21 Maret 2021

Child Free

Child Free. Pikiran itu kembali menyeruak saat ada postingan bule tentang itu lewat di beranda. Aku juga jadi ingat ada salah satu coach cinta memutuskan demikian untuk rumah tangganya.

Aku pun jadi ingat postinganku sendiri beberapa hari yang lalu, tentang maraknya wanita yang hanya dianggap sebagai pemuas s*ks dan peternakan (semaunya gitu kl mau nges*ks sekarang ya sekarang, mo punya anak secepatnya ya harus langsung mbrojol, nggak mau punya anak ya nggak boleh jadi anak, mau jenis anak tertentu harus sesuai request, bahkan mau jumlah anak tertentu harus dituruti, dll). Juga, survei yang kuikuti beberapa waktu lalu yang ikut menyinggung hal itu.

Mengapa ada orang-orang yang memutuskan untuk child free? Benarkah mereka tidak menginginkan keturunan? Atau ....

Nah, aku memikirkan beberapa alasannya.

Mungkin:

1. Anak dianggap menyusahkan, 

Dia terlalu sibuk dengan karir atau lainnya, kurang punya sisi nurturing, atau lainnya.

2. Anak dianggap membuat keindahan/daya tarik tubuh berkurang dan miss V menjadi lebih longgar sehingga mengurangi kenikmatan s*ksual atau rasa PD. Muncul stretchmark-stretchmark, tubuh melar, pay*dara mengendur, dan semacamnya,

3. Belum siap secara fisik, mental, atau finansial,

4. Suami ga mau bantu, jadi punya anak hanya menambah beban. Makin capek dan susah sendiri,

5. Dia mengalami trauma karena ortu/keluarga yang disfungsi. Dia takut sadar/tidak akan berbuat buruk pada anaknya seperti perlakuan ortunya kepadanya. Tidak yakin bisa menjadi ortu yang baik.

6. Adanya anak hanya mengganggu hubungan antara dia dan pasangannya. Nggak bisa pergi-pergi, pacaran, nges*ks, atau hepi-hepi dengan bebas,

7. Dia tidak ingin hanya dianggap/dinilai hanya sebatas peternakan. Dia ingin lebih dinilai melalui aspek-aspek lainnya,

8. Trauma dengan rasa sakit melahirkan atau takut melahirkan,

9. Tidak yakin bisa punya anak, misalnya sakit, usia tertentu, rahimnya sudah diangkat, dll. Daripada dihina terang-terangan tentang anak/fertilitas, mungkin lebih aman berlindung di balik "childfree". 

10. Takut anak akan dikasari/mengalami abuse dari suami atau keluarga,

Atau alasan lain yang belum/tidak terpikirkan olehku.

Kadang ya malas untuk punya anak juga bikin istri malas nges*ks. Seperti yang sering kubahas, masih sering disosialisasikan s*ks hanya tentang kewajiban/tuntutan. Istri jadi males karena kebutuhan dan keinginannya tidak terpenuhi. Kondisi fisik atau mentalnya tidak diperhatikan. Bahkan, kepuasan s*ksualnya atau pemikiran dan perasaannya tidak diperhatikan. Org*smenya pun tidak diperhatikan. Semua hanya tentang suami dengan dalih istri hanya makmum. Dianggap ga punya suara dan membuatnya merasa kurang dimanusiakan. S*ks yang harusnya bisa dinikmati bersama (menyenangkan/dinanti kedua belah pihak) jadi nggak fun lagi. Males-malesin.

"Jangan deket2, ntar kalo kamu deket2 jadi anak lagi (bikin hamil)." Mungkin ada juga yang sepaket antara childfree dan males nges*ks.

Pada akhirnya, itu hanya pilihan hidup masing-masing. Cuma, misal childfree dan butuh sesuatu jangan ganggu/ngerusuhi orang lain ya untuk ngerawat or ngurusi kebutuhan kalian. Cz ada kasus mirip gitu. 

Kalau punya anak dan kalian merawat/memperlakukannya dengan sebaik mungkin, mungkin anak akan bener-bener sayang kalian dan ngertiin pas kalian lagi susah, bantu kalian, dan ga bikin kalian nyusahin orang lain yang bahkan mungkin asing atau bukan keluarga ataupun saudara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.