Sumber: IG Bingkaimotivasihidup
Saatnya
untuk merenungkan kembali apa yang kamu lakukan selama ini di sekolah. Apakah
sekadar datang, tidur di sekolah, membolos, bermain-main, pacaran, merokok,
nge-drug, memperebutkan predikat tergaul/terkeren, saingan menaklukkan
cewek/cowok, atau naudzubillah melakukan seks bebas?
Mungkin
kamu marah kepada ayah atau ibumu, membenci guru-gurumu, membenci sekolahmu
atau pelajaranmu, sehingga kamu melakukan pemberontakan dengan dalih kebebasan.
Jika kamu merasa PR-PR mu begitu mengekang, pelajaran-pelajaran di sekolah
begitu membosankan, dan kamu hanya menunggu umur 17 tahun, kedewasaan, atau
kelulusan agar bisa diizinkan pacaran, ingatlah ada banyak anak di luar sana
yang tidak seberuntung kamu untuk bisa bersekolah dengan mudah dan nyaman.
Bahkan, tidak semua dari mereka bisa bersekolah.
Sumber: IG Bingkaimotivasihidup
Kamu
mungkin merasa sekolahmu seperti penjara dan pengumuman kelulusan adalah
kebebasan dan kemerdekaannya, lalu kamu seperti orang gila yang mencorat-coret
baju, foto-foto selfie dan wefie dalam pose-pose ga karuan (bahkan tak
senonoh), minum miras, ngedrug, bahkan “merayakan” dengan pacar, coba ingat
kembali apa yang kamu dapatkan ketika kamu bersekolah?
Kamu
mungkin bisa menentang gurumu, membantah, atau berlaku kasar padanya. Kamu juga
bisa untuk berpikir kamu masih muda dan tidak perlu serius menjalaninya.
Tetapi, apakah ajal harus menunggu tua serta menunggu kamu baik dan bertobat
dulu? Apakah anak-anak muda di luar sana juga sama tidak semangatnya denganmu
di dalam menuntut ilmu? Tidak. Tidak semuanya seperti kamu.
Sadarilah,
kamu itu beruntung. Sangat beruntung. Setidaknya, inilah 14 alasan mengapa kamu
tidak boleh malas sekolah:
1. Kamu
berada di zaman merdeka dan segalanya tersedia.
Dahulu, pendidikan itu tidaklah sebebas
sekarang. Apa yang dipelajari dibatasi, yang bisa belajar/sekolah pun hanya
orang-orang tertentu, misalnya bangsawan. Mereka yang bukan bangsawan, terutama
kaum wanita tidak bisa mengenyam pendidikan/pendidikan tinggi. Sampai akhirnya
muncullah gerakan emansipasi wanita, suatu gerakan yang membuat RA. Kartini
terkenal.
Sekarang, kita sudah merdeka. Tidak perlu
berperang melawan penjajah. Kita sudah bebas mengenyam pendidikan, bahkan mudah
mengakses informasi apa saja. Mengapa masih banyak anak yang malas sekolah?
Benarlah bahwa musuh terbesar kita
bukanlah penjajah, melainkan hawa nafsu kita sendiri.
2. Sejauh
apa sih sekolahmu?
a. Berjalan
kaki 13 km ke sekolah
Murid-murid SMA 1 Nusalaut
Sumber: Regional.kompas.com
Banyak siswa dari SMAN 1 Nusalaut di
Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, berjalan kaki dari rumah ke
sekolah dengan jarak antara 3-7 km. Bahkan, Natasia Astria Wakano, salah satu
siswi di sana, setiap hari berjalan pulang pergi sejauh 26 km hanya untuk
bersekolah. Tidak adanya lampu penerangan jalan, minimnya kendaraan yang lewat,
banyaknya jalan yang berlubang, sampai dengan bahaya binatang melata membuat
usahanya bersekolah semakin tampak “berdarah-darah” dan tentu saja menyeramkan.
Tanpa sepatu lagi, hanya memakai sandal. Sepatunya disimpan di tas agar tidak
cepat terkikis. Dengan perjalanan seberat itu, uang jajannya hanya 5 ribu per
hari.
Natasia adalah gadis langka dari
keluarga tidak mampu. Di saat beberapa teman sebayanya sudah menyerah karena
capek berjalan kaki, ia tidak. Kini, sudah banyak juniornya yang menggunakan
ojek atau sepeda motor pribadi.
Agar tidak terlambat masuk sekolah pukul
07.00 WIT, ia berangkat pukul 04.30 WIT. Keluar sekolah hampir pukul 14.00 WIT,
sampai di rumah paling cepat pukul 16.00 WIT.
Sebenarnya masih ada rute lain yang
hanya 11 km, namun di sana sering terjadi penembakan misterius dan jarang
dilewati pengojek. Walau rute yang ditempuh tidak bisa dibilang tanpa risiko,
tetapi ia memandang risikonya lebih rendah.
Natasia dan beberapa siswa yang berjalan
kaki sejak SMP hingga SMA itu punya keyakinan bahwa pendidikan adalah jalan
meraih kesuksesan.
b. Berjalan
kaki 14 km ke sekolah
Di Sumatera Utara, malah ada murid-murid
yang harus berjalan hingga 14 km ke sekolah. Beberapa anak sekolah dari Desa
Siobon Julu menimba ilmu di SMPN 7 Satu Atap Panyabungan, Kabupaten Mandailing
Natal (Madina) setiap hari berangkat ke sekolah di saat fajar, melewati hutan
belantara sambil berjalan cepat agar tidak terlambat masuk ke sekolah. Lebih
salutnya lagi, 4 siswi itu mengaku tidak memilki kalimat lelah dalam menuntut
ilmu. Karena bagi mereka ilmu adalah jembatan emas menuju kesuksesan.
"Pagi buta, harus berangkat dari
rumah, tidak ada kendaraan, berjalan kaki di antara rimbunnya pepohonan, kita
harus berjalan cepat kalau tidak ingin terlambat sampai di sekolah, sampai di
sekolah sudah lelah, tapi kita tetap semangat mengikuti pelajaran," kata
Hotma dengan wajah berseri.
c. Berjalan
kaki 6-10 km ke sekolah
Mungkin sekolahmu agak jauh dari rumah,
tapi kendaraan tersedia bukan? Berbeda dengan di pedalaman Papua. Anak-anak SD
di Kurulu harus menempuh jarak 6-10 km dengan berjalan kaki untuk bisa
bersekolah. Medannya sulit, terutama di Pegunungan Tengah, berupa perbukitan
dan pegunungan berlereng terjal dengan elevasi hingga seribuan meter di atas
permukaan laut. Bahkan, untuk mempersingkat perjalanan, mereka biasa memilih
rute yang lebih berbahaya, yaitu memanjat tebing-tebing gunung dengan
kemiringan lereng hampir 90 derajat.
Belum cukup sampai di situ, jika hujan
deras jalan-jalan setapak menjadi lebih sukar dilewati. Terkadang sungainya pun
dilanda banjir bandang sehingga memutuskan akses transportasi.
Malangnya, perjalanan yang sulit itu
terkadang tidak mendapatkan hasil, karena sesampai di sekolah ternyata tidak
ada guru yang mengajar.
3. Kamu
tidak perlu bertaruh nyawa.
Zanskar, Himalaya
Sumber: Tergemes.com
a. Menyeberangi
sungai berarus deras
Di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur,
setiap harinya para siswa SD dan guru SD Negeri 1 Campoan, Desa Campoan,
Kecamatan Mlandingan, Situbondo harus menempuh jalan setapak, melewati tebing
curam, dan menyeberangi sungai berarus deras dengan lebar sekitar 10 meter.
b. Menyeberangi
jembatan bambu yang berisiko jatuh ke jurang dan tertimpa longsor dari gunung
di sebelahnya.
Jembatan Buntu Buda
Sumber: Intisari.grid.id
Pasca putusnya jembatan yang
menghubungkan Ibu Kota Kabupaten Mamasa dan sejumlah desa di sekitarnya, siswa SD
di Desa Buntu Buda dan Mambuliling harus menyeberangi jembatan dari 2 bilah
bambu untuk bisa pergi ke sekolah. Beberapa siswa SDN 008 Buntu Buda ada yang
tetap melewati jembatan itu dan ada pula yang batal ke sekolah karena takut
terjatuh ke jurang atau tertimpa longsor. Mereka yang nekat bersekolah setiap
hari stres dan waswas saat melewati jembatan itu.
c. Meniti
jembatan sempit
Sumber: Nationalgeographic.co.id
Siswa-siswi di kabupaten Karanganyar dan
Boyolali, Jawa Tengah harus berhati-hati setiap kali berangkat ke sekolah.
Pasalnya, jembatan yang harus dilalui oleh siswa dari Desa Bolon dan Desa Suruh
sangat sempit. Jika tidak berhati-hati, mereka bisa terjatuh ke sungai Pepe
yang tingginya 25 meter dari jembatan. Hebatnya, mereka tidak takut jatuh
karena sudah biasa.
Zhang Jiawang Village, Cina Selatan
Sumber: Tergemes.com
Gulu, Cina
Sumber: Life.idntimes.com
Jembatan sungai Ciliman, Banten
Sumber: bukutahu.com
Jembatan sungai Ciberang, Banten
Sumber: bukutahu.com
Jembatan Desa Tanjung, Muara Enim
Sumber: bukutahu.com
4. Jalan
menuju ke sekolahmu baik-baik saja.
Jalan rusak di Sukamara (ilustrasi jalan rusak yang juga menghambat anak pergi sekolah)
Sumber: Borneonews.co.id
Bagaimana kondisi jalan yang menuju ke
arah sekolahmu? Baik, bukan?
Tidak demikian halnya dengan jalan
menuju SDN 1 Sukamekar yang sudah 2 tahun kondisinya rusak parah dan
bergelombang. Apalagi jika hujan, jadi seperti kubangan lumpur. Becek dan
licin. Otomatis pada saat berada di sekolah sepatunya jadi mengotori lantai.
5. Kendaraan
ke sekolahmu tersedia dan mudah.
Sumber: IG Wowfakta
Jika
kendaraan ke sekolahmu tersedia dan mudah, apa lagi yang menghalangi
bersekolah?
Siswa
di Kecamatan Langkahan, Aceh Utara saja harus menunggu bus sekolah untuk bisa
mencapai tempat belajarnya. Karena jarak antara rumah dan sekolah ada yang
lebih dari 10 km. Sedangkan jika ditempuh dengan sepeda motor atau dayung
membuat mereka sering terlambat. Ketika pada Desember 2016 bus sekolahnya
rusak, mereka kembali kesulitan bersekolah.
Naik kerbau ke sekolah (Myanmar)
Sumber: Life.idntimes.com
Kerala, India
Sumber: Life.idntimes.com
6. Kondisi
lingkungan mendukung
Sumber: Kompasiana.com
Banjir dan jalan yang jelek harus
dilalui oleh para guru dan murid SD yang ada di Desa Sepintun, Kecamatan Pauh,
kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Di musim penghujan, mereka harus melalui
jalan berlumpur sepanjang 4 km baru kemudian menempuh jalan yang tergenang
banjir jika letak SD-nya lebih ke pedalaman. Mereka rela melewati semua itu
demi untuk bisa menuntut ilmu/mengajarkan ilmu.
Banjir pun tetap bersekolah (ilustrasi)
Sumber: Kumparan.com
7. Kamu
normal dan organ tubuhmu lengkap.
Sumber: IG Indozone.id
Sumber: IG Bingkaimotivasihidup
Jangan sampai kalah dengan orang
difabel/disable yang tetap semangat bersekolah dengan segala keterbatasannya!
8. Kamu
tidak perlu membiayai sendiri sekolahmu.
Islamabad, Pakistan
Sumber: Lifehack.org
Herat, Afganistan
Sumber: Lifehack.org
Kuli pemecah batu (Indonesia)
Sumber: Aribicara.com
Riski berasal dari keluarga miskin
dengan ayah yang menganggur bertahun-tahun. Untuk bisa bersekolah dan membantu
ibunya, Riski yang saat itu menduduki kelas 2 di SMP 2 Klangenan berjualan
berbagai barang. Ia menjual lem tikus, kapur semut, tutup panci, tutup gelas,
sikat cucian, dan sisir pada hari libur. Berpindah-pindah dari pasar yang satu
ke pasar yang lain, mulai dari Pasar Kanoman, Pasar Celancang, Pasar
Tegalgubug, sampai Pasar Losari.
Kamu tidak perlu bekerja bukan untuk
sekolah? Masa tinggal belajar saja malas?
9. Sekolahmu
nyaman.
Sumber: IG Bingkaimotivasihidup
a. Dekat
dengan kandang sapi dan kandang kambing
Murid-murid di SDN 1 Campoan, Situbondo
bersekolah sambil menghirup bau yang tidak sedap dari kandang sapi di depan
kelas dan kandang kambing di samping sekolah.
b. Sekolah
rusak dan bocor
SDN 1 Mlowokarangtalun
Sumber: Regional.kompas.com
Murid-murid di SDN 1 Mlowokarangtalun,
Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa tengah, harus rela belajar di
sekolah yang hampir roboh. Tiap hujan, mereka pun harus mencari tempat aman
karena atap kelasnya bocor. Meski demikian, murid-murid tersebut tetap semangat
belajar.
10. Orangtuamu
begitu keras bekerja untuk membiayaimu.
Sumber: Inafeed.com
Driver Gojek wanita
Sumber: Astaga.com
Beruntung bagimu yang memiliki orangtua
peduli pendidikan dan mampu membiayaimu. Di saat anak-anak lain mungkin harus
bekerja atau membiayai sekolahnya sendiri, kamu tinggal belajar.
11. Ada
banyak anak yang tidak bisa mengenyam bangku sekolah.
Sumber: Memegenerator.net
Sumber: IG Iginformasi
Ada yang tidak mampu, ada juga yang
tidak diperbolehkan orangtuanya. Tak semua anak beruntung memiliki orangtua
yang baik dan menyekolahkannya. Anak-anak tukang suun (jasa menyunggi belanjaan
di kepala) di pasar Badung, Denpasar misalnya malah bekerja keras untuk
orangtuanya yang mabuk. Sari, salah satu anak tersebut bekerja setiap hari dari
jam 06.00 – 09.00 wita di pagi hari,
dilanjutkan sore mulai jam 15.00 – 19.00 wita dan belajar pada seorang
ibu pendidik sukarela setiap hari Selasa-Kamis pada jeda kerjanya. Sari
sebenarnya ingin bersekolah, tetapi dilarang oleh orangtuanya, meski dikatakan
bahwa sekolahnya akan digratiskan. Orangtuanya lebih suka anak-anaknya membantu
menambah penghasilan keluarga.
12. Sekolahmu
aman
Sekolah di wilayah konflik di Timur Tengah
Sumber: Funtimesnews
Bagaimana rasanya belajar di sekolah
yang tidak aman? Barangkali murid-murid di Benghazi yang bisa menjawabnya.
Sekolah yang sempat tutup Mei 2014 itu dibuka kembali oleh kepala sekolahnya,
walaupun mendapat ancaman bom dan penembak gelap ISIS. Ya, Benghazi telah
menjadi salah satu medan perang Libia dalam menghadapi kelompok militan yang
menamakan diri Negara Islam atau ISIS.
Fauzia Mukhtar Abeid, nama kepala
sekolah itu, nekat membukanya kembali, meskipun sebuah masjid di samping
sekolah dibom beberapa waktu lalu ketika beberapa murid sedang dalam perjalanan
ke masjid untuk belajar Quran dan dua anak laki-laki kehilangan kakinya. Selain
rusak dihantam meriam, sekolah juga dijarah.
Murid-murid dari keluarga berada
dipindahkan oleh keluarganya ke sekolah swasta di luar kawasan konflik. Namun,
murid-murid miskin tidak bisa demikian. Wali murid miskin dan anak-anaknya
tersebut tetap ingin bersekolah di sana. Mereka tidak takut, padahal
guru-gurunya awalnya takut.
"TIdak, tidak, kami tidak
takut," kata seorang murid perempuan berusia 15 tahun dalam bahasa
Inggris. "Kami mau belajar."
Dan Walid al-Furjani, yang mengirim
ketiga anaknya ke sekolah itu- sepakat. "Anak-anak saya duduk di rumah
selama dua tahun tidak melakukan apapun. Tentu saja saya khawatir, dan penting
buat mereka belajar."
Benar-benar anak yang luar biasa.
Bagaimana dengan sekolahmu? Jika tidak
mengalami hal semacam itu, mengapa kamu tak bersemangat sekolah?
13. Orang tuamu sangat ingin kamu sukses
Sumber: IG Wowfakta
Sumber: IG Iginformasi
Seorang ayah membungkus anaknya dengan plastik lalu membantunya menyeberangi sungai agar tidak basah
Sumber: IG Doa_muslimah
14. Orang-orang
zaman dulu dan ilmu
Zaman sekarang, teknologi sudah semakin
canggih. Sudah ada komputer, handphone, internet, flashdisk, dan lain-lain.
Berbeda dengan zaman dahulu yang serba terbatas. Tetapi, nyatanya orang zaman dulu tidak kalah
semangatnya dari orang zaman sekarang.
Imam Yahya bin Ma’in (Ibnu Ma’in),
seorang ulama zaman dahulu berkata, “Jika kamu menulis, maka tulislah semua
yang kamu dengar dan himpunlah, dan apabila kamu menyampaikan hadits, maka
telitilah dengan saksama.” Ini menunjukkan bahwa dia tidak malas menulis.
Ada pula Al-Jahizh (‘Amr bin Bahr tokoh
para ahli sastra), jika ia mendapatkan sebuah buku (apapun temanya), langsung
saja dibacanya dari lembar awal hingga akhir, sampai ia menyewa sejumlah toko
buku agar dapat bermalam di dalamnya untuk dapat mengenali buku-buku tersebut.
Ini menunjukkan bahwa dia tidak malas membaca dan sangat bersemangat menuntut
ilmu.
Bila beberapa orang begitu mudah
menyerah akan hujan, Imam Al-Alusi Al-Hafidz tidak pernah menghiraukan panas
dan hujan. Bahkan ia tidak pernah terlambat. Salah seorang muridnya Al-‘Allamah
Syaikh Bahjatul Atsari pernah berkomentar tentang gurunya, “Saya ingat di suatu
hari saya pernah tidak mengikuti pelajarannya disebabkan hari itu hujan lebat,
jalan-jalan banjir dan becek dan berlumpur, dan saya mengira beliau tidak hadir
di madrasah. Maka ketika saya masuk sekolah di hari berikutnya, beliau bersuara
lantang dan menampakkan kemarahannya sambil berucap, “Tiadalah kebaikan bagi
orang yang merasa terhalang dengan adanya panas dan dingin.”
Lalu ada pula Ibnu Asakir, imam besar
dan al-hafidz. Ia rela belajar ke berbagai penjuru kota dan negeri demi untuk
menambah ilmu. Di kota Damaskus ia bepergian selama 20 tahun, lalu belajar di
Baghdad, Mekah, Kufah, naisabur, Asfahan, Marwa Harrah, Tibriz, Mihanah,
Yabhaq, Husrujird, Bisthaam, Damighan, Ray, Zanjan, Hamadzan, Asadabadz,
Jayyun, Herat, Bawan, Bagh, Busyang, Sarkhas, Nuqaan, Simnan, Abhar, Marandz,
Khuway, Jarbadzaqan, Musykan, Rudzrawar, Hulwan, dan Arjisy. Ia juga belajar
dan mendengar ilmu di Al-Anbar, Ar-Rafiqah, Ar-Rahban, Mardiin, Makisiin, dan
negeri-negeri lainnya yang sangat banyak dan luas serta terpisah-pisah. Gurunya
ada 1300 orang, dengan 80 lebih di antaranya wanita.
Orang zaman dulu cenderung mencari
gurunya ke mana-mana untuk belajar, bahkan pergi ke tempat yang jauh pun
dijalaninya. Sekarang, guru-guru sudah dikumpulkan di sekolah, mudah dijumpai,
tetapi tidak banyak yang dilakukan oleh murid-murid untuk mendapat banyak
keutamaan/kemanfaatan darinya.
Sumber: IG Bingkaimotivasihidup
Kolombia
Sumber: Tergemes.com
Pili, Cina
Sumber: Tergemes.com
Cilangkap, Indonesia
Sumber: Tergemes.com
Provinsi Rizal, Filipina
Sumber: Today.line.me
Seringkali,
kemudahan itu begitu melenakan. Hidup yang kamu benci saat ini, bisa jadi
adalah hidup yang dirindukan oleh orang lain. Ada banyak orang di luar sana
yang berada di dalam keterbatasan dan tetap bersemangat sekolah/menuntut ilmu.
Tidaklah penting kisah/foto yang saya sertakan itu baru atau lama, kondisinya
sudah diperbaiki atau tidak, yang terpenting, kamu harus tahu, di saat mereka
dalam kondisi tersebut mereka tetap gigih belajar.
Jika
semangat itu bisa menular, semoga kamu salah satu yang terkena dampak baiknya.
Hutan di Riau
Sumber: Today.line.me
Decun, Cina
Sumber: Citizen.liputan6.com
Ranomeeto Barat, Sulawesi Tenggara
Sumber: pelajar.me
Jembatan Desa Batubusuk, Padang
Sumber: bukutahu.com
Jembatan Desa Kangenan, Pamekasan
Sumber: bukutahu.com
Jembatan Bunjamata, Sulawesi Barat
Sumber: bukutahu.com
Sumber:
Http://www.antaranews.com/berita/610742/perjuangan-siswa-sd-ke-sekolah-menyeberangi-sungai
Http://intisari.grid.id
Http://regional.kompas.com/read/2017/05/03/07000021/cerita.natasia.jalan.kaki.26.km.menjemput.masa.depan.di.sekolah.
Http://nasional.kompas.com/read/2009/03/02/22570361/anak.papua.jalan.kaki.6-10.km.ke.sekolah
Http://regional.kompas.com/read/2017/05/02/17234171/sekolah.rusak.bocor.setiap.hujan.tetapi.belajar.jalan.terus
Http://www.balisruti.com/anak-anak-tukang-suun-pasar-badung-bekerja-keras-untuk-orangtua-yang-mabuk.html
Http://travel.kompas.com/read/2011/07/24/02574691/Mereka.Harus.Bekerja.Keras.untuk.Bisa.Sekolah
Http://karawangbekasiekspres.com/news/7519/Jalan-Rusak,-Siswa-SD-Sulit-ke-Sekolah.html
Http://portalsatu.com/read/news/bus-rusak-sebulan-siswa-pedalaman-kesulitan-ke-sekolah-23843
Http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/01/160128_majalah_pendidikan_pengungsi
Http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/08/24/253108/siswa-smp-berjalan-kaki-14-kilometer/#.WWzLjbZLfIU
Http://www.kompasiana.com/wennyirawahyuni/guru-dan-murid-berjuang-melewati-banjir-dan-jalan-rusak-untuk-ke-sekolah_58b59f7e6ea834fc038b4569
Ghudah,
A.F.A. dan Shalahudin, M. 1996. Agar Waktu Anda Lebih Bermakna. Solo:
Roemah Buku. Diterjemahkan oleh Faiz Fauzan.