Lagi-lagi
akun-akun cewek bule yang kuikuti memamerkan tubuh b*gilnya. Entah sudah orang ke
berapa, tak kuhitung dan tak terlalu kuperhatikan latar belakangnya, karena akun
yang kuikuti banyak dan tujuannya pun berbeda-beda. Tapi pada umumnya aku menyukai
quotes, caption, atau video mereka, yang mengesankan mereka sebagai orang yang
ahli, bijak, meneduhkan, dan menebar banyak kemanfaatan.
Namun,
begitu foto-foto sy*r tersebut merebak, batinku bergolak, “Ternyata aku lebih
‘sehat’ darimu”. Yah, dan karena di dalam Islam itu melihat aurat wanita
(sesama jenis) pun berdosa (setidaknya aku menghindari melihat yang t*lanjang
bulat), ku-unfollow mereka.
Iya
sih ada di antara mereka yang cukup gemuk, ada juga yang tak terlalu gemuk
namun bertato, ada yang sudah bagus juga sebenarnya, macam-macam jenisnya, juga
posenya, dari yang sekadar berupa arahan foto dan pose menarik dalam fotografi,
sampai yang diberi efek-efek visual nan indah.
Body
shaming memang dilarang, tapi siapa yang bisa membungkam mulut semua orang. Tak
semua orang mudah menerima penghinaan, terutama jika kamu berasal dari keluarga
narsis atau keluarga yang berperilaku narsis, yang terbiasa melontarkan verbal
abuse, dihina dan dicari-cari kekurangannya itu sudah biasa, tanpa kamu
pernah dianggap benar atau indah.
Kegemukan
seringkali digaungkan dengan sangat berlebihan, padahal kekurusan juga mengalami
hinaan serupa. Namun, ketika mereka mengatakan “Aku berani t*lanjang, lho. Aku
berani menampakkan t*buhku utuh kepada semua orang. Aku PD, kan?”, ada yang
salah di sini. Kamu telah kehilangan rasa malu, kau biarkan dirimu menjadi
sasaran mata j*lang pria dan objek f*ntasi mereka, dan kamu mengecilkan dirimu
sendiri. Sebegitu pentingkah validasi pria dan wanita lain bagimu? Lalu jika
pria-pria tadi berucap tak s*nonoh, kamu marah, padahal undanganmu yang
menyebabkannya.
Tubuhmu
adalah titipan Tuhan bagimu (“milikmu”), tetapi kamulah yang bertanggungjawab
atasnya, apapun yang kamu lakukan padanya. Namun, kamu lebih dari sekadar
tubuhmu. Cintailah tubuhmu dengan cara yang benar, misalnya dengan tidak
menyakiti diri, berpakaian yang pantas, memakan makanan yang sehat,
berolahraga, istirahat yang cukup, menikmati me time, melakukan
aktivitas-aktivitas positif, mengucap afirmasi-afirmasi positif, dan
semacamnya, bukan dengan mempublikasikan ket*lanjangan hanya agar kamu bisa
mencintai dan menerima dirimu.
Kamu
tahu kan itu tidak benar? Bagaimana jika atasanmu melihatnya, bagaimana jika
klienmu melihatnya, bagaimana jika anakmu melihatnya, bagaimana jika muridmu
melihatnya, bagaimana jika suamimu melihatnya, bagaimana jika mertuamu
melihatnya, bagaimana jika orang-orang jahat (scammer, hidung belang, playboy,
dll) melihatnya, dan bagaimana jika seluruh dunia melihatnya? Pikirkan tentang
reputasi, rasa malu, dosa, keburukan yang diikuti orang lain, dan apakah Tuhan
akan suka atau rela t*buhmu ditonton oleh “jutaan” manusia dengan cara seperti itu?
Pikirkan.
Pikirkan kembali. Lalu semoga kamu bisa memutuskan dengan lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.