28 Juli 2017

Membangun Negara Dimulai dari Pengaturan Jam Kerja



Membangun Negara Dimulai dari Pengaturan Jam Kerja
Jam kerja
Sumber: Pixabay (by Geralt)

Bekerja adalah suatu keharusan sebagai ikhtiar untuk mencari nafkah. Umumnya, waktu kerja seseorang tidak bisa terbilang singkat, belum lagi ditambah lama perjalanan dari rumah ke tempat kerja atau sebaliknya. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menetapkan, waktu kerja maksimal adalah 48 jam per pekan. Sedangkan di Indonesia sendiri, Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mensyaratkan 40 jam kerja dalam sepekan. Namun, masih banyak ditemukan orang yang bekerja berlebihan. Sudah lama perjalanan panjang (plus ditambah jalan yang mungkin macet), waktu bekerja panjang, kemungkinan lembur di kantor, dan masih membawa tugas kantor ke rumah, untuk dikerjakan di rumah. Ada pula yang memiliki jam kerja panjang dengan tipe setelah pekerjaan yang satu selesai mengerjakan pekerjaan lain sebagai tambahan (tempat kerja lain), atau setelah kerja ikut orang pulangnya mengurusi bisnis pribadi yang dirintisnya. Akhirnya, waktu itu seperti habis hanya untuk bekerja. Bidang-bidang kehidupan lain tidak atau kurang tersentuh. Hidupnya menjadi tidak seimbang. Ia menjadi nyaris seperti “robot”.

Masih banyak di luar sana tempat kerja yang kurang manusiawi. Di hari-hari kerja normal mereka selalu lembur, di hari libur pun tetap disuruh masuk untuk bekerja, bahkan mungkin ke luar kota. Jangankan memikirkan orang lain, memikirkan diri sendiri (kebutuhan untuk me time) saja tidak bisa. Hanya tentang kerja dan kerja. Perusahaan dan berbagai tempat kerja lain masih sangat banyak yang mementingkan dirinya sendiri dan keuntungan pribadinya. Apalagi, dengan jam kerja panjang itu, seringkali disertai pula dengan beban kerja yang berat, pekerjaan multitasking, under pressure, dan hal-hal semacam itu. Itupun tidak selalu disertai dengan kompensasi yang layak. Seperti perbudakan atau pembodohan gaya baru karena sudah zaman modern. Masih banyak pekerja yang dipandang sebagai obyek saja dan bukan sebagai subyek. Lagipula, tidak semua hal bisa dibeli dengan uang. Berapapun uang akan diberikan, jika tenaga sudah tidak sanggup ya tidak akan berarti. Lebih manusiawi untuk memberi jam istirahat atau bertemu dengan sanak keluarganya. Kesehatan atau nyawa yang hilang belum tentu bisa kembali. Saya sering menemui pekerja over yang akhirnya cacat, entah menjadi sakit ginjal dan harus cuci darah terus, entah stroke dan lumpuh, entah terkena serangan jantung dan mengalami kematian mendadak, atau lainnya. Ya, semua itu tidak bisa kembali. Kesehatan itu sangatlah berharga. Bahkan, hasil kerja seseorang bertahun-tahun bisa habis dalam sekejap untuk membiayai penyakit akibat workaholic (entah karena pribadinya begitu atau karena tuntutan perusahaan). Bisa juga malah kurang. Hasil yang tak sepadan.

Berikut ini adalah beberapa manfaat dari jam kerja pendek:

1.    Karena rentang konsentrasi manusia pendek

Menurut K. Anders Ericson, seorang pakar psikologi, kemampuan konsentrasi manusia hanya 4-5 jam. Jika melebihi itu hasil pekerjaannya cenderung datar, memburuk, atau membuat mereka memiliki kebiasaan buruk. 

Berbeda dari Ericson, Leo Widrich dari Buffer bahkan menyebutkan otak hanya mampu berfokus selama 90 hingga 120 menit, baru kemudian istirahat selama 20 hingga 30 menit. Siklus ini bernama Ultradian Rhythm, hadir pada waktu kita bekerja maupun tidur.

2.    Karyawan lebih bahagia dan produktif

Membangun Negara Dimulai dari Pengaturan Jam Kerja
Kelelahan bekerja
Sumber: Pixabay (by Concord90)

Ryan Carson, CEO dari perusahaan teknologi Treehouse menilai karyawannya lebih bahagia dan produktif sejak diterapkannya waktu bekerja 32 jam setiap pekan pada 2006. Dia menganggap bekerja 40 jam seminggu itu tidak manusiawi dan membuat hidup tidak seimbang. Apalagi, pendeknya rentang waktu kerja ini juga tidak membuat Treehouse sulit mendapat untung. 

Riset dari Knot juga menunjukkan hal serupa. Knot mengatakan bahwa orang Jerman dengan waktu kerja 35 jam seminggu merupakan manusia paling produktif sedunia. Hasil pekerjaannya pun lebih maksimal.

Sedangkan Nikkei Asian Review menyatakan bahwa 10 persen peningkatan terhadap jam lembur malah menurunkan 2,4 persen produktivitas kerja di perusahaan manufaktur di Amerika.

3.    Lebih hemat waktu dan tenaga

Karena jam kerja pendek maka pekerja harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk bekerja. Agar tidak mengganggu waktu untuk kegiatan di luar jam kerja.

4.    Terhindar dari stres

Dengan tubuh yang sehat dan bahagia pekerja akan terhindar dari stres. Stres dapat menyebabkan orang cepat lupa, pekerjaan kacau, gangguan emosi, lebih lamban bekerja dan lebih lamban merespon, mudah lelah, membuat keputusan yang tidak tepat, mudah marah, serta mudah terserang penyakit fisik dan mental.

5.    Pelayanan akan lebih baik

Hati yang gembira, istirahat yang cukup, dan tubuh yang lebih sehat membuat pelayanan kepada konsumen menjadi lebih baik. Wajah bisa lebih tersenyum, kata-kata lebih santun, kecepatan pelayanan meningkat, dan lain-lain. Kondisi ini akan berimbas pada kepuasan konsumen dan baiknya citra perusahaan.

6.    Karyawan lebih sehat

Lelah bekerja
Sumber: Pxhere

Jam kerja pendek membuat karyawan mampu mengatur energi dan waktu istirahatnya dengan lebih baik sehingga jarang sakit. Karyawan yang sakit dan tidak masuk kerja itu membuat proses kerja terganggu, beban kerja karyawan lain meningkat, dan lain-lain. Jika karyawan itu masuk dalam keadaan sakit pun berisiko karyawan lain tertular penyakitnya (apabila yang diderita penyakit menular).

Kurang tidur dapat menyebabkan depresi, gangguan daya ingat, kanker, gangguan penyakit kardiovaskular, dan meningkatkan risiko kecelakaan.

Tak jarang perusahaan/orang yang bekerja dengan jam kerja berlebihan menderita penyakit parah, menjadi cacat, atau mati muda. Mereka mengabaikan kondisi fisiknya dengan terus bekerja. Beberapa bahkan memakai suplemen atau semacam doping agar tetap bisa bekerja dan bertenaga. Akhirnya, begitu jatuh sakit langsung parah dan banyak yang berakhir cacat atau kematian.

Kepala riset dari Australian National University, Dr. Huong Dinh, berkata, ”Jam kerja panjang menggerogoti kesehatan mental dan fisik seseorang, karena hanya menyisakan sedikit waktu untuk makan dengan baik dan mengurus diri dengan benar (misalnya melewatkan waktu makan, suka mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, merokok, dan jarang berolahraga)”.  Menurutnya, batas jam kerja maksimal adalah 39 jam dalam seminggu, meskipun pria sebenarnya mampu bekerja hingga 47 jam dalam seminggu. Sedangkan wanita idealnya hanya maksimal 34 jam dalam seminggu.

Sebuah survey terkini di Jepang menyatakan bahwa nyaris seperempat dari seluruh perusahaan Jepang memiliki karyawan yang bekerja lembur melebih 80 jam per bulan, tapi tidak mendapat uang lembur. Dari perusahaan-perusahaan itu, 12 di antaranya punya karyawan yang bekerja lembur lebih dari 100 jam per bulan.

Itu merupakan penyebab terjadinya karoshi, yaitu kematian akibat bekerja berlebihan. Kementerian Perburuhan Jepang mencatat kerja lembur berlebih mengakibatkan 96 pekerja tewas karena sakit, dan 93 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri karena gangguan mental. Misalnya Matsuri Takahashi, yang bunuh diri akibat harus lembur 150 jam dalam sebulan. Di Indonesia sendiri ada Mita Diran, seorang pekerja periklanan yang mati karena bekerja non stop selama 30 jam.

Bekerja berlebihan sangat buruk bagi kesehatan. Bekerja lebih dari 40 jam seminggu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, fibrilasi atrium, stroke, tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, demensia (kepikunan), kanker, arthritis, obesitas, dan nyeri punggung bawah (bagi yang bekerja dengan duduk). Ditambah lagi dengan meningkatnya risiko gangguan mental dan gangguan otak, semakin memperpanjang daftar buruk dari bekerja berlebihan.

Pada pria, bekerja lebih dari 60 jam seminggu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, depresi, arthritis, dan paru-paru. Sedangkan pada wanita jumlah jam kerja yang sama dapat menyebabkan jantung, kanker, asma, arthritis, dan diabetes.

7.    Karyawan masih memiliki energi untuk melakukan aktivitas di luar jam kantor.

Membangun Negara Dimulai dari Pengaturan Jam Kerja

Kehabisan energi
Sumber: Pxhere


Sebagai manusia normal, setiap orang memiliki berbagai kebutuhan lain selain bekerja. Jam kerja yang terlalu panjang atau beban kerja yang berlebihan membuat porsi untuk kebutuhan lain tidak seimbang. Akibatnya, ada sesuatu yang salah (something wrong) pada diri si manusia tersebut.

8.    Menurunkan risiko kecelakaan, baik kecelakaan kerja ataupun kecelakaan lainnya.

Ngantuk dan kelelahan yang teramat sangat bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Sikap awas menurun, kemungkinan untuk melakukan kesalahan dan keteledoran meningkat.


9.    Menurunkan risiko mempunyai emosi buruk, sehingga tidak mudah bertengkar/berkata-kata buruk atau kasar kepada orang lain, baik kepada teman, customer, atau lainnya.

Hasil survei di Inggris mendapati bahwa banyak pekerja kantor menghabiskan sebagian besar hari kerjanya dalam kondisi kesal dengan rekan sekerja dan konflik yang terjadi sering kali memicu reaksi yang sengit.

”Setiap minggu, ada sekitar 15 pekerja Amerika yang dibunuh di tempat kerja,” kata majalah Business Week. Harvard Business Review berkomentar, ”Kekerasan di tempat kerja bukanlah pokok bahasan yang disukai para manajer. Tetapi faktanya tetap memperlihatkan bahwa setiap tahun, ratusan karyawan menyerang atau bahkan membunuh rekan sekerja mereka.”

Di sisi lain, banyak orang mengalami tindak kekerasan di tempat kerja yang dilakukan oleh klien atau pelanggannya. Sebuah laporan kriminologi Australia menyatakan bahwa beberapa dokter begitu khawatir diserang sampai-sampai mereka membawa pengawal sewaktu menerima panggilan untuk datang ke rumah. Orang-orang lain yang berisiko diserang antara lain adalah polisi dan guru sekolah.

10.    Menurunkan risiko kematian

Kematian bisa terjadi karena organ-organ yang rusak karena kurang istirahat, efek buruk doping/suplemen penambah  tenaga, kecelakaan, atau bunuh diri akibat stres.

11.    Menurunkan risiko perselingkuhan dan perceraian

Jam kerja panjang membuat pasangan suami isteri lebih jarang/sebentar bertemunya. Bisa menyebabkan kesepian atau kekeringan dalam rumah tangga. Sebaliknya, si suami atau isteri yang bekerja tersebut lebih lama berada di kantornya. Kemungkinan untuk terkena cinta lokasi lebih besar. Apalagi jika pasangan kerjanya adalah lawan jenis dan hanya mereka berdua, serta berada di ruangan yang hanya berisi mereka, maka potensi perselingkuhan semakin besar. Perselingkuhan merupakan awal dari perceraian.

Di tempat kerja (kantor) yang memiliki intensitas kerja tinggi (jam kerja panjang), seringkali dapat dijumpai banyak orang yang berjodoh (cinta lokasi). Karena mereka tidak ke mana-mana. Kehidupannya hanya seputar rumah dan kantor, jadi potensi berjodoh itu tinggi.

Selain karena partner kerja, perselingkuhan bisa juga karena klien lawan jenis, atau karena pasangan di rumah kesepian dan bertemu orang yang “meramaikan” hidupnya.

Mungkin juga masih ada sebab lain di luar itu.

12.    Menurunkan risiko kriminalitas dan anak-anak nakal

Anak-anak yang kurang pengawasan orangtua atau kekurangan waktu bersama orangtuanya, berisiko menjadi anak-anak yang nakal, suka mencari perhatian (caper), atau melakukan perbuatan kriminal. Lagipula, betapapun baiknya orang lain di dalam mendampingi anak tersebut, kasih sayang dan kehadiran orangtuanya lebih dibutuhkan/diharapkan.

13.    Meningkatkan keamanan keluarga di rumah

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan angka kekerasan terhadap anak terus meningkat sejak tahun 2011. Hingga Juni 2015 kekerasan terhadap anak melonjak lebih dari 20 persen. Mayoritas pelaku bahkan didominasi orang-orang dekat dengan korban. (m.viva.co.id, 30 Juni 2015)

Dengan mengurangi jam kerja orangtua diharapkan orangtua bisa segera mengambil alih kembali pengasuhan anak dari orang lain (misal pembantu) dan membangun kedekatan dengan anak. Diasuh oleh orang lain, meski orang terdekat sekalipun tidak akan sama dengan diasuh sendiri oleh orangtuanya. Kita tidak akan tahu apakah mereka melakukan kekerasan atau tidak terhadap anak kita, tidak tahu apa saja yang diajarkan mereka/dicontoh oleh anak darinya, dan kita tidak bisa mengontrol kegiatan anak lebih banyak. Apa saja yang dilakukan anak, siapa teman bermain anak, apa saja yang menimpanya, dan sebagainya.

14.    Meningkatkan kesuburan wanita

Wanita dengan jam kerja panjang harus waspada, pasalnya pada wanita yang bekerja lembur (shift malam) atau melakukan pekerjaan berat telurnya lebih sedikit dan kurang subur. Di dalam jurnal Occupational and Environmental Medicine, peneliti mengatakan bahwa wanita dengan pekerjaan yang menuntut fisik cadangan telurnya lebih rendah dibanding yang tidak rutin harus mengangkat beban berat. Selain cadangan telurnya lebih rendah, jumlah telurnya juga lebih rendah, bahkan cenderung semakin sedikit bila mereka bekerja malam, atau mendapatkan shift malam.

Kecenderungan semakin meningkat jika wanita tersebut berusia di atas 37 tahun dan memiliki berat badan berlebih. Selain itu, proses kematian telur semakin cepat akibat beberapa faktor, salah satunya adalah merokok.

Namun, penelitian ini dianggap lemah oleh ahli lainnya, karena selain sampelnya kecil (di bawah 500) bisa juga kondisi tersebut karena wanita yang bekerja malam dan berat berasal dari golongan menengah ke bawah, sehingga kondisi sosial dan pola asupan berbeda dengan orang kantoran.

15.    Menurunkan risiko pemakaian narkoba (NAPZA) dan mungkin juga minuman keras (miras)

Biasanya narkoba digunakan untuk menenangkan, membahagiakan/menambah energi, menghilangkan stres (pelarian), atau lainnya. Dengan tidak memiliki alasan tersebut, maka risiko pemakaian juga akan menurun.

Membangun Negara Dimulai dari Pengaturan Jam Kerja
 Bersemangat kerja
Sumber: Flickr.com

Di dunia, tercatat beberapa negara mempunyai jam kerja pendek. Apakah hal itu berarti buruk? Tidak juga. Belanda (bekerja maksimal 29 jam seminggu) dan Jerman (bekerja maksimal 35 jam seminggu), 2 negara dengan jam kerja di bawah 40 jam per minggu, banyak hari libur, dan memberikan jatah paid vacation, bahkan memiliki angka produktivitas pekerja yang tinggi. Begitupun Swedia, saat sebuah panti jompo di Gothenburg, Swedia menerapkan bekerja 6 jam per hari selama 2 tahun, hasilnya para perawat menjadi lebih sehat. Mereka lebih segar dan berenergi serta punya lebih banyak waktu untuk keluarga.

Kalau mau lebih enak lagi, mungkin kota Paris jawabannya. Di sana orang bekerja hanya sekitar 30 jam per minggu dan memiliki 29 hari libur yang dibayar. Perancis juga mempertimbangkan sebuah peraturan yang melarang pekerjanya untuk membaca email atau hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan saat akhir pekan atau di malam hari.

Akan tetapi, sayangnya beberapa pihak menentang ide ini, dengan alasan ekonomi akan mengalami penurunan daya saing dan keuangan yang tegang. Juga, dengan akan munculnya miliaran biaya tambahan untuk biaya perekrutan dan sosial.

Di sisi lain, memperpendek jam kerja harus mempertimbangkan pula beban kerja karyawan. Memperpendek jam kerja dalam sepekan kerap membuat para pekerja harus menyelesaikan tugas sama dalam waktu lebih singkat. Kedengarannya membuat pekerjaan semakin berat, tapi mungkin juga dengan produktivitas yang lebih baik dan kesehatan yang lebih prima, bekerja pun bisa lebih cepat. Di samping itu, hendaknya dengan jam kerja yang lebih pendek karyawan bisa langsung berkumpul dengan keluarganya. Bukan mencari pekerjaan lain yang paruh waktu. Satu lagi yang juga tak boleh dilupakan, sistem yang lebih baik.

Membangun keluarga merupakan awal dari membangun negara. Dengan jam kerja yang lebih manusiawi berbagai manfaat di atas bisa didapatkan. Setidaknya, jika memang di Indonesia aturan jam kerja seminggu maksimal 40 jam, seharusnya bisa ditegakkan. Segala bentuk penyelewengan harus dihapuskan. Demi individu yang lebih baik, keluarga yang lebih baik, dan tentunya negara yang lebih baik.


Sumber: 

https://life.idntimes.com/career/pinka-wima/kenapa-bekerja-di-jam-lebih-singkat-itu-lebih-produktif/full
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/view/14954
http://m.viva.co.id/berita/nasional/644760-cegah-kekerasan-atas-anak-jk-usul-jam-kerja-dikurangi
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170208111016-255-192019/kerja-lembur-cenderung-turunkan-kesuburan-wanita/
http://kabarburuh.com/2017/03/17/akibat-jam-kerja-berlebih-pekerja-kreatif-rentan-depresi/
https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/39-jam-sepekan-batas-jam-kerja-yang-sehat
https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/102002121#h=15
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170208104351-255-192010/studi-kebanyakan-bekerja-bisa-membunuh-orang/
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170215203159-255-193807/sistem-kerja-enam-jam-per-hari-diuji-coba-di-swedia/
https://www.vemale.com/kesehatan/95400-jam-kerja-terlalu-lama-bahaya-untuk-kesehatan-terutama-wanita.html
http://www.bbc.com/indonesia/majalah-40141942
http://www.hipwee.com/feature/kerja-itu-nggak-perlu-ngoyo-atau-sampai-tengah-malam-4-negara-ini-jadi-bukti-suksesnya/
https://mobile.nytimes.com/2016/05/21/business/international/in-sweden-an-experiment-turns-shorter-workdays-into-bigger-gains.html
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151005070409-92-82772/10-kota-dengan-jam-kerja-terpendek-di-dunia/
http://pekanbaru.tribunnews.com/2016/05/28/ini-daftar-10-kota-dengan-jam-kerja-terlama-dan-terpendek