Stunting (kanan)
Tingginya Angka Stunting di Indonesia
Gawat, stunting
(kerdil) di Indonesia menempati posisi ke-4 di dunia! Sebanyak 37% balita mengalami
gangguan ini (sehatnegeriku.kemkes.go.id, 3 Juli 2018). Penderitanya menyebar
di seluruh wilayah dan lintas kelompok pendapatan. Jika merujuk pada standar
WHO (20%), kondisi ini sudah merupakan masalah gizi akut. Padahal, menurut
Bappenas, stunting berpotensi memicu kerugian ekonomi sebesar 2-3 persen dari
PDB. Jika PDB Indonesia saat ini Rp 13.000 triliun, diperkirakan potensi
kerugian akibat stunting sekitar Rp 300 triliun per tahun. Sangat besar, bukan?
Pembangunan SDM
sendiri merupakan prioritas Presiden Jokowi di dalam masa pemerintahannya. Dimulai
dari membangun infrastruktur kemudian disusul dengan membangun kualitas SDM,
termasuk menurunkan angka stunting. Meskipun sepertinya tidak berhubungan,
infrastruktur bisa menjadi alat intervensi gizi sensitif bagi balita. Menurut
Menkes, “Intervensi gizi sensitif sudah terbukti mampu berkontribusi sampai 70%
untuk keberhasilan perbaikan gizi masyarakat, terutama untuk penurunan angka
stunting.”
Begitu
pentingnya stunting, penanganannya akhirnya dimasukkan ke dalam salah satu
prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana pembangunan jangka menengah
nasional tahun 2015-2019.
Pembangunan SDM dan Bonus Demografi
Bonus demografi
Mengapa fokus
pemerintah lebih ke pembangunan SDM? Tak lain karena kualitas dan daya saing
suatu negara ditentukan oleh kualitas manusianya. Apalagi, pada 2030-2040
Indonesia akan mengalami bonus demografi. Jika penduduk usia produktifnya
banyak yang tidak berkualitas, tidak malah menjadi bonus, melainkan menjadi
beban demografi. Produktivitas negara akan menurun, begitupun daya saingnya.
Nyatanya, sebanyak
14 persen dari total populasi anak di Indonesia masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Satu dari tiga anak di bawah 5 tahun mengalami stunting, sedangkan
satu dari sepuluh anak Indonesia mengalami kekurangan gizi akut. Sehingga masih berisiko cukup tinggi atas
eksploitasi, pelecehan, kekerasan, dan penelantaran. (Katadata, 23/7/2018)
Saat ini,
jumlah penduduk di Indonesia sekitar 260 juta jiwa. Akan dibawa ke mana mereka?
Menjadi bonus demografi atau beban demografi?
Permasalahan Stunting
Stunting adalah
masalah serius dalam pembangunan sumber daya manusia. Juga, berefek besar pada
bidang-bidang lainnya. Ia merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Anak dengan stunting cenderung
memiliki IQ rendah, tinggi dan berat badannya tidak sesuai grafik perkembangan,
serta mudah sakit. Idealnya, berat badan bayi saat dilahirkan minimal 2500
gram, dan panjangnya minimal 48 cm. Kalau bayi lahir pendek, ia berpeluang
tubuhnya pendek. Ia butuh intervensi segera untuk mencegah agar tidak stunting,
seawal mungkin. Inilah alasan mengapa setiap bayi yang baru lahir diukur berat
dan panjang tubuhnya, serta dipantau terus hingga usia 2 tahun.
Penyebab
stunting bermacam-macam, misalnya kekurangan gizi kronis sejak janin dalam
kandungan, faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik, infeksi pada ibu,
gangguan mental pada ibu, kehamilan remaja, jarak kelahiran anak yang pendek,
hipertensi, serta rendahnya akses sanitasi dan air bersih.
Balita Indonesia dihantui stunting
Stunting sangat
berbahaya. Selain dapat menyebabkan kekerdilan, kecerdasan dan daya tahan tubuh
yang rendah, serta merugikan perekonomian negara, ia juga bisa menyebabkan
kematian. Penelitian Ricardo dalam Bhutta tahun 2013 menyebutkan balita
stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia
dan menyebabkan 55 juta anak kehilangan masa hidup sehat setiap tahun.
Peran Ibu dalam Mengatasi Stunting
Kabar baiknya,
stunting dapat diturunkan dengan mengoptimalkan peran serta wanita, khususnya
ibu. Ketahanan nasional dimulai dari ketahanan keluarga. Begitu pentingnya
masalah stunting ini sehingga pada Rakornas BKKBN tahun 2018, Menteri
Kesehatan, Nila Farid Moeloek, berpesan kepada para peserta pertemuan agar
pemenuhan gizi anak perlu menitikberatkan kepada faktor pendidikan bagi
perempuan dan pola asuh. Karena menurut Menkes, perempuan harus sehat dan
berpengetahuan, mendidik dan memberi makanan yang tepat bagi anaknya.
Bagaimanapun juga, upaya perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu modal
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Banyak hal yang bisa dilakukan oleh ibu dalam rangka menurunkan
stunting dan memperbaiki perekonomian negara. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Memenuhi
kebutuhan gizinya saat hamil
Kualitas
anak ditentukan sejak dalam kandungan. Pemenuhan gizi yang baik mutlak
diperlukan oleh bayi dalam rahim.
2.
Melakukan
IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
Pada
1 jam pertama dari kelahiran bayi, dilakukan IMD. IMD adalah proses meletakkan
bayi baru lahir pada dada atau perut sang ibu agar bayi secara alami dapat
mencari sendiri sumber Air Susu Ibu (ASI) dan menyusu. Air susu yang keluar
pertama kali ini sangat kaya kolostrum.
Pemberian
ASI yang optimal dapat menurunan angka kematian ibu dan bayi, memperbaiki gizi (khususnya
stunting), mengendalikan penyakit menular (HIV/AIDS, Tuberkulosis &
Malaria), dan mengendalikan penyakit tidak menular (Hipertensi, Diabetes
Melitus, Obesitas & Kanker). Apalagi IMD, bermanfaat ganda bagi ibu dan
bayinya. Selain dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi, ia juga berfungsi
membantu mempercepat proses pemulihan ibu pasca persalinan.
3.
Memberikan
ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan, dan dilanjutkan hingga 1000
hari pertama kehidupan
Seribu
hari pertama kehidupan terdiri dari 270 hari di dalam kandungan dan 730 hari
setelah kelahiran, atau 2 tahun pertama kehidupan. Dua tahun pertama kehidupan
merupakan periode sensitif yang menentukan kualitas hidup di masa mendatang. Periode
ini disebut periode emas, periode kritis, atau disebut window of opportunity
oleh bank Dunia.
Dalam
jangka pendek, masalah gizi pada periode tersebut dapat memicu terganggunya
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan metabolisme dalam tubuh, dan
pertumbuhan fisik. Sedangkan dalam jangka panjang bisa menurunkan kemampuan
kognitif dan prestasi belajar serta melemahnya kekebalan tubuh sehingga mudah
sakit. Selain itu muncul pula risiko tinggi akan penyakit diabetes, penyakit
jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan kegemukan. Efek lanjutnya yakni
kualitas kerja tidak kompetitif sehingga produktivitas ekonomi rendah.
Akibat
yang ditimbulkan terhadap bayi di atas usia 2 tahun, termasuk stunting, akan
bersifat permanen dan tidak bisa diperbaiki. Oleh karena itu, pemberian ASI
hingga bayi berumur 2 tahun sangat mendukung pertumbuhannya agar optimal. Bayi
akan tumbuh sehat, cerdas, dan produktif.
Sinergi Bersama dalam Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi
(Stunting Summit 2018)
4.
Memberikan
MPASI yang beragam
Pada
6 bulan pertama, hanya berikan ASI kepada bayi. Setelah bayi berusia 6 bulan,
tetap berikan ASI hingga ia berusia 2 tahun, sambil memberinya juga MPASI
(makanan pendamping ASI). Berikan kepada bayi MPASI yang beragam, sekaligus
memberinya makanan cair dan lunak yang baik.
5.
Rutin
ke Posyandu
Ibu-ibu
yang memiliki bayi dan Balita diharapkan dapat membawa buah hatinya minimal
satu bulan sekali ke Posyandu atau fasilitas kesehatan. Hal ini dilakukan untuk
memantau status gizi dan imunisasi anak. Di sana bayi akan ditimbang dan diukur
tinggi badannya dan diberi perlakuan lain, misalnya imunisasi dan pemberian
vitamin A. Manfaat lainnya adalah bila ditemukan gangguan dapat segera diatasi,
misalnya dengan pemberian makanan tambahan.
Rahasia anak berkembang optimal dan tidak mudah sakit
6.
Memberikan
anak pola makan dan pola asuh yang tepat
Stunting
dipengaruhi oleh rendahnya kuantitas, kualitas, dan keanekaragaman gizi yang
diberikan kepada anak. Oleh karena itu, dikenalkan istilah “Isi Piringku”
sebagai upaya perbaikannya.
Sedangkan
pola asuh penyebab stunting terutama berkaitan dengan praktek pemberian makan
bayi dan balita yang kurang baik.
7.
Memberikan
pemahaman perencanaan keluarga kepada remaja putrinya
Para
remaja putri harus dipersiapkan agar ketika menikah dan hamil anaknya tidak
stunting. Remaja putri yang terkena anemia dapat terganggu kesuburannya.
Sehingga ketika hamil, asupan gizi untuk bayi yang dikandungnya menjadi kurang
dan akhirnya melahirkan bayi stunting.
8.
Menerapkan
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)
Kondisi
kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh harus secara ekstra melawan sumber
penyakit sehingga menghambat penyerapan gizi. Oleh karena itu, diperlukan pola
hidup sehat, yaitu dengan rajin berolahraga, perbanyak makan sayur dan buah,
cek kesehatan berkala, meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas
sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
9. Berperan
aktif dalam PKK, Dharma Wanita Persatuan, dan Posyandu untuk mendukung
program-program pemerintah
Melalui PKK,
Dharma Wanita Persatuan, dan Posyandu, para ibu bisa berperan lebih luas dari
sekadar lingkup keluarga, misalnya dengan pemberian makanan tambahan dan
kampanye “Isi Piringku”.
Sementara pemerintah sendiri sudah melaksanakan berbagai program pencegahan
stunting, yaitu sebagai berikut:
1.
STBM
(Sanitasi Total Berbasis Lingkungan)
STBM
memiliki 5 pilar, yaitu berhenti buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai
sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah
tangga, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga.
Program
ini memiliki target pencapaian universal pada 2019, yang berupa 100% akses air
minum, 0% kawasan kumuh, dan 100% akses sanitasi yang layak.
Air
yang tidak layak akibat sanitasi buruk dapat menyebabkan diare kronis pada
bayi, sehingga penyerapan gizi berkurang. Akhirnya terjadilah stunting.
2.
Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) bagi balita, anak usia SD, dan ibu hamil.
3.
Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
4.
Program
Keluarga Harapan (PKH)
PKH
adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai bersyarat
kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). PKH berperan memperbaiki kesehatan
dan gizi anak.
5.
Menganjurkan
pola hidup sehat, misalnya dengan berolahraga.
6.
Pembangunan
infrastruktur dasar, seperti air bersih dan sanitasi.
7.
Intervensi
pangan dan gizi masyarakat
Intervensi
gizi tersebut dibagi menjadi intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi
sensitif.
Untuk
intervensi gizi spesifik dilakukan melalui promosi serta suplemen gizi makro
dan mikro (pemberian tablet tambah darah, Vitamin A, dan taburia). Selain itu
juga dilakukan penatalaksanaan gizi kurang/buruk, pemberian obat cacing dan
zinc untuk manajemen diare, pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI, fortifikasi,
kampanye gizi seimbang, pelaksanaan kelas ibu hamil, dan JKN.
Untuk
intervensi gizi sensitif dilakukan melalui pemantauan tumbuh kembang,
penyediaan air bersih, pendidikan gizi, imunisasi, pengendalian penyait,
penyediaan jaminan kesehatan, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga (PISPK), Nusantara Sehat (NS) serta akreditasi puskesmas dan rumah
sakit.
Stunting memang
membayang-bayangi bonus demografi di Indonesia dan membuat perekonomian
Indonesia terancam. Akan tetapi, dengan kerja sama antar kementerian/lembaga,
masyarakat (terutama para ibu), dan berbagai pihak stunting pasti bisa diatasi.
Tanpa stunting,
bonus demografi akan benar-benar menjadi bonus (berkah) bagi negara kita. Bayangkan,
satu anak Indonesia yang cerdas akan mampu mengangkat perekonomian negara
hingga 48 kali lipat, begitu kata Menteri Bappenas, Bambang Brodjonegoro.
Ayo ibu-ibu,
berikan dukunganmu untuk Indonesia bebas stunting! Perbuatan sederhana kalian
sungguh mulia dan berdampak besar bagi negara.
Benarlah kata
pepatah, membangun wanita sama dengan membangun generasi.
Bicara pencegahan stunting, bicara masa depan
Sumber:
Sehatnegeriku.kemkes.go.id
Katadata.co.id