Jam kerja
Sumber: Pixabay (by Geralt)
Bekerja
adalah suatu keharusan sebagai ikhtiar untuk mencari nafkah. Umumnya, waktu
kerja seseorang tidak bisa terbilang singkat, belum lagi ditambah lama
perjalanan dari rumah ke tempat kerja atau sebaliknya. Organisasi Buruh
Internasional (ILO) menetapkan, waktu kerja maksimal adalah 48 jam per pekan.
Sedangkan di Indonesia sendiri, Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mensyaratkan 40 jam kerja dalam sepekan. Namun, masih banyak
ditemukan orang yang bekerja berlebihan. Sudah lama perjalanan panjang (plus
ditambah jalan yang mungkin macet), waktu bekerja panjang, kemungkinan lembur
di kantor, dan masih membawa tugas kantor ke rumah, untuk dikerjakan di rumah.
Ada pula yang memiliki jam kerja panjang dengan tipe setelah pekerjaan yang
satu selesai mengerjakan pekerjaan lain sebagai tambahan (tempat kerja lain),
atau setelah kerja ikut orang pulangnya mengurusi bisnis pribadi yang
dirintisnya. Akhirnya, waktu itu seperti habis hanya untuk bekerja.
Bidang-bidang kehidupan lain tidak atau kurang tersentuh. Hidupnya menjadi
tidak seimbang. Ia menjadi nyaris seperti “robot”.
Masih
banyak di luar sana tempat kerja yang kurang manusiawi. Di hari-hari kerja
normal mereka selalu lembur, di hari libur pun tetap disuruh masuk untuk
bekerja, bahkan mungkin ke luar kota. Jangankan memikirkan orang lain,
memikirkan diri sendiri (kebutuhan untuk me time) saja tidak bisa. Hanya
tentang kerja dan kerja. Perusahaan dan berbagai tempat kerja lain masih sangat
banyak yang mementingkan dirinya sendiri dan keuntungan pribadinya. Apalagi,
dengan jam kerja panjang itu, seringkali disertai pula dengan beban kerja yang
berat, pekerjaan multitasking, under pressure, dan hal-hal
semacam itu. Itupun tidak selalu disertai dengan kompensasi yang layak. Seperti
perbudakan atau pembodohan gaya baru karena sudah zaman modern. Masih banyak
pekerja yang dipandang sebagai obyek saja dan bukan sebagai subyek. Lagipula,
tidak semua hal bisa dibeli dengan uang. Berapapun uang akan diberikan, jika
tenaga sudah tidak sanggup ya tidak akan berarti. Lebih manusiawi untuk memberi
jam istirahat atau bertemu dengan sanak keluarganya. Kesehatan atau nyawa yang
hilang belum tentu bisa kembali. Saya sering menemui pekerja over yang akhirnya
cacat, entah menjadi sakit ginjal dan harus cuci darah terus, entah
stroke dan lumpuh, entah terkena serangan jantung dan mengalami kematian
mendadak, atau lainnya. Ya, semua itu tidak bisa kembali. Kesehatan itu
sangatlah berharga. Bahkan, hasil kerja seseorang bertahun-tahun bisa habis
dalam sekejap untuk membiayai penyakit akibat workaholic (entah karena
pribadinya begitu atau karena tuntutan perusahaan). Bisa juga malah kurang.
Hasil yang tak sepadan.
Berikut
ini adalah beberapa manfaat dari jam kerja pendek:
1. Karena rentang
konsentrasi manusia pendek
Menurut K. Anders Ericson, seorang pakar
psikologi, kemampuan konsentrasi manusia hanya 4-5 jam. Jika melebihi itu hasil
pekerjaannya cenderung datar, memburuk, atau membuat mereka memiliki kebiasaan
buruk.
Berbeda dari Ericson, Leo Widrich dari
Buffer bahkan menyebutkan otak hanya mampu berfokus selama 90 hingga 120 menit,
baru kemudian istirahat selama 20 hingga 30 menit. Siklus ini bernama Ultradian
Rhythm, hadir pada waktu kita bekerja maupun tidur.
2. Karyawan
lebih bahagia dan produktif
Kelelahan bekerja
Sumber: Pixabay (by Concord90)
Ryan Carson, CEO dari perusahaan
teknologi Treehouse menilai karyawannya lebih bahagia dan produktif sejak
diterapkannya waktu bekerja 32 jam setiap pekan pada 2006. Dia menganggap
bekerja 40 jam seminggu itu tidak manusiawi dan membuat hidup tidak seimbang.
Apalagi, pendeknya rentang waktu kerja ini juga tidak membuat Treehouse sulit
mendapat untung.
Riset dari Knot juga menunjukkan hal
serupa. Knot mengatakan bahwa orang Jerman dengan waktu kerja 35 jam seminggu
merupakan manusia paling produktif sedunia. Hasil pekerjaannya pun lebih
maksimal.
Sedangkan Nikkei Asian Review menyatakan
bahwa 10 persen peningkatan terhadap jam lembur malah menurunkan 2,4 persen
produktivitas kerja di perusahaan manufaktur di Amerika.
3. Lebih
hemat waktu dan tenaga
Karena jam kerja pendek maka pekerja
harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk bekerja. Agar tidak
mengganggu waktu untuk kegiatan di luar jam kerja.
4. Terhindar
dari stres
Dengan tubuh yang sehat dan bahagia
pekerja akan terhindar dari stres. Stres dapat menyebabkan orang cepat lupa,
pekerjaan kacau, gangguan emosi, lebih lamban bekerja dan lebih lamban
merespon, mudah lelah, membuat keputusan yang tidak tepat, mudah marah, serta
mudah terserang penyakit fisik dan mental.
5. Pelayanan
akan lebih baik
Hati yang gembira, istirahat yang cukup,
dan tubuh yang lebih sehat membuat pelayanan kepada konsumen menjadi lebih
baik. Wajah bisa lebih tersenyum, kata-kata lebih santun, kecepatan pelayanan
meningkat, dan lain-lain. Kondisi ini akan berimbas pada kepuasan konsumen dan
baiknya citra perusahaan.
6. Karyawan
lebih sehat
Lelah bekerja
Sumber: Pxhere
Jam kerja pendek membuat karyawan mampu
mengatur energi dan waktu istirahatnya dengan lebih baik sehingga jarang sakit.
Karyawan yang sakit dan tidak masuk kerja itu membuat proses kerja terganggu,
beban kerja karyawan lain meningkat, dan lain-lain. Jika karyawan itu masuk
dalam keadaan sakit pun berisiko karyawan lain tertular penyakitnya (apabila
yang diderita penyakit menular).
Kurang tidur dapat menyebabkan depresi,
gangguan daya ingat, kanker, gangguan penyakit kardiovaskular, dan meningkatkan
risiko kecelakaan.
Tak jarang perusahaan/orang yang bekerja
dengan jam kerja berlebihan menderita penyakit parah, menjadi cacat, atau mati
muda. Mereka mengabaikan kondisi fisiknya dengan terus bekerja. Beberapa bahkan
memakai suplemen atau semacam doping agar tetap bisa bekerja dan bertenaga.
Akhirnya, begitu jatuh sakit langsung parah dan banyak yang berakhir cacat atau
kematian.
Kepala riset dari Australian National
University, Dr. Huong Dinh, berkata, ”Jam kerja panjang menggerogoti kesehatan
mental dan fisik seseorang, karena hanya menyisakan sedikit waktu untuk makan
dengan baik dan mengurus diri dengan benar (misalnya melewatkan waktu makan,
suka mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, merokok, dan jarang berolahraga)”. Menurutnya, batas jam kerja maksimal adalah 39
jam dalam seminggu, meskipun pria sebenarnya mampu bekerja hingga 47 jam dalam
seminggu. Sedangkan wanita idealnya hanya maksimal 34 jam dalam seminggu.
Sebuah survey terkini di Jepang
menyatakan bahwa nyaris seperempat dari seluruh perusahaan Jepang memiliki
karyawan yang bekerja lembur melebih 80 jam per bulan, tapi tidak mendapat uang
lembur. Dari perusahaan-perusahaan itu, 12 di antaranya punya karyawan yang bekerja
lembur lebih dari 100 jam per bulan.
Itu merupakan penyebab terjadinya
karoshi, yaitu kematian akibat bekerja berlebihan. Kementerian Perburuhan
Jepang mencatat kerja lembur berlebih mengakibatkan 96 pekerja tewas karena
sakit, dan 93 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri karena gangguan mental.
Misalnya Matsuri Takahashi, yang bunuh diri akibat harus lembur 150 jam dalam
sebulan. Di Indonesia sendiri ada Mita Diran, seorang pekerja periklanan yang
mati karena bekerja non stop selama 30 jam.
Bekerja berlebihan sangat buruk bagi
kesehatan. Bekerja lebih dari 40 jam seminggu dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung, fibrilasi atrium, stroke, tekanan darah tinggi, diabetes tipe
2, demensia (kepikunan), kanker, arthritis, obesitas, dan nyeri punggung bawah
(bagi yang bekerja dengan duduk). Ditambah lagi dengan meningkatnya risiko
gangguan mental dan gangguan otak, semakin memperpanjang daftar buruk dari
bekerja berlebihan.
Pada pria, bekerja lebih dari 60 jam
seminggu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, depresi, arthritis, dan
paru-paru. Sedangkan pada wanita jumlah jam kerja yang sama dapat menyebabkan
jantung, kanker, asma, arthritis, dan diabetes.
7. Karyawan
masih memiliki energi untuk melakukan aktivitas di luar jam kantor.
Kehabisan energi
Sumber: Pxhere
Sebagai manusia normal, setiap orang
memiliki berbagai kebutuhan lain selain bekerja. Jam kerja yang terlalu panjang
atau beban kerja yang berlebihan membuat porsi untuk kebutuhan lain tidak
seimbang. Akibatnya, ada sesuatu yang salah (something wrong) pada diri si
manusia tersebut.
8. Menurunkan risiko kecelakaan, baik kecelakaan kerja ataupun kecelakaan lainnya.
Ngantuk dan kelelahan yang teramat
sangat bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Sikap awas menurun, kemungkinan
untuk melakukan kesalahan dan keteledoran meningkat.
9. Menurunkan risiko
mempunyai emosi buruk, sehingga tidak mudah bertengkar/berkata-kata buruk atau kasar
kepada orang lain, baik kepada teman, customer, atau lainnya.
Hasil survei di Inggris mendapati bahwa
banyak pekerja kantor menghabiskan sebagian besar hari kerjanya dalam kondisi
kesal dengan rekan sekerja dan konflik yang terjadi sering kali memicu reaksi
yang sengit.
”Setiap minggu, ada sekitar 15 pekerja
Amerika yang dibunuh di tempat kerja,” kata majalah Business Week. Harvard
Business Review berkomentar, ”Kekerasan di tempat kerja bukanlah pokok bahasan
yang disukai para manajer. Tetapi faktanya tetap memperlihatkan bahwa setiap
tahun, ratusan karyawan menyerang atau bahkan membunuh rekan sekerja mereka.”
Di sisi lain, banyak orang mengalami
tindak kekerasan di tempat kerja yang dilakukan oleh klien atau pelanggannya.
Sebuah laporan kriminologi Australia menyatakan bahwa beberapa dokter begitu
khawatir diserang sampai-sampai mereka membawa pengawal sewaktu menerima
panggilan untuk datang ke rumah. Orang-orang lain yang berisiko diserang antara
lain adalah polisi dan guru sekolah.
10. Menurunkan
risiko kematian
Kematian bisa terjadi karena organ-organ
yang rusak karena kurang istirahat, efek buruk doping/suplemen penambah tenaga, kecelakaan, atau bunuh diri akibat
stres.
11. Menurunkan
risiko perselingkuhan dan perceraian
Jam kerja panjang membuat pasangan suami
isteri lebih jarang/sebentar bertemunya. Bisa menyebabkan kesepian atau
kekeringan dalam rumah tangga. Sebaliknya, si suami atau isteri yang bekerja
tersebut lebih lama berada di kantornya. Kemungkinan untuk terkena cinta lokasi
lebih besar. Apalagi jika pasangan kerjanya adalah lawan jenis dan hanya mereka
berdua, serta berada di ruangan yang hanya berisi mereka, maka potensi
perselingkuhan semakin besar. Perselingkuhan merupakan awal dari perceraian.
Di tempat kerja (kantor) yang memiliki
intensitas kerja tinggi (jam kerja panjang), seringkali dapat dijumpai banyak
orang yang berjodoh (cinta lokasi). Karena mereka tidak ke mana-mana.
Kehidupannya hanya seputar rumah dan kantor, jadi potensi berjodoh itu tinggi.
Selain karena partner kerja,
perselingkuhan bisa juga karena klien lawan jenis, atau karena pasangan di
rumah kesepian dan bertemu orang yang “meramaikan” hidupnya.
Mungkin juga masih ada sebab lain di
luar itu.
12. Menurunkan
risiko kriminalitas dan anak-anak nakal
Anak-anak yang kurang pengawasan
orangtua atau kekurangan waktu bersama orangtuanya, berisiko menjadi anak-anak
yang nakal, suka mencari perhatian (caper), atau melakukan perbuatan kriminal.
Lagipula, betapapun baiknya orang lain di dalam mendampingi anak tersebut,
kasih sayang dan kehadiran orangtuanya lebih dibutuhkan/diharapkan.
13. Meningkatkan
keamanan keluarga di rumah
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
menyatakan angka kekerasan terhadap anak terus meningkat sejak tahun 2011. Hingga
Juni 2015 kekerasan terhadap anak melonjak lebih dari 20 persen. Mayoritas
pelaku bahkan didominasi orang-orang dekat dengan korban. (m.viva.co.id, 30
Juni 2015)
Dengan mengurangi jam kerja orangtua
diharapkan orangtua bisa segera mengambil alih kembali pengasuhan anak dari
orang lain (misal pembantu) dan membangun kedekatan dengan anak. Diasuh oleh
orang lain, meski orang terdekat sekalipun tidak akan sama dengan diasuh
sendiri oleh orangtuanya. Kita tidak akan tahu apakah mereka melakukan
kekerasan atau tidak terhadap anak kita, tidak tahu apa saja yang diajarkan
mereka/dicontoh oleh anak darinya, dan kita tidak bisa mengontrol kegiatan anak
lebih banyak. Apa saja yang dilakukan anak, siapa teman bermain anak, apa saja
yang menimpanya, dan sebagainya.
14. Meningkatkan
kesuburan wanita
Wanita dengan jam kerja panjang harus
waspada, pasalnya pada wanita yang bekerja lembur (shift malam) atau melakukan
pekerjaan berat telurnya lebih sedikit dan kurang subur. Di dalam jurnal Occupational
and Environmental Medicine, peneliti mengatakan bahwa wanita dengan pekerjaan
yang menuntut fisik cadangan telurnya lebih rendah dibanding yang tidak rutin
harus mengangkat beban berat. Selain cadangan telurnya lebih rendah, jumlah
telurnya juga lebih rendah, bahkan cenderung semakin sedikit bila mereka
bekerja malam, atau mendapatkan shift malam.
Kecenderungan semakin meningkat jika
wanita tersebut berusia di atas 37 tahun dan memiliki berat badan berlebih. Selain
itu, proses kematian telur semakin cepat akibat beberapa faktor, salah satunya
adalah merokok.
Namun, penelitian ini dianggap lemah
oleh ahli lainnya, karena selain sampelnya kecil (di bawah 500) bisa juga
kondisi tersebut karena wanita yang bekerja malam dan berat berasal dari
golongan menengah ke bawah, sehingga kondisi sosial dan pola asupan berbeda
dengan orang kantoran.
15. Menurunkan
risiko pemakaian narkoba (NAPZA) dan mungkin juga minuman keras (miras)
Biasanya narkoba digunakan untuk menenangkan, membahagiakan/menambah energi, menghilangkan stres
(pelarian), atau lainnya. Dengan tidak memiliki alasan tersebut, maka risiko pemakaian juga akan menurun.
Bersemangat kerja
Sumber: Flickr.com
Di
dunia, tercatat beberapa negara mempunyai jam kerja pendek. Apakah hal itu
berarti buruk? Tidak juga. Belanda (bekerja maksimal 29 jam seminggu) dan
Jerman (bekerja maksimal 35 jam seminggu), 2 negara dengan jam kerja di bawah
40 jam per minggu, banyak hari libur, dan memberikan jatah paid vacation,
bahkan memiliki angka produktivitas pekerja yang tinggi. Begitupun Swedia, saat
sebuah panti jompo di Gothenburg, Swedia menerapkan bekerja 6 jam per hari
selama 2 tahun, hasilnya para perawat menjadi lebih sehat. Mereka lebih segar
dan berenergi serta punya lebih banyak waktu untuk keluarga.
Kalau
mau lebih enak lagi, mungkin kota Paris jawabannya. Di sana orang bekerja hanya
sekitar 30 jam per minggu dan memiliki 29 hari libur yang dibayar. Perancis juga
mempertimbangkan sebuah peraturan yang melarang pekerjanya untuk membaca email
atau hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan saat akhir pekan atau di malam
hari.
Akan
tetapi, sayangnya beberapa pihak menentang ide ini, dengan alasan ekonomi akan
mengalami penurunan daya saing dan keuangan yang tegang. Juga, dengan akan
munculnya miliaran biaya tambahan untuk biaya perekrutan dan sosial.
Di
sisi lain, memperpendek jam kerja harus mempertimbangkan pula beban kerja
karyawan. Memperpendek jam kerja dalam sepekan kerap membuat para pekerja harus
menyelesaikan tugas sama dalam waktu lebih singkat. Kedengarannya membuat
pekerjaan semakin berat, tapi mungkin juga dengan produktivitas yang lebih baik
dan kesehatan yang lebih prima, bekerja pun bisa lebih cepat. Di samping itu,
hendaknya dengan jam kerja yang lebih pendek karyawan bisa langsung berkumpul
dengan keluarganya. Bukan mencari pekerjaan lain yang paruh waktu. Satu lagi
yang juga tak boleh dilupakan, sistem yang lebih baik.
Membangun
keluarga merupakan awal dari membangun negara. Dengan jam kerja yang lebih
manusiawi berbagai manfaat di atas bisa didapatkan. Setidaknya, jika memang di
Indonesia aturan jam kerja seminggu maksimal 40 jam, seharusnya bisa
ditegakkan. Segala bentuk penyelewengan harus dihapuskan. Demi individu yang
lebih baik, keluarga yang lebih baik, dan tentunya negara yang lebih baik.
Sumber:
https://life.idntimes.com/career/pinka-wima/kenapa-bekerja-di-jam-lebih-singkat-itu-lebih-produktif/full
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/view/14954
http://m.viva.co.id/berita/nasional/644760-cegah-kekerasan-atas-anak-jk-usul-jam-kerja-dikurangi
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170208111016-255-192019/kerja-lembur-cenderung-turunkan-kesuburan-wanita/
http://kabarburuh.com/2017/03/17/akibat-jam-kerja-berlebih-pekerja-kreatif-rentan-depresi/
https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/39-jam-sepekan-batas-jam-kerja-yang-sehat
https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/102002121#h=15
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170208104351-255-192010/studi-kebanyakan-bekerja-bisa-membunuh-orang/
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170215203159-255-193807/sistem-kerja-enam-jam-per-hari-diuji-coba-di-swedia/
https://www.vemale.com/kesehatan/95400-jam-kerja-terlalu-lama-bahaya-untuk-kesehatan-terutama-wanita.html
http://www.bbc.com/indonesia/majalah-40141942
http://www.hipwee.com/feature/kerja-itu-nggak-perlu-ngoyo-atau-sampai-tengah-malam-4-negara-ini-jadi-bukti-suksesnya/
https://mobile.nytimes.com/2016/05/21/business/international/in-sweden-an-experiment-turns-shorter-workdays-into-bigger-gains.html
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151005070409-92-82772/10-kota-dengan-jam-kerja-terpendek-di-dunia/
http://pekanbaru.tribunnews.com/2016/05/28/ini-daftar-10-kota-dengan-jam-kerja-terlama-dan-terpendek