24 Desember 2017

Memanipulasi Pahala dan Surga. Bisakah?



Memanipulasi Pahala dan Surga. Bisakah?
Ilustrasi surga

Setiap manusia ingin yang mudah, cepat, ringan, dan semacamnya terkait dengan hal-hal yang baik-baik. Tetapi, apakah yang tampak ringan itu memang begitu adanya? Atau manusianya yang terlalu menggampangkan? Atau, setidaknya, apakah itu seperti yang mereka pikirkan?

Ada iming-iming tentang keutamaan malam Lailatul Qadar. Lalu ada orang pengen dan hanya ngincer malam yang diduga sebagai malam Lailatul Qadar saja. Bisakah?

Saya juga pernah dengar/baca, siapapun yang kalimat terakhirnya “Laa Ilaa Ha Ilallah” akan masuk surga. Lalu ada orang merasa, ah gampang, cuma bilang begitu. Aku sudah hafal.

Atau contoh-contoh lain yang serupa.

Kenyataannya, yang saya tahu, kalimat terakhir orang sebelum meninggal (begitupun perbuatannya) biasanya adalah sesuai dengan kebiasaannya sewaktu masih hidup. Bahkan pernah ada cerita, sebelum meninggal yang keluar adalah nyanyian, bukan kalimat Laa Ilaa Ha Ilallah atau zikir yang lain. Bisa jadi kalau semasa hidup suka misuh keluarnya ya pisuhan. Jangankan begitu, orang yang biasa berzikir saja, kalau bukan zikir tahlil maka keluarnya ya zikirnya yang biasa diucapkan. Terkadang, orang kan ada yang punya zikir favorit sendiri-sendiri sebagai zikir harian. Mungkin istighfar. Maka kalau dituntun untuk mengucap tahlil susah. Bisanya dituntun baca istighfar.

 Suatu hari seseorang bercerita. Katanya, dia ingin tinggal di depan masjid, agar kalau meninggal nanti banyak yang menyolatkan. 

Seketika saya berpikir, itu tetap saja tergantung akhlaknya. Kecuali bila mendapat keajaiban atau rahmat dari Allah.

Kemarin saya sempat membaca buku, 5 Hal yang Harus Kamu Ketahui Sebelum Kamu Mati. Di dalamnya diceritakan tentang orang yang sangat baik dan orang yang sangat buruk. Penulisnya adalah pendeta. Dia pernah menangani prosesi pemakaman yang tanpa pengunjung satupun dan prosesi pemakaman yang pengunjungnya sangat banyak sampai membludak. Si orang baik didatangi begitu banyak orang, bahkan di antaranya ada orang asing. Orang asing tadi juga mendapat kebaikan dari orang mati tersebut, dan begitu terkesan. Si baik tadi membuatnya tidak jadi bunuh diri. Tetapi, mereka belum sempat berkenalan. 

Saya berpendapat, konteksnya akan serupa itu. Ketika orang banyak berbuat baik, maka peluang untuk didatangi orang saat matinya pun semakin besar. Itu juga mungkin merupakan salah satu hikmah dari adanya anjuran untuk membuat tetangga aman dari gangguan kita.

Kan ada orang yang kalau mati orang lain malah seneng? Merasa bebas dari kezalimannya.

Dari semua bahasan ini, kesimpulannya, saya berpendapat, kita tidak bisa memanipulasi pahala atau surga. Kecuali atas rahmat Allah/ada keajaiban. Allah menghendaki kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffaah (menyeluruh), bukan pilih-pilih jalan pintasnya saja. 

Wallahu a’lam bishshawab.



 Sumber gambar: Pxhere