10 Juli 2013

MEMOLES WAJAH JAKARTA


Sebagai ibukota Indonesia, wajar jika Jakarta padat penduduknya. Kenyataan ini berimplikasi pada berbagai sektor, misalnya jalan yang semakin macet, kepadatan penduduk, pola konsumsi yang berlebih (hedonis/boros) atau masalah sampah yang semakin meningkat. Ini ironis sekali sebab kesan awal mengenai Indonesia di mata dunia dilihat dari sana. Saat ini saja volume sampah di Jakarta sekitar 6000-6500 ton/hari, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 8000 ton/hari dalam 5 tahun mendatang (www.merdeka.com). Ada beberapa hal utama yang patut dicermati untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta, yaitu: teknologi, sistem, regulasi, kesadaran masyarakat, dan tata kota.

Berbagai alternatif digulirkan untuk mengatasi masalah sampah ini, di antaranya:

1.    Kesadaran masyarakat
 Sehubungan dengan kesadaran masyarakat perlu dilakukan pembiasaan sejak kecil dan dilakukan hingga dewasa melalui pendidikan secara teori dan praktek. Mulai dari keluarga, masyarakat, sekolah, tempat kerja, dan sebagainya. Semuanya ikut berpartisipasi sehingga ada keteladanan, misalnya dengan kerja bakti rutin. Yang tidak ikut kerja bakti akan didenda. Kemudian rumah tangga, lembaga, dan perusahaan bertanggungjawab untuk mengelola sampahnya sendiri. Caranya bisa diajari pemerintah, dibimbing, difasilitasi alatnya atau dananya, dan sebagainya yang mendukung, sehingga sampah yang keluar dari rumah/perusahaan hanya sedikit dan ‘benar-benar sampah’. Kalau misalnya hasilnya berupa produk, produk ini bisa dibeli oleh pemerintah kemudian dibantu menjualkan. Atau bisa juga dengan cara menjual sampah jenis tertentu kepada pemerintah (bank sampah) untuk ditukar dengan uang atau barang kebutuhan sehari-hari (sayur, buah, sembako, atau lainnya).

Gaya hidup juga perlu diperhatikan, karena pola konsumsi yang berlebih (hedonis/boros) bisa meningkatkan volume sampah.

2.    Teknologi

 Ada beberapa teknologi yang diperkenalkan, yaitu: proses pencacahan sampah diikuti dengan lahan urug saniter, incinerator berteknologi tinggi (seperti di Singapura), dan Reusable Sanitary Landfill (RSL). Bapak Ahok menyarankan agar setiap pengusaha mal besar mempunyai incinerator (alat pembakar sampah) sendiri. Jadi sampah dibakar di tempat terdekat untuk mengurangi biaya dan menghindari pengangkutan yang tidak perlu. Selain itu, pengelolaan sampah akan semakin modern dan ramah lingkungan dengan adanya sistem Intermediate Treatment Facility (ITF).

Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan sistem Reusable Sanitary Landfill (RSL) untuk diterapkan di Jakarta. Dengan sistem ini dipastikan Jakarta tidak perlu mengotak-atik tata ruang kota atau mengambil lahan daerah lain. Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini bisa mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai sehingga tidak mencemari air tanah.


3.    Sistem
          Sistem berikut ini dapat dicoba, yaitu:

a.       Memisahkan sampah sesuai jenis, warna, dan kadar bahayanya, misal: sampah daun, botol plastik, sampah rumah tangga, dsb.
Misalnya: Kantong plastik hitam ini untuk sampah dari bahan kertas dan plastik, sedangkan hijau untuk sampah kompos, sayuran atau buah-buahan. Biru untuk botol kaca dan kaleng. Lalu kantong kuning untuk sampah berbahaya seperti batu baterai, atau yang mengandung bahan kimia berbahaya. Pemerintah tinggal menyediakan tempat sampah tersebut di tempat umum.

b.      Pengambilan sampah secara teratur (terjadwal) sesuai jenis sampah, untuk masing-masing daerah
   Misalnya hari senin jadwalnya membuang sampah plastik, maka jenis yang lain tidak akan diangkut.

c.       Lokasi membuang sampah untuk masing-masing daerah
Misalnya daerah A tempat buang sampahnya di B, daerah C tempat buangnya di D dan seterusnya. Jika membuang di tempat yang tidak seharusnya, misalnya daerah A membuang di D, atau membuang di sungai maka akan mendapat teguran keras dari orang di daerah tersebut.

d.      Warna plastik tempat sampah yang berbeda
Setiap daerah menerbitkan kantong plastik yang warnanya berbeda-beda dan tertulis nama daerahnya. Misalnya di tempat X sampah rumah tangga yang bisa dibakar kantong plastiknya berwarna hijau, sampah plastik berwarna merah dan kertas berwarna kuning. Kantong plastik di daerah X hanya berlaku di daerah X. Jika dibuang di daerah lain tidak akan diangkut oleh petugas.

e.       Petugas kebersihan memiliki gaji sangat layak dan mendapat posisi terhormat
Membuka lowongan pengumpul sampah independent yang dibayar setiap akhir pekan atau akhir bulan setelah mengumpulkan sampah dari area tertentu yang sulit diakses truk pengangkut sampah.

f.       Memberikan pendidikan, pelatihan, atau wisata lingkungan gratis
Tujuannya adalah mengajari cara memilah dan mengolah sampah. Sasarannya adalah seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bila perlu, untuk menjadi pekerja/pegawai di kantor tertenti wajib memiliki sertifikat/tanda bahwa pernah mengikuti kegiatan ini dan benar-benar memahami serta menerapkannya. Untuk menarik minat anak-anak bisa digunakan media kartun.

g.      Membentuk bank sampah
Bank Sampah merupakan teknik pengelolaan sampah dengan mengadopsi manajemen perbankan, tapi yang menjadi alat transaksi adalah sampah, dan bukan uang layaknya di lembaga perbankan. Manajemen Bank Sampah memiliki direktur dan petugas teller yang akan menerima dan menimbang sampah. Setiap sampah yang ditabung, dinilai dengan sejumlah uang dan setiap nasabah memiliki buku tabungan. Bank sampah dapat membuat kota menjadi bersih, meningkatkan kesadaran masyarakat, serta meningkatkan perekonomian masyarakat.

h.      Pemberian insentif
Pemerintah Jakarta menjanjikan insentif bagi warga (perorangan/badan usaha) yang mengelola sampah sendiri di lingkungan sekitarnya. Insentif terdiri dari dua macam, yakni insentif fiskal dan insentif non fiskal. Insentif fiskal berupa uang, dana bergulir, atau keringanan pajak daerah dan pengurangan retribusi. Sementara insentif non fiskal bisa berupa kemudahan dalam perizinan atau dalam bentuk penghargaan.

 4.    Tata kota
Pemerintah mengupayakan adanya penyebaran pemukiman penduduk agar tidak memusat tetapi memakai pola pembangunan “radial segaris-bercabang” (radial linear-branching pattern), yaitu melalui kombinasi pengaturan zona lahan dan infrastruktur transportasi publik. Caranya adalah berupaya mengalihkan lalu lintas dari pusat kota dan membangun perumahan, pusat layananan dan industri dalam lokasi sumbu radial. Selain itu, para PKL dari luar Jakarta dipulangkan ke asalnya, begitu juga dengan gepeng dan semacamnya. Lingkungan kumuh juga perlu ditertibkan. Penghuninya dipulangkan ke tempat asalnya atau direlokasi.

5.    Regulasi
Peraturan dari pemerintah diperlukan agar semua program berjalan lancar. Regulasi yang bersifat menyeluruh diatur oleh pemerintah pusat, sedangkan yang bersifat teknis  diatur oleh pemerintah daerah. Contoh regulasi misalnya pengenaan denda sebesar Rp. 500 ribu sampai Rp. 50 juta jika ketahuan membuang sampah sembarangan. Namun, menurut saya ini kurang efektif, karena pelanggar tersebut belum tentu orang kaya. Kemudian, akan dikemanakan uang tersebut? Bagaimana jika ada ‘permainan’ dengan oknum yang berwenang? Bagaimana jika si pelanggar menolak/mengelak dari hukuman tersebut? Dan sebagainya. Menurut saya, hukum saja dengan menjadi pemungut sampah dan tinggal/hidup di daerah dekat sampah (semacam program acara “Jika Aku menjadi” di TV).

 Program 3R (reduce, reuse, and recycle)
Pemerintah menyadari pentingnya pengelolaan sampah sehingga menetapkan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. UU tersebut mengatur pengelolaan sampah antara lain melalui pengurangan sampah dari sumbernya menggunakan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Ditambah satu lagi, yaitu replace (diganti dengan barang yang lain).
Sampah bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik, didaur ulang menjadi plastik, tiang telepon (Inggris dan Italia), bata plastik (Swedia), pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang, bahan bakar, listrik, dan lain-lain. Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Sampah plastik di ibukota berkontribusi sebesar 30% atau 1.800 ton/hari dari volume total sampah sebanyak 6000 ton/hari, sehingga penggunaan kantong plastik harus dikurangi.

 6.    Kerja sama dengan berbagai pihak
Sampah di Jakarta tidak hanya berasal dari Jakarta, sehingga diperlukan kerja sama dengan daerah lain untuk mengatasinya. Kerja sama di sini juga meliputi kerja sama dengan berbagai organisasi, institusi, dan masyarakat pada umumnya.

Dengan melaksanakan berbagai program di atas, diharapkan masalah sampah bisa teratasi. Karena program-program tersebut sudah teruji di berbagai kota dan negara, misalnya Swiss, Curitiba, Jepang, dan lain-lain.

Sumber: dari berbagai sumber di internet dan pemikiran pribadi