Selamat
datang Ramadhan. Alhamdulillah tahun ini saya masih bisa bertemu dengan bulan
yang penuh dengan berkah, rahmat, dan ampunan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hanya satu bulan dalam setahun dan sangat istimewa, tentu saja banyak yang
menantikannya. Diiringi dengan berbagai ibadah yang wajib maupun sunnah dari
Allah, kemudian diramaikan pula dengan berbagai kegiatan pribadi manusia
menjadikan bulan Ramadhan semakin meriah. Namun jangan sampai berbagai
kegiatan/kemeriahan tadi keluar dari tujuan ramadhan yang sebenarnya.
Sudah
umum diketahui bahwa di bulan Ramadhan umat muslim yang sudah baligh diwajibkan
berpuasa. Namun masih sering dijumpai ketika berbuka mereka malah makan dan
minum secara berlebihan. Selain itu pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi
(makan dan minum) juga meningkat, ini kan aneh? Padahal makan yang biasanya 3
kali sehari sekarang menjadi 2 kali sehari, kok bisa pengeluaran meningkat?
(Ini di luar kenaikan harga menjelang lebaran atau kenaikan harga BBM lho ya). Sebaliknya,
ada juga orang yang berpuasa karena ingin diet atau tujuan lainnya yang salah.
Kalau
di daerah saya ada jadwal pemberian takjil dan hidangan tadarus, tiap hari
ditanggung 3 orang. Masalahnya dalam pembagian hidangan takjil/berbuka itu
terkadang tidak adil, bagian jamaah pria lebih banyak dari jamaah wanita, jatah
dari sebagian jamaah wanita lebih banyak dari sebagian jamaah wanita lainnya,
ada ibu-ibu tertentu (yang kurang peduli) mengambil jatah berlebihan, ada
ibu-ibu tertentu yang tanpa malu-malu menyisihkan banyak dari takjil itu untuk
dirinya sendiri lalu membawanya pulang, dan sebagainya. Ada pula ibu-ibu yang
membawa makanan sendiri dari rumah dengan jumlah tak seberapa sehingga tidak
semua jamaah diberinya. Hal ini tentu menyakitkan hati sebagian jamaah lainnya,
mengapa dia tidak diberi, merasa dibenci, merasa ada grup-grup tertentu, dan
sebagainya.
Di
dalam tadarus juga ada semacam itu. Malah, ibu-ibu sering membawa makanan
tambahan dari rumah untuk dimakan saat tadarus. Di sini ibu-ibu membuat
beberapa kelompok kecil ketika tadarus, maksudnya agar sampainya giliran mereka
tidak terlalu panjang. Nah, pembagian makanan tadi terkadang hanya diberikan
pada kelompok-kelompok mereka saja. Itu kan kurang baik. Mereka juga cenderung
untuk makan berlebihan (ngemil terus).
Hal yang lain lagi adalah, tadarus ini menjadi sedikit keluar dari makna yang
sesungguhnya ketika ibu-ibu yang sudah lancar membaca Al Qur’an malas
berkelompok dengan ibu-ibu yang tidak/kurang lancar. Mereka juga cenderung
mendominasi dengan alasan agar cepat khatam. Akhirnya ibu-ibu yang tidak/kurang
lancar ini terkadang sulit mendapatkan kelompok atau hanya diberi jatah membaca
sedikit saja (karena ibu-ibu yang sudah lancar juga tidak sabar menanti bacaan
mereka yang sangat lama, selain malas untuk mengoreksi terlalu banyak).
Mengenai
tarawih, di sini diseragamkan 11 rakaat. Jadi, siapapun imamnya mereka
mempunyai toleransi dengan ikut 11 rakaat. Berbeda dengan ketika saya sholat di
sebuah masjid besar di Surabaya, ada yang tarawih 11 rakaat dan ada yang 23
rakaat. Yang menjadi masalah adalah ketika jamaah yang mengikuti 11 rakaat
pulang, sehingga shaf menjadi berlubang (tidak rapat) sementara jamaah yang
tersisa tidak mau mengatur ulang shafnya. Sholat menjadi terasa aneh. Hal lain
yang saya suka adalah sepanjang saya tarawih di masjid ini (di perumahan saya)
imamnya pengertian, ritme sholatnya enak-tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lambat-, suaranya juga jelas terdengar, dan kebanyakan bacaan suratnya
pendek-pendek. Khutbahnya pun begitu; singkat, padat, dan jelas. Jadi bagi yang
mempunyai kesibukan lain bisa segera melanjutkan aktivitasnya.
Di
luar hal-hal itu, biasanya bisa ditemui di jalan orang yang membagikan takjil
secara cuma-cuma, jumlah sumbangan meningkat (banyak yang menyumbang di bulan
ramadhan), kemudian meningkatnya jumlah pedagang (mukenah, kue kering lebaran,
baju muslim dan muslimah, hidangan berbuka, dan sebagainya), dan lain-lain.
Yang jelas selama itu positif silakan dijalani. Namun jika itu menjadikan
ibadah di bulan Ramadhan terganggu secara fisik maupun kekhusyu’annya maka
tentunya kurang baik untuk dilanjutkan.
Terus
ada lagi ini, tidak mau ketinggalan, meski bukan termasuk ibadah di bulan
Ramadhan tapi sering juga ditemui. Apa lagi kalau bukan main petasan/mercon.
Sudah bahaya, mengganggu, tidak ada manfaatnya pula.
Nah
artikel ini saya tulis sebagai pandangan bahwa hal-hal menyimpang seperti di
atas masih ada dan bisa mengganggu/mengurangi makna yang sebenarnya dari
kegiatan-kegiatan di dalam bulan Ramadhan itu sendiri (puasa, tarawih, tadarus,
dan lain-lain).
Untuk
ke depannya semoga Ramadhan kita semua akan lebih baik lagi. Semoga semua amal
ibadah kita di bulan Ramadhan ini diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan
mendapatkan pahala yang sempurna di sisi-Nya. Selain itu semoga dosa-dosa kita
diampuni, kekurangan kita ditutupi/diperbaiki, sehingga di bulan-bulan
selanjutnya kita menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin.
*Tulisan
ini diikutkan lomba Gebyar Farmasi Universitas Andalas