cuaca yang semakin panas, kondisi
lebih kering, dan pola tanam berubah. Bahkan, tebu pun mengalami kekeringan.
4. Debit
air baku Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mangkaluku (PDAMTM) Palopo, Sulawesi
Selatan, terus menyusut. Penyusutan terjadi hingga 80 persen akibat musim
kemarau.
5.
Sebanyak 28
titik sumur artesis yang dimiliki PDAM Tirtawening, Bandung sebagian besar
sudah mati. Hanya beberapa yang masih aktif, dengan debit air terus menurun.
(BBC
Indonesia, 26/11/2009; Kompas.com, 12/10/2018, Kompas.com, 14/10/2018)
Dan
masih banyak lagi yang semacam ini.
Krisis air bersih
Sumber: Jabarekspres.com
Semakin panasnya
bumi saat ini menunjukkan bahwa matahari sangat potensial digunakan sebagai
pembangkit tenaga listrik. Sementara itu, teknologi rendah emisi lainnya
seperti nuklir, bioenergi, panas matahari dan panas bumi mempunyai pangsa pasar
kecil. Sedangkan pembangkit listrik tenaga air mungkin hanya potensial pada
beberapa area, mungkin juga menjadi tidak potensial sama sekali. Hal itu karena
selain cadangan air sudah menipis, peningkatan suhu bumi hanya akan memicu
hujan lebat dan banjir pada kawasan yang lebih basah.
PLTU, Sumber Energi
yang Mendominasi Indonesia Saat Ini
PLTU
Sumber: Liputan6.com
Sebagian besar
pembangkit listrik di tanah air didominasi oleh energi tenaga uap yang berbahan
dasar batu bara. Namun, penggunaan PLTU memiliki beberapa kerugian/kelemahan,
yaitu:
1. Proses
start lama.
2. Proses
pembangunan lama.
3. Membutuhkan
lahan yang luas.
4. Sangat
tergantung pada pasokan bahan bakar.
5. Batubara
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
6. Pembakaran
batubara menghasilkan campuran banyak zat kimia berbahaya yang dapat merusak
kesehatan seperti sulphur dioxide. Banyak korban bisa berjatuhan akibat
penyakit pernapasan jika pembakaran batubara tidak terkontrol.
7. Ekstraksi
batubara memerlukan biaya dan investasi yang mahal.
8. Tidak
dapat dioperasikan (start) tanpa pasokan listrik dari luar.
9. PLTU
menghasilkan banyak gas rumah kaca.
10. Emisi
gas buang tidak ramah lingkungan (biasanya untuk bahan bakar batubara atau
residu).
11. Memerlukan
tersedianya air pendingin yang sangat banyak dan kontinyu, sehingga biasanya
ditempatkan di daerah yang dekat dengan sumber air yang melimpah.
12. Penambangan
batubara berbahaya dan dapat merusak lingkungan
13. PLTU
tidak ramah terhadap fauna di sekitar pembangkit.
14. PLTU
menghasilkan limbah yang dapat mencemari perairan di sekitar pembangkit.
15. Fondasi
berat.
Dari uraian di
atas, penggunaan PLTU sebagai sumber energi ternyata memiliki banyak
kekurangan. Sehingga, diperlukan sumber energi lain sebagai pendukungnya.
Apalagi, dengan kondisi bumi yang sedang mengalami pemanasan global, PLTU yang
menghasilkan banyak gas rumah kaca terdengar kurang sesuai.
Sumber: Hijauku.com
Jika kita
merujuk pada pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang
Brodjonegoro, terdapat 4 strategi Indonesia di dalam menekan pemanasan global.
Strategi tersebut sekaligus mendukung tercapainya sustainable development goal
2030. Strategi-strategi yang dimaksud adalah:
1. Mencegah
deforestasi dan melakukan reforestasi atau penanaman kembali hutan.
2. Mencegah
deforestasi dan melakukan reforestasi atau penanaman kembali hutan.
3. Memperbaiki
produktivitas pertanian tanpa harus memperluas lahan.
4. Mendorong
energi terbarukan dan konservasi energi.
Matahari sebagai Sumber
Energi Terbarukan
Meningkatnya suhu, salah satu dampak pemanasan global
Sumber: ulyadays.com
Sinar matahari
terdapat dalam jumlah sangat berlimpah di alam. Adanya tren peningkatan suhu
dari tahun ke tahun pun semakin membuat penggunaannya potensial sebagai sumber
energi listrik. Energi matahari (surya) bisa membantu mencegah perubahan iklim.
Sayangnya, belum banyak pengusaha yang memanfaatkannya menjadi listrik.
Padahal, pembangkit listrik tenaga surya telah menjadi pembangkit listrik
favorit di dunia. Data global menunjukkan kapasitas panel surya (solar
photovoltaic) dipasang lebih banyak dibanding teknologi pembangkit listrik
lainnya.
Di seluruh
dunia, sekitar 73 gigawatt listrik dihasilkan dari panel surya yang dipasang
pada 2016. Energi angin menempati posisi kedua (55 GW), batu bara tergeser pada
peringkat ketiga (52 GW), diikuti oleh gas (37 GW), dan tenaga air (28 GW).
Porsi energi
terbarukan masih relatif kecil dalam bauran energi kita. Hanya 7% dari total
dan harapannya pada tahun 2025 bisa ditingkatkan sampai 23%. Sedangkan untuk
PLTS sendiri, hingga tahun 2016, hanya menyumbang sampai 0,026 % saja dari
total kapasitas pembangkit listrik. Hingga tahun tersebut, baru terdapat 9
produsen panel surya (solar panel).
Berdasarkan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi
Nasional (RUEN), pemerintah telah mewajibkan pemanfaatan sel surya minimum 25
persen dari luas atap bangunan mewah, kompleks perumahan, dan apartemen, dan 30
persen dari atap bangunan pemerintah. Namun, hingga kini, ketentuan tersebut
belum bisa berjalan secara optimal.
Setidaknya terdapat beberapa
keuntungan PLTS/panel surya, yaitu:
1. Di
seluruh dunia listrik dari tenaga surya dan instalasi baru sekarang lebih murah
daripada listrik dari tenaga batu bara, gas atau nuklir.
2. Panel
surya dapat mengurangi pemakaian listrik PLN hingga 80 persen.
3. Matahari
memancarkan energi 1.000 kali lipat lebih besar daripada energi yang dibutuhkan
di seluruh dunia.
4. Mampu
menutupi kebutuhan energi secara global dan membatasi pemanasan global.
5. Indonesia
merupakan negara tropis dengan sinar matahari melimpah sepanjang tahun.
Berdasarkan letak
geografis yang strategis, hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi untuk
dikembangkan PLTS dengan daya rata-rata mencapai 4kWh/m2. Kawasan barat
Indonesia memiliki distribusi penyinaran sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi
bulanan 10% sementara kawasan timur Indonesia berpotensi penyinaran sekitar 5,1
kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Hal ini perlu dimanfaatkan
dengan baik dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di
berbagai daerah yang berpotensi di seluruh kawasan Indonesia.
6. Dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah
terpencil/tertinggal.
7. Proses
instalasi cepat.
8. Dibandingkan
sumber listrik lainnya, panel surya memiliki energi yang sangat bersih. Panel
surya mampu menyerap radiasi UV dari matahari sehingga tidak menghasilkan emisi
sedikit pun.
9. Panel
surya tidak menimbulkan polusi suara.
10. Keandalan
panel surya sudah dibuktikan selama lebih dari 50 tahun. Andal dalam berbagai
kondisi ekstrim.
11. Dapat
mendukung arsitektur modern karena desainnya sangat modern dan futuristik.
12. Membantu
menekan produksi karbondioksida di udara, penyebab terjadinya efek rumah kaca.
13. Berpotensi
mengubah air hujan menjadi listrik, seperti panel surya yang terdapat di
Tiongkok.
14. Konsumen
pemilik rooftop panel surya dapat menjual listrik yang dihasilkannya ke PLN,
dengan tata kelola harga yang diatur dalam peraturan penggunaan rooftop panel
surya. Misalnya, saat siang tidak pakai lampu dan AC, karena orangnya pergi,
listriknya dijual ke PLN, malam dia beli lagi ke PLN.
Namun, PLTS/panel surya juga
memiliki tantangan, misalnya:
1.
Investasi awal
yang dibutuhkan sangat besar.
2.
Selama ini,
kendala terbesar dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)— sebagian besar
dibangun di Indonesia bagian timur— dari segi pemeliharaan. Pembangkit ini
critical point-nya pada baterai. Banyak PLTS setelah dibangun dan dipakai
baterai rusak.
3.
Industri
komponen PLTS belum berkembang hingga masih impor.
4.
Pemerintah harus
menyiapkan sumber daya manusia sebagai tenaga ahli dan terampil. Harus ada
riset nasional pengembangan dan dana pendidikan yang cukup untuk industri ini.
5.
PLTS tidak
stabil dalam menghasilkan energi listrik sehingga membutuhkan perlakuan khusus
untuk dapat memasukannya dalam sistem dan jaringan listrik PLN.
6.
Terbatasnya
kemampuan sistem penyerapan listrik dari PLTS.
7.
Hampir sebagian
besar teknologi terbarukan masih diimpor dari luar negeri dan masih sangat
sedikit industri yang membantu pengembangan energi terbarukan.
8.
Dibutuhkan lahan
yang sangat luas di dalam penerapannya.
9.
Kualitas sinar
matahari di Indonesia yang tidak sebesar negara Arab.
10. Tarif
energi terbarukan masih lebih mahal karena biaya investasi teknologinya yang
tinggi. Akibatnya, energi terbarukan sulit bersaing dengan energi fosil yang
masih disubsidi.
11. PLTS
Indonesia saat ini yang masih memakai sistem manual dalam pengoperasiannya.
Jadi, jika sinar matahari tertutup awan, sistem listrik akan terputus. Untuk
menangani hal ini dibutuhkan sistem listrik smart grid.
12. Dipengaruhi
oleh cuaca, kondisi malam hari, dan kondisi alat (apakah tertutup debu atau
lainnya).
Jika kondisi mendung
misalnya, turbin engineering akan digunakan untuk menyimpan listrik. Jadi,
kalau tidak ada matahari bisa dikombinasi dengan gas. Yang dibutuhkan hanya
lahan, tidak perlu tower dan tidak ada polusi.
Sumber:
https://wri-indonesia.org/id/blog/7-alasan-kita-menghadapi-krisis-air-global
http://lipi.go.id/lipimedia/Indonesia-Negeri-Tropis-Tapi-Krisis-Air-Bersih-di-Kawasan-Pesisir-Terjadi/20218
https://regional.kompas.com/read/2018/10/12/16553951/debit-air-menyusut-80-persen-warga-terancam-krisis-air-bersih
http://www.trt.net.tr/melayu/dunia/2018/03/23/sekjen-pbb-peringatkan-terjadinya-krisis-air-bersih-di-dunia-935684
http://www.satuenergi.com/2015/03/keuntungan-dan-kerugian-pltu.html
http://fariz-pembangkitlistrik.blogspot.com/2011/12/keunggulan-dan-kelemahan-pltu.html
http://alfitrafuja.blogspot.com/2015/11/jenis-jenis-pembangkit-listrik-beserta.html
https://www.jawapos.com/dw/17/12/2018/begini-strategi-indonesia-menekan-pemanasan-global
http://aceh.tribunnews.com/2019/01/16/dampak-pemanasan-global-bumi-terancam-diterjang-sejumlah-bencana-sekaligus?page=2.
https://www.dw.com/id/teknik-panel-surya-termodern-makin-efisien-dan-cantik/av-46916663
https://www.youtube.com/watch?v=wo3_7dD1HLQ
https://www.dekoruma.com/artikel/69203/apa-itu-panel-surya
https://theconversation.com/tenaga-surya-kini-sumber-listrik-terpopuler-di-dunia-84307
https://www.mongabay.co.id/2016/11/29/pengembangan-listrik-tenaga-surya-masih-terkendala-mengapa/
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/10/10/pgdqak370-biaya-produksi-jadi-tantangan-penggunaan-energi-surya
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/28/160220126/peningkatan-energi-terbarukan-tantangan-besar-bagi-indonesia
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/03/174431226/pln-penggunaan-rooftop-panel-surya-cukup-bagus-tetapi
http://wow.tribunnews.com/2018/03/07/berkat-panel-surya-yang-terjangkau-dari-china-masyarakat-australia-kini-swadaya-energi-listrik?page=3
https://finance.detik.com/energi/d-3194891/mengenal-lebih-dekat-panel-surya-penghasil-listrik-di-china
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180904180857-85-327621/pasang-panel-surya-pemerintah-diminta-beri-pinjaman-warga
https://icare-indonesia.org/kajian-potensi-energi-surya-di-indonesia-2/
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/16/164127926/esdm-pemanfaatan-sumber-energi-surya-di-indonesia-masih-sangat-kecil