Pemalas
Sumber gambar: Lifehack.org (ditambah bingkai)
Malas positif, emang ada?
Malas positif adalah istilah saya sendiri bagi orang-orang yang
berusaha bekerja cerdas, bukan bekerja keras. Orang-orang model begini berusaha
mencari cara kreatif/sistem yang lebih baik agar bisa mendapatkan uang dengan
lebih ringan dan mudah. Mereka menyadari bahwa menjadi sangat sibuk itu tidak
selalu produktif, tergantung apa kesibukannya. Apalagi, terkadang kesibukan itu
bukan pertanda orang itu bekerja dengan baik. Orang bisa menjadi terlalu sibuk
jika kurang bisa memanajemen waktu/menentukan prioritas. Sering juga terjadi di
luar sana, pekerja menjadi sangat sibuk padahal kompensasi yang didapat dari
tempat kerja tidak sesuai dengan beban kerjanya. Faktor-faktor inilah yang
membuat sebagian orang terdorong untuk mencari cara yang lebih kreatif dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Beberapa waktu lalu sebuah video sempat melintas di hadapan saya. Seorang
pekerja memuntahkan unek-uneknya kepada Presiden Jokowi, betapa susah payahnya
dia melamar pekerjaan kemana-mana sampai uangnya habis. Dari bicaranya yang
meledak-ledak terdengar nada keputusasaan dan stres yang teramat sangat di
dirinya. Sambil diamini beberapa pria lain yang senasib, dia mengharap
perubahan.
Fenomena semacam ini juga dialami oleh banyak orang di luar sana,
termasuk saya sendiri pernah menjadi korbannya. Mencari pekerjaan itu begitu
menantang, bahkan menjadi “pekerjaan” baru bagi para pengangguran dan mereka
yang ingin beralih ke karir yang lebih baik. Capek itu pasti, capek tubuhnya
dan “capek” uangnya. Bagaimana tidak, untuk fotokopi, cetak (print), afdruk
foto, serta transportasi menuju ke lokasi semua perlu biaya.
Belum lagi dengan tantangan ke dua yang harus dihadapi, yaitu HRD
(atau pimpinan langsung) dan tes wawancara, yang biasanya membutuhkan
kepribadian serupa mereka (HRD/pimpinan) dan keahlian berbicara. Jika Anda
introvert seperti saya, yang tidak suka berbicara dan tidak suka berbohong
(atas nama jawaban diplomatis), Anda bisa sulit menembusnya.
Tantangan lain yang bisa dihadapi adalah tentang bidang kerja.
Bidang kepenulisan misalnya, masih jarang dijumpai dibandingkan dengan bidang
lainnya. Bekerja sebagai seorang penulis masih asing di Indonesia ini dan
dianggap sebagai anak tiri.
Nah, beruntungnya ada orang yang tanggap menyikapi kebutuhan ini. “Kalau
memang lowongan pekerjaannya susah didapat ya kita buat saja sendiri,” mungkin
begitu pikir mereka. Akhirnya muncullah situs-situs freelancer.
Menjadi Freelancer
Jika yang Anda butuhkan adalah penghasilan, tanpa terlalu
mempedulikan jabatan atau kekerenan di masyarakat, Anda bisa mencoba menjadi
freelancer.
Zaman sudah berubah dan kita tidak selalu harus bekerja di luar,
tidak selalu harus melalui HRD (interview), ataupun mencari klien dan customer
untuk produk dan jasa kita. Kita cukup meletakkan produk dan jasa kita pada
website freelancer dan biarkan klien yang datang mencari kita.
Kalau Anda pernah mendengar tentang istilah “daya ungkit”, Anda
mungkin memahami bahwa menjual pada blog atau website kita sendiri itu
membutuhkan usaha lebih. Kita harus memasarkan sendiri dan melakukan segalanya
sendiri, dan tidak semua orang bisa. Boro-boro jualan, blog atau website
pribadi saja kadang sepi kok. Iya, nggak? Jika Anda termasuk yang
demikian, Anda membutuhkan pengungkit, ya semacam situs freelancer ini. Dengan
berjualan di situs freelancer, merekalah yang memasarkan dirinya, lalu sisanya
serahkanlah pada persaingan bebas (konsumen yang memilih). Kita tidak perlu
pusing-pusing memikirkan pemasaran dan mencari klien/customer ke tempat yang
jauh. Tugas kita hanya menunggu orderan dan menangani orderan yang masuk dengan
baik.
Pokoknya enak deh bekerja sebagai freelancer. Yang masih bingung untuk ikhtiar
mencari rezeki atau mencari tambahan rezeki, jadi freelancer aja. Siapa
tahu jodoh rezeki Anda ada di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.