Kalau kamu sudah mengikuti blogku lama, mungkin kamu sudah tahu kalau penyebab ketertarikanku dalam memilih suatu buku untuk kubaca/kureview itu bermacam-macam. Kadang aku tertarik dengan judulnya, kadang aku penasaran dengan gambar covernya, kadang aku ingin tahu kenapa suatu buku itu bisa mengubah hidup seseorang, kadang karena melihat postingan penulisnya, kadang karena label best seller atau award-nya, kadang karena desain atau layout atau yah pokoknya terkait dengan isinya yang enak dibaca, ada juga yang karena penulisnya, tulisan pada sampul belakangnya, pengen aja ganti suasana, atau bahkan random. Banyak banget pokoknya dan sulit untuk menyebutnya satu persatu.
Nah, kalau buku "Building Great Sentences" ini kupilih karena selain tertarik dengan judulnya, daftar isinya itu bagus. Jadi gini ya, gak semua buku itu daftar isinya bagus. Ada yang asal-asalan, ups ... alakadarnya maksudnya. Buku "Building Great Sentences" ini beda, daftar isinya itu sudah memuat poin-poin penting yang akan dibahas pada bagian isinya. Ini kan buku tentang menulis, isinya tentu cara membuat tulisan yang baik, dan itu sudah tercermin di dalam daftar isi buku tersebut.
Terkait kepenulisan, aku pernah membaca beberapa buku karya penulis senior luar negeri, isinya cenderung berbantah-bantahan, disertai dasar dari pendapat masing-masing. Buku ini pun demikian, misalnya terkait panjang pendeknya kalimat. Brooks Landon termasuk penulis yang suka berpanjang-panjang. Alasannya, karena bisa lebih rinci/detail. Di situ dia menyinggung buku "The Element of Style" milik Strunk and White yang cenderung mengajarkan sebaliknya, simple and direct. Jadi, Strunk and White beda dengannya, tulisannya cenderung pendek-pendek. Namun, bagi Brooks Landon, sebenarnya mereka tidak bertentangan karena simple bukan berarti simplistic dan direct tidak berarti short, yang penting tiap kata atau bentukan itu punya fungsi dan kamu tahu tujuannya kenapa memasangnya pada kalimat atau tulisanmu.
Membaca itu aku jadi ingat pengalaman pelatihan menulis yang pernah kuikuti, yang mana di sana juga guru-gurunya memaksa harus memakai kalimat yang singkat. Agar tidak melelahkan, paparnya. Padahal, itu mungkin lebih berupa kesukaan/gaya selingkung aja, yang penting ketatnya aturan penulisan tetap diperhatikan.
Kemudian ada penulis senior lain asal Indonesia yang bahkan menyebut pengulangan kata sebagai dosa. Padahal, menurut Brooks Landon, itu tidak apa-apa, misalnya penggunaan "Dan" secara berulang di dalam kalimat, itu ada yang dapat berfungsi untuk membangun kekuatan emosional dan polisindenton. Terkait hal tersebut, aku pun pernah menemukan di dalam buku aturan bahasa Indonesia, seingatku ada majas (atau aturan tertentu) yang memberi nama pada kasus pengulangan semacam ini, dan itu tidak apa-apa. Menurut kesimpulan pribadiku, mungkin itu artinya hal tersebut kasuistik atau liat-liat sitkonnya, bukan larangan mutlak.
Kemudian tentang penggunaan "but" (tapi) di awal kalimat, ternyata Brooks Landon ini juga tidak alergi dengannya. Sama dengan Strunk and White, dia fine-fine aja dengan penggunaan kata "but" di awal kalimat. Dan aku pun sependapat dengan mereka, suka dengan bolehnya penggunaan kata "tapi" pada awal kalimat.
Isi dari buku "Building Great Sentences" ini seingatku tidak baru. Aku pernah membaca tulisan serupa pada buku lain, tapi aku tidak yakin buku yang mana, mengingat banyak sekali buku yang pernah kubaca. Mungkin karena temanya serupa, tentang panduan menulis dari dasar.
Buku ini ditulis dengan gaya bahasa formal yang halus dan berkelas, seperti buku yang aku juga lupa judul dan nama penulisnya, tapi yang jelas mereka itu sama-sama senior dan menjadi pengajar menulis formal di universitas. Mungkin yang backgroundnya begitu memang gaya menulisnya cenderung begitu. Meski demikian, pada buku mereka berdua, aku tetap sulit memahami. Entah karena bahasa Inggrisku yang minim atau karena ketidakmampuanku dalam memahami teori-teori atau dasar-dasar menulis yang mereka sampaikan. Mungkin penulis yang berasal dari jalur formal lebih mudah untuk memahami poin-poin dari ajarannya, sementara aku kan cenderung otodidak (atau aku cuma cari-cari alasan?). Ah entahlah, yang jelas aku masih kurang mampu memahami isi dari buku-buku tersebut. Bagiku pribadi, buku-buku itu termasuk buku berat, membacanya harus dalam kondisi fresh, konsentrasi penuh, dan pelan-pelaaan banget (dan semoga dengan cara ini berhasil paham).
Yah, gitu deh. Itu kalo aku lho ya. Kalau kamu belum tentu sama. Coba aja baca sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.