Padang lamun
Segera
Selamatkan Padang Lamun Indonesia
Indonesia
harus belajar dari kasus punahnya ekosistem padang lamun di Eropa pada 1917.
Ekosistem padang lamun tersebut tak bisa direhabilitasi hingga sekarang. Belum
lagi dengan adanya kabar buruk yang berasal dari hasil studi tahun 2009, yaitu
tentang musnahnya sekitar 58% dari hamparan padang lamun dunia.
Meskipun
13 dari 60 jenis lamun yang dikenal di dunia ada di Indonesia, kondisi
padang lamun di Indonesia saat ini juga perlu penyelamatan segera. Mayoritas,
yaitu sebanyak 80 persen berada dalam kondisi kurang sehat, 15 persen lainnya tidak
sehat, sedangkan yang sehat hanya 5 persen. Lima persen itu pun hanya di Biak
Papua. Bahkan, padang lamun di daerah konservasi juga tidak luput dari
kerusakan, seperti yang terdapat di Wakatobi dan Lombok. Kerusakan-kerusakan yang
dimaksud umumnya disebabkan karena aktivitas manusia seperti reklamasi,
pencemaran, dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
Berbagai
Manfaat Padang Lamun
Padang lamun
Dibandingkan
ekosistem terumbu karang dan mangrove, ekosistem padang lamun masih jarang
dipelajari. Baru ketika kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan kajian tentang padang
lamun mulai bermunculan, juga upaya pelestariannya. Padahal, ketiganya sama-sama
merupakan pengendali ekosistem di laut.
Lamun
menempati 0,1% dari dasar laut, namun bertanggung jawab terhadap 11% karbon
organik yang terkubur di lautan. Padang lamun, bakau dan lahan basah pesisir
menangkap karbon pada tingkat yang lebih besar daripada hutan tropis. Meskipun
persebaran lamun hanya 0,2 % dari seluruh perairan di planet bumi, kemampuannya
dalam menyimpan CO2 dua kali lebih banyak daripada jumlah yang disimpan oleh
hutan di darat (DSCP Indonesia). Lamun bersama dengan tumbuhan mangrove dan
rawa payau dapat mengikat 235-450 juta karbon per tahun, setara hampir setengah
dari emisi karbon lewat transportasi di seluruh dunia. Dengan kata lain, mereka
mendukung peranan laut sebagai pengikat karbon (blue carbon), sebagai
tandingan terhadap peranan hutan daratan (green carbon).
Selain
itu, padang lamun juga dapat menahan gelombang, mencegah erosi, serta menangkap
dan menyetabilkan sedimen, sehingga air menjadi lebih jernih.
Hasil
penelitian tim dari Universitas Swansea, UK bersama dengan Sustainable Place
Institute, Universitas Cardiff, Forkani dan Wildlife Conservation Society
menunjukan, padang lamun di Indonesia merupakan area strategis penting untuk
menjaga kelangsungan pangan nasional maupun kebutuhan untuk ekspor perikanan.
Survey yang mereka lakukan di Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara menemukan
setidaknya terdapat 407 jenis ikan yang mendiami padang lamun. Sebagian besar
yang tertangkap juga berasal dari sana, yaitu sebanyak 62 persen. Memang,
padang lamun memasok 50% perikanan dunia. Tiga puluh dua persen spesies ikan
komersial memanfaatkan lamun selama satu bagian dari siklus hidupnya.
Tak
hanya ikan, berbagai biota air lain juga hidup di padang lamun, misalnya teripang,
bintang laut, bulu babi, keong laut, siput laut, cacing, rajungan, pesut, penyu
laut, kerang, udang, dan duyung. Itu artinya, selain keanekaragaman hayati di
padang lamun sangat tinggi; keberadaan padang lamun juga menunjang mata pencaharian
dan kebutuhan protein pada manusia.
Hubungan
Duyung dan Padang Lamun
Duyung
(Dugong dugon) merupakan mamalia laut yang banyak terpengaruh oleh
padang lamun. Ia merupakan spesies kunci dari upaya konservasi padang lamun. Hal
itu karena satu-satunya makanan herbivora ini adalah lamun jenis tertentu.
Terutama Halophila dan Halodule, sangat disukainya. Kehilangan padang lamun
bisa menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan populasi duyung. Di sisi lain,
status populasi duyung dapat menjadi indikator keberadaan lamun, sekaligus
indikator bagi kesehatan ekosistem pesisir secara umum.
Hubungan
antara duyung dan lamun termasuk ke dalam simbiosis mutualisme. Duyung memakan
lamun dan mengontrol sebarannya, sekaligus memperlancar siklus nutrien pada
habitat lamun. Sedangkan lamun memanfaatkan kotoran duyung untuk
perkembangannya.
Upaya
Pelestarian Duyung di Indonesia
Menemukan
duyung sangatlah sulit. Selain karena termasuk hewan pemalu, ia juga
beraktivitas di malam hari dan di dalam air. Reproduksinya pun lambat. Ditambah
dengan maraknya perburuan dan semakin rusaknya habitat duyung membuatnya
semakin susah dicari. Namun, di beberapa daerah duyung masih bisa dijumpai,
misalnya di perairan laut pulau Bawean, perairan Kariangau, Alor (Nusa Tenggara
Timur), Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), Bintan (Kepulauan Riau) dan
Tolitoli (Sulawesi Tengah). Dari sejumlah daerah di atas, Alor, Kotawaringin
Barat, Bintan, dan Tolitoli kemudian ditetapkan menjadi lokasi percontohan
pelestarian duyung dan lamun.
Di
Bintan, begitu melimpahnya populasi duyung sehingga dijadikan maskot atau ikon
di sana, yaitu sejak tahun 2010. Namun, penurunan populasi duyung di kepulauan
Riau terus terjadi. Sehingga, Bintan kemudian dipersiapkan menjadi Dugong
Center, bersama dengan Tolitoli.
Bandingkan
kondisi di atas dengan kondisi pada tahun 70-an. Helena Marsh, peneliti senior
dari James Cook University, Australia, memperkirakan, populasi duyung di
Indonesia pada masa itu mencapai 10 ribu individu. Kemudian menyusut menjadi
1000 ekor di tahun 1990-an.
Untuk
melestarikan duyung dan padang lamun, Indonesia mendapatkan dana hibah sebesar
11 miliar dari lembaga non profit internasional. Lembaga yang dimaksud terdiri
dari Global Environment Facility (GEF), United Nations Environment Programme
(UNEP), The Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals
(CMS), dan Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund. Dana tersebut
diperuntukkan bagi program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP)
selama tiga tahun, yaitu dari tahun 2016 hingga September 2018. DSCP
Indonesia tersebut diinisiasi untuk mengumpulkan data dan informasi tentang
duyung dan lamun, serta mendorong pengelolaan masyarakat yang diberdayakan
melalui skema insentif dan pengenalan praktik perikanan berkelanjutan.
Duyung
Duyung
sangat rawan punah. Untuk menjadi dewasa dibutuhkan waktu 10 tahun, baru bisa
melahirkan di usia 3-5 tahun, mengandung selama 14 bulan, usinya paling lama
60-70 tahun, dan hanya melahirkan satu bayi di setiap kelahiran. Kelahiran
individu tersebut dengan interval 2,5-5 tahun.
Duyung
dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1999, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, serta
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Selain itu, duyung sudah
masuk ke dalam Daftar Merah oleh the International Union on Conservation of
Nature (IUCN) dunia sebagai satwa yang “rentan terhadap kepunahan”. Serta,
masuk juga dalam Apendiks I oleh the Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Bahaya
Penurunan Populasi Duyung dan Rusaknya Padang Lamun
Contoh padang lamun yang rusak
Populasi
duyung sangat bergantung pada lamun sebagai habitat dan sumber pakan. Sedangkan
lamun, sekali hancur maka kapasitasnya untuk pulih terbatas dan lambat, dan
sebagian besar tergantung pada kedatangan benih atau bibit. Kerusakan itu bisa
memakan waktu puluhan tahun untuk diperbaiki. Kehancuran lamun pun akan
menyebabkan karbondioksida yang diambil dan disimpan di tanah dan biomassa
mereka (melalui biosequestration), dilepaskan kembali ke atmosfer. Emisi karbon
tersebut kemudian menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Namun, berbeda dengan
hutan yang menyimpan karbon selama sekitar 60 tahun sebelum melepaskan sebagian
besar dari itu, padang lamun sering menyimpan karbon selama ribuan tahun sampai
mereka terganggu. Sebagai konsekuensi lain dari terganggu/matinya lamun,
pertumbuhan alga dan plankton juga akan meningkat.
Upaya
Pemulihan Padang Lamun
Agar
padang lamun bisa dipulihkan lebih cepat, kita bisa menaburkan benih atau menanam
bibit secara manual. Bisa juga dengan mencangkokkan spesies yang lebih tahan
banting dari daerah lain (Theguardian.com). Atau dengan melakukan transplantasi
lamun.
Karena
perkembangan lamun tidak selalu dapat dilihat dengan mata telanjang, dibutuhkan
suatu metode agar bisa mengetahui kondisinya. Profesor Marianne Holmer, dari
Departemen Biologi di University of Southern Denmark, telah mempelajari ekologi
dan biogeokimia lamun di ekosistem beriklim tropis selama bertahun-tahun. Bersama
dengan Kieryn Kilminster dari Departemen Air di Australia Barat, ia kini telah
mengembangkan teknik yang dapat mendeteksi apakah kondisi sedimen merupakan
masalah bagi lamun. Caranya, sepotong kecil jaringan tanaman lamun dibawa ke
laboratorium. Kemudian dianalisis dengan spektrometer massa, mengandung
belerang atau tidak. Jika mengandung belerang, berarti tanaman telah menyerap
sulfida dari dasar laut. Sulfida tersebut dibentuk oleh bakteri pereduksi
sulfat. Mereka muncul ketika oksigen menghilang dari dasar laut. Artinya, dasar
laut tersebut bukan lingkungan yang sehat untuk lamun.
"Lamun,
yang telah menyerap sulfida, menunjukkan pertumbuhan yang berkurang dan mungkin
mati," jelas Marianne Holmer.
Masalah
duyung dan padang lamun sangatlah kompleks. Tidak hanya tentang hubungan antara
duyung dengan padang lamun, tetapi juga dengan biota laut lainnya, juga
manusia. Bila kita ingin hidup nyaman, segeralah menekan/menghentikan laju
kerusakan yang ada. Sambil mengikutinya dengan perbaikan kembali agar duyung
dan padang lamun menjadi lestari.
#DuyungmeLamun
Sumber:
https://www.theguardian.com/environment/2018/mar/20/marine-heatwave-set-off-carbon-bomb-in-worlds-largest-seagrass-meadow
https://www.viva.co.id/berita/nasional/924757-80-persen-padang-lamun-indonesia-tercemar
https://www.antaranews.com/berita/633803/lipi-padang-lamun-indonesia-kurang-sehat
https://www.wwf.or.id/?15721/Saatnya-Peduli-Padang-Lamun%2520diunggah%252025%2520November%25202014
http://www.greeners.co/berita/tutupan-padang-lamun-indonesia-40-persen/
http://www.mediaindonesia.com/read/detail/128282-demi-dugong-dan-padang-lamun
http://www.mongabay.co.id/2018/04/17/padang-lamun-di-teluk-bogam-rumah-makan-kawanan-dugong/
http://www.mongabay.co.id/2014/08/12/sains-padang-lamun-ekosistem-penting-untuk-ikan-dan-ketersediaan-pangan-mengapa/
https://daerah.sindonews.com/read/1240035/194/ikan-duyung-sepanjang-23-meter-ditemukan-mati-di-pantai-teluk-sebong-150547019
https://www.jawapos.com/radarsurabaya/read/2018/03/13/56651/peneliti-temukan-habitat-putri-duyung
http://www.greeners.co/berita/sambut-hcpsn-2017-kkp-suarakan-pentingnya-konservasi-dugong-dan-padang-lamun/
https://www.liputan6.com/regional/read/2489245/lestarikan-ikan-duyung-indonesia-terima-hibah-rp-11-miliar
http://radarsultengonline.com/2017/02/07/tolitoli-disiapkan-jadi-pusat-pelestarian-duyung/
https://www.borneonews.co.id/berita/47617-hanya-ada-tiga-pasang-duyung-di-perairan-kobar
https://www.borneonews.co.id/berita/90758-perairan-tanjung-keluang-jadi-tempat-duyung-pesut-dan-penyu-hidup
https://muliayanti.wordpress.com/tag/padang-lamun/
https://tekno.tempo.co/read/764376/dugong-terancam-ini-perannya-menjaga-ekosistem-laut
http://www.republika.co.id/berita/koran/kesra/16/04/20/o5x4o52-duyung-di-indonesia-terancam-punah
http://www.sumbarprov.go.id/details/news/12339
http://news.metrotvnews.com/read/2018/04/26/865967/pelajaran-dari-rangka-dugong
http://kaltim.tribunnews.com/2018/04/08/sumber-makanan-di-laut-tercemar-dugong-dan-pesut-terancam-punah?page=3
https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/ObzdBdeK-mencari-jejak-duyung-di-pulau-bintan
http://www.projectseagrass.org/why-seagrass
https://phys.org/news/2018-03-climate-threatens-world-largest-seagrass.html
https://www.sciencedaily.com/releases/2013/09/130930113953.htm
Universitat Autònoma de
Barcelona. "Perubahan iklim mengancam simpanan karbon lamun terbesar di
dunia." ScienceDaily. ScienceDaily, 19 Maret 2018. (https://www.sciencedaily.com/releases/2018/03/180319160045.htm)
A.
Arias-Ortiz, O. Serrano, P. Masqué, P. S. Lavery, U. Mueller, G. A. Kendrick,
M. Rozaimi, A. Esteban, J. W. Fourqurean, N. Marbà, M. A. Mateo, K. Murray, M.
J. Rule & C. M. Duarte. A marine heatwave drives massive losses from the
world’s largest seagrass carbon stocks. Nature Climate Change, 2018 DOI:
10.1038/s41558-018-0096-y
Kieryn Kilminster,
Vanessa Forbes, Marianne Holmer. Development of a ‘sediment-stress’
functional-level indicator for the seagrass Halophila ovalis. Ecological
Indicators, 2014; 36: 280 DOI: 10.1016/j.ecolind.2013.07.026
Sumber gambar:
Duyung : Pxhere
Padang lamun (atas): basecamppetualang.blogspot.com
Padang lamun (bawah): pasberita.com
Contoh padang lamun yang rusak: metrobali.com
gambar lain: twitter dscpindonesia