02 Februari 2021

Pendekatan Baru Penyakit Autoimun

Akhir-akhir ini sepertinya kasus autoimun meningkat. Jenisnya pun banyak sekali. Sepintas saya browsing kurang lebih perkembangan ilmu pengetahuan tentang itu di Indonesia masih sama.

Padahal, ketika saya mengikuti akun ahli kesehatan dari luar negeri sudah ditemukan suatu pendekatan baru terhadap penyakit ini.

Di sini, saya ingin kalian untuk tidak mendewa-dewakan sesuatu, apa pun itu. Baik itu pengobatan modern atau tradisional atau hal-hal lainnya, pasti punya kelebihan dan kekurangan sendiri, dan terbukalah bahwa mungkin ada ilmu pengetahuan yang belum diketahui oleh yang satu tetapi sudah diketahui oleh yang lainnya. Tujuan kita sehat dan sembuh, bukan? Jadi metode apa pun asal halal dan baik ya kenapa tidak diteliti ulang lalu kalau cocok ya dicoba.

Mungkin Anda pernah mengalami atau melihat orang didiagnosis itu-itu saja, padahal salah. Dan itu sudah berganti-ganti dokter.

Mungkin Anda juga pernah mengalami atau melihat orang merasa sakit tetapi diagnosanya baik-baik saja.

Atau mungkin juga Anda pernah mengalami atau melihat orang sakit yang tidak ketemu-ketemu penyakitnya, seperti yang dialami oleh Eben Alexander, seorang ahli neuroendokrinologi (ahli bedah saraf) yang hampir mati karena penyakit langka yang dideritanya, yang ternyata adalah meningitis E. coli.

Nah, di situlah Anda perlu terbuka terhadap opsi baru dan menyadari bahwa dunia kedokteran modern pun punya keterbatasan.

Dalam hal autoimun ini pun mungkin demikian kondisi kedokteran di Indonesia.

Ketidakpercayaan ini juga pernah menimpa Barry Marshall dan Robin Warren saat dirinya menemukan Helicobacter pylori (H. pylori) sebagai penyebab dari luka lambung/kanker lambung. Dulu (dan hingga kini sih), penderita gangguan lambung langsung dituduh karena stres atau makanan pedas. Padahal, bisa karena H. pylori ini.

Kemudian, terinspirasi dari Barry Marshall, dokter Thomas Borody, gastroenterologi dari Australia (Australian gastroenterologist) menemukan metode transpoosion (transfusi mikroba dari feses orang yang sehat ke usus orang yang sakit) yang diklaim dapat menyembuhkan multiple sclerosis dan parkinson.

Sejauh ini, dunia pengobatan sepertinya lebih mengobok-obok bakteri dibandingkan lainnya, tetapi ada juga kasus gangguan kesehatan yang disebabkan karena jamur, misalnya karena pertumbuhan Candida yang berlebihan (Candida overgrowth).


Ini semua adalah pendekatan penyakit berbasis mikroba ya. Ada banyak pendekatan lain juga, misalnya pendekatan enzim, hormon, limfa/kelenjar getah bening, atau lainnya.

Intinya ya, tubuh kita itu merupakan suatu sistem yang harus dijaga keseimbangannya. Makanan atau emosi bisa mempengaruhi tubuh, begitupun sebaliknya. Enzimnya bisa terpengaruh, hormonnya bisa terpengaruh, mikrobanya bisa terpengaruh, dll. 

Nah, kembali pada kasus autoimun (autoimmune diseases), seorang ahli dari luar negeri juga menemukan berhubungan dengan mikroba. 

Perhatikan penjelasan di bawah ini:



Untuk mengetahui mikroba penyebabnya, Anda bisa melakukan PCR quantitative test via stool analysis (tes kuantitatif PCR melalui analisis feses/pup/berak/kotoran) untuk mendeteksi DNA dari mikroorganisme yang memicu autoimun.


Nah, itu contoh hasil tesnya.

Tes PCR itu setahu saya mahal sekali. Apalagi kalau mikroba yang dites banyak sekali. Dan setahu saya tes PCR feses untuk autoimun ini belum ada di Indonesia.
Anda bisa menghubungi akun IG dari Dr. Robert G DeBease (dr.robdebease.alternacare1) dari Georgia.

Karena tesnya mahal dan ke luar negeri juga mahal itulah maka saya tekankan bahwa tulisan saya ini untuk penderita autoimun yang kaya.

Kadang-kadang ya meskipun kita tahu ada tes atau terapi di luar negeri tetapi istilahnya itu kayak "biayanya mbendol depan" (kelihatan besar banget di awal), dan harus ke luar negeri (sementara kita nggak pernah ke luar negeri) itu kayak "awang-awangen" (males dan berat banget, atau mungkin juga ada rasa takut).

Tapi bagi kalian yang kaya, apalagi berani atau bahkan sudah sering ke luar negeri, cobalah alternatif ini.

Di Indonesia, terapinya mungkin masih itu-itu saja. Anda mungkin merasa seperti mentok karena nggak ada perkembangan.

Coba hubungi dokter Robert lalu lakukan tes tersebut. Selanjutnya mungkin dokter Robert akan memberikan terapi/perawatan yang lebih tepat untuk Anda. 

Dan semoga Anda semua segera sembuh sempurna.

Setidaknya, Anda beruntung, karena dengan kekayaan Anda Anda bisa berikhtiar dengan lebih maksimal.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.