Upaya
Penjajahan terhadap Indonesia pada Zaman Dahulu
Penjajahan di Indonesia
Sumber: Galena.co.id
Jika
membuka kembali lembaran-lembaran sejarah, kita akan menemukan berkali-kali
bangsa lain berusaha menjajah Indonesia. Tidak hanya bangsa Eropa, juga ada
bangsa Asia. Tercatat setidaknya Portugis, Spanyol, Inggris, Perancis, Belanda,
dan Jepang pernah berusaha menguasai negeri ini. Mereka datang dengan motif 3G,
yaitu Gold (kekayaan dan keuntungan), Gospel (menyebarkan agama), dan Glory (kejayaan,
superioritas, dan kekuasaan). Di antara semuanya, konon yang terlama adalah
Belanda. Bangsa kulit putih ini berusaha menjajah Indonesia hingga sekitar 3,5
abad lamanya. Lama, bukan?
Terlepas
dari perbedaan pendapat apakah bangsa Indonesia sudah dijajah ataukah baru
berusaha dijajah, serta apakah Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun, 126
tahun, ataukah hanya 4 tahun. Poin penting di sini adalah peristiwa-peristiwa
tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama. Selain membutuhkan waktu yang
lama, upaya penjajahan itu juga banyak membuang tenaga dan biaya. Serta, jangan
lupakan pula banyaknya jatuh korban jiwa. Sebagai gambaran kecil, pada Perang
Diponegoro (Perang Jawa) misalnya, telah memakan korban 200 ribu orang dari
pihak Diponegoro dan sekitar 10 ribu orang dari pihak Belanda. Sedangkan
kerugian materi di pihak Belanda sebesar 20 juta gulden. Itu baru satu perang,
dan perang tersebut terjadi selama 5 tahun (1825-1830).
Tak
bisa dipungkiri bahwa perang selalu membutuhkan persiapan-persiapan. Entah itu
berupa jumlah pasukan, kekuatan pasukan, alat-alat dan strategi perang yang
digunakan, biaya-biaya, maupun lainnya. Di dalam perang dengan Belanda,
terdapat suatu strategi mereka yang terkenal, yaitu politik devide et impera
(politik adu domba). Dengan politik ini Belanda cukup berhasil memecah belah
persatuan di nusantara, yang pada waktu itu masih terdiri atas
kerajaan-kerajaan.
Hoax
sebagai Alat Perang dan Adu Domba
Sumber: rmolbanten.com
Hoax
(berita bohong/palsu) merupakan salah satu alat perang dan adu domba juga. Hoax
sudah ada sejak zaman dahulu, walaupun masih secara manual/real/tidak melalui
internet. Bahkan, hoax telah berhasil menyebabkan perang dunia ke dua, konflik
Suriah, perang saudara di Timur Tengah, penggulingan rezim Khadaffi, dan masih
banyak lagi. Bahayanya sangat dahsyat dan mengerikan.
Bagaimana
dengan saat ini? Seiring dengan perkembangan teknologi, hoaks pun merambah
melalui dunia maya. Setelah menjadi cyber hoax, kecepatannya semakin
meningkat, kerusakan pun semakin meningkat, sedangkan tenaga dan biaya bisa
ditekan. Bahkan, cyber hoax ini bisa dilakukan hanya oleh 1 orang. Artinya,
dengan satu orang membuat dan menyebarkan hoaks melalui dunia maya, bisa
menimbulkan perang. Dua pihak atau lebih bisa diadu domba dengan mudah,
sekaligus dilenyapkan. Sementara itu, oknum-oknum di belakang hoaks ini (di
balik layar) bisa tetap “bersih” atau malah “cuci tangan”. Mereka tidak selalu
bisa ditemukan.
Yuval
Noah Harari di dalam bukunya 21 Lessons for the 21st Century mengatakan,
algoritma big data mampu menyebabkan kediktatoran digital, yang mana semua
kekuatan akan terkonsentrasi pada sekelompok kecil elit, yang menyebabkan
mayoritas orang menderita karena irelevansi/ketidakrelevanan.
Dengan
kata lain, jika penguasa media/sekelompok elit tadi menyebarkan hoaks atau
semacamnya, itu lebih mudah bagi mereka. Di tengah derasnya arus informasi
digital, dan kebebasan masyarakat dalam menulis dan mencari informasi melalui
dunia maya, membedakan mana yang hoaks dan tidak itu susah. Begitupun
menanggulangi bahayanya. Ketika satu orang saja termakan oleh hoaks, lalu
menggerakkan massa, maka musibah pun terjadi.
Di
Indonesia sendiri, hoaks semakin gencar bermunculan saat masa
kampanye/menjelang pemilu. Untuk pemilu 2019 ini, hoaks yang muncul terutama
berupa cyber hoax. Hoaks yang tersebar tersebut terutama terkait dengan
pemilu itu sendiri dan kandidat-kandidatnya (capres dan cawapresnya). Sudah
lama pemilu di negara ini rusuh dan diwarnai hal-hal semacam itu. Kita tentu
ingin hal itu berakhir. Setiap pemilu akan berlangsung damai. Tak ada kerusuhan
atau pertengkaran antar kubu/paslon. Tak ada saling nyinyir, saling
menjelekkan, apalagi saling menebar hoaks. Karena bagaimanapun juga, pemilu
serta kepercayaan terhadap capres, cawapres, dan para caleg sangat penting bagi
keberlanjutan pembangunan nasional di Indonesia.
Mengingat
betapa besar bahaya hoaks ini, kita harus bersatu untuk melawannya. Telitilah
setiap informasi yang datang demi menjaga dan mempertahankan persatuan dan
kedamaian di negeri ini.
Stop
membuat dan menyebar hoaks! Cerdaslah mencerna berita!
Sumber:
https://www.brilio.net/serius/indonesia-dijajah-belanda-selama-350-126-atau-cuma-4-tahun-ya-1708167.html#
http://bangka.tribunnews.com/2018/01/11/kisah-pangeran-diponegoro-gunakan-senjata-biologis-banyak-prajurit-belanda-tewas?page=all
https://kerisnews.com/2017/11/25/perang-diponegoro-yang-membangkrutkan-kolonial/