Teknologi
Sumber: Pixabay (by Firmbee)
Perkembangan
teknologi membuat manusia semakin kehilangan afeksi dan sisi manusiawinya. Dan
mereka pun tak hanya mulai mempertanyakan diri sendiri, tetapi juga berani
mempertanyakan Tuhan. Kendati sebenarnya teknologi, sama seperti banyak hal
lain, bersifat netral. Manusialah yang memberi arti teknologi tersebut untuk
menjadi positif atau negatif.
Pada
pabrik misalnya, penggunaan mesin-mesin lebih dipercaya sterilitasnya
dibandingkan tangan manusia. Kemudian adanya TV, yang tak sekadar memberikan
informasi dan hiburan, tetapi juga membuat orang bertengkar, lebih cuek, dan
malas bersosialisasi. Begitupun dengan telepon dan gawai, yang tadinya
bertujuan untuk memudahkan komunikasi jarak jauh, kini malah membuat orang jadi
malas bertemu. Bahkan, tetangga sebelah rumah saja tinggal menelepon kalau ada
urusan.
Sementara
itu, gawai yang isi dan fungsinya lebih kompleks daripada telepon tak mau
kalah. Orang bisa tetap mengunjungi atau bertemu kita tetapi terus sibuk dengan
gawainya. Entah mereka menggunakannya untuk main game, chat, urusan bisnis,
main medsos, atau lainnya. Batasan antara waktu yang benar-benar untuk kita dan
untuk yang lain semakin tidak jelas.
Tak
hanya itu, komunikasi tak langsung melalui gawai atau internet tersebut juga
membuat orang semakin kasar kata-katanya, semakin memaksakan pendapat untuk
diterima, semakin cuek, dan semakin mudah memutuskan hubungan. Kalau ada
acara-acara sosial, orang lebih mungkin untuk tidak datang, melainkan hanya
berucap atau berkomentar melalui media sosial orang tersebut.
Belum
lagi dengan adanya dengan tren untuk bertindak sebagai mata-mata. Untuk urusan
pekerjaan, percintaan, atau lainnya orang suka mengintai medsos orang lain.
Alih-alih membangun koneksi agar orang itu nyaman berbicara dengannya, mereka
malah mencari tahu sendiri dengan cara memata-matai. Semakin sulit bagi kita
untuk memisahkan diri antara urusan pribadi dan urusan lain. Bos dan rekan
kerja, calon, atau keluarga pun bahkan ingin memata-matai kita sampai sedalam-dalamnya.
Privasi menjadi nyaris tidak ada lagi. Sehingga, orang-orang berlomba untuk
menciptakan image indah (pencitraan) dan mengesankan dirinya selalu bahagia dan
baik-baik saja serta “kuat” agar selamat pada semua urusannya.
Sisi
manusiawi memang telah jauh berkurang. Termasuk dengan kehadiran kloning dan AI
(Artificial Intelligence/kecerdasan buatan) yang membuat manusia semakin
berani mempertanyakan Tuhan. Manusia mulai meragukan dirinya dan meragukan
bahwa ciptaan Tuhan adalah yang terbaik. Namun, manusia pun lupa bahwa dirinya
adalah manusia. Mereka hanya bisa menang dari ciptaan manusia (kloning dan AI
misalnya) dengan mempertahankan dan meningkatkan sisi-sisi positif
kemanusiaannya.
Kini,
banyak orang berinteraksi dengan orang lain tanpa terlalu memiliki perasaan.
Mereka menatap layar, bukan berkontak langsung mata dengan mata; mereka
berbicara jarak jauh, tanpa bisa merasakan bisikan langsung ke telinga; mereka
melakukan video call tanpa bisa memeluk langsung, menyentuh langsung, atau
mengusap air mata kita; bahkan untuk berciuman pun mereka berciuman jarak jauh
melalui gawainya (ada gawai yang dilengkapi dengan alat tersebut), bukan
sentuhan langsung antara bibir mereka dengan bibirnya. Tentu berbeda rasanya
berkontak langsung dan berkontak melalui alat. Hal ini dapat menurunkan
hormon-hormon penguat cinta dan koneksi, sehingga kita tak terlalu sensitif
lagi. Kemampuan afeksi dan sisi manusiawi kita menjadi berkurang.
Selain
itu, kita tidak akan mendapatkan manfaat kesehatan darinya seperti bagaimana
sentuhan dapat menormalkan detak jantung dan tekanan darah serta meningkatkan
sel-sel dan daya tahan tubuh.
Kita
ini manusia, sementara ciptaan kita bukan. Jika kita menjadi diri kita yang
asli/ori, maka kita akan selalu lebih unggul daripada manusia yang palsu
(walaupun mungkin membutuhkan latihan terlebih dahulu). Sayangnya, manusia
sudah semakin mirip robot. Tak heran jika mereka kalah, semakin lemah, atau semakin
mempertanyakan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.