14 Oktober 2020

Rumah Sakit Terancam Penuh karena Corona, Terapkan Cara Berwick Ini

 

Kasus positif Covid 19 di Indonesia menunjukkan tren peningkatan, dari total 203.342 orang pada 9 September 2020 menjadi 344.749 pada 14 Oktober 2020.

Tren peningkatan ini sempat menyebabkan masyarakat di 6 kabupaten/kota di Jawa Timur kembali ada di zona merah, 26 kabupaten/kota ada di zona oranye, 6 kabupaten/kota ada di zona kuning, serta tak satu pun kabupaten/kota yang ada di zona hijau.

Di Jakarta, masyarakatnya pun mengalami hal serupa. Gubernur Jakarta Anies Baswedan bahkan sampai mencemaskan memburuknya kasus Covid di Jakarta kini dibandingkan saat awal munculnya kasus Covid di Indonesia. Untuk menekannya, Anies terpaksa menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar penuh di Jakarta, sekaligus mewajibkan seluruh perkantoran di sana untuk bekerja penuh dari rumah (yang sempat menjadi polemik/dihebohkan).

Masyarakat resah, begitu pun 59 pemimpin negara lain sampai ikut menolak warga Indonesia datang ke negara mereka. Namun, hingga kini masih sulit untuk mengharapkan masyarakat Indonesia mengubah gaya hidupnya. Masih banyak dari mereka yang mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, semua orang telah lelah, terutama para tenaga kesehatan. Sudah 10 bulan sejak pemerintah Cina mengumumkan munculnya Covid 19 di Wuhan Desember lalu, kehidupan kita baru mencapai tahap new normal. Hanya sebagian orang yang bisa menyikapinya secara positif, meskipun di antara mereka yang positif tadi pun masih ada yang sangsi akan keberadaan virus Corona.

Mengingat semakin sulitnya kita mengandalkan perubahan gaya hidup untuk mengatasi virus ini, masyarakat jadi semakin berharap pada vaksin. Mereka menganggap penemuan vaksin dapat segera mengakhiri kasus Corona di dunia. Alhasil, banyak negara berlomba menjadi penemu pertama vaksin Corona.

Namun, jangan lupa, penerapan vaksin masih menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat tetap akan menolak vaksin meskipun vaksin tersebut benar-benar ampuh sekalipun. Apalagi, baru-baru ini relawan yang bekerja untuk AstraZaneca dan Universitas Oxford telah didiagnosis mengalami myelitis transversal akibat vaksin yang diujikan padanya. Hal ini tentu akan membuat mereka tetap memiliki alasan kuat untuk menolaknya.

Kita membutuhkan solusi pendukung, selain penerapan protokol kesehatan dan vaksin. Jika tidak, para tenaga kesehatan akan semakin banyak yang tumbang. Begitu pun rumah sakit, akan semakin kewalahan. Untuk itu, kita bisa meniru cara Donald Berwick. Dikutip dari buku Switch, Berwick, seorang dokter dan CEO dari Institute for Healthcare Improvement (IHI) telah berhasil mengubah wajah perawatan kesehatan. Pada 2004, Berwick, memiliki beberapa ide untuk menyelamatkan sejumlah besar nyawa. Para peneliti di IHI telah menemukan bahwa tingkat "cacat" dalam perawatan kesehatan sebesar 10%. Kerusakan ini sangat tinggi, banyak industri lain telah berhasil mencapai kinerja pada tingkat kesalahan 0,1% (dan seringkali jauh lebih baik).

Berwick tahu bahwa tingginya kecacatan medis artinya puluhan ribu pasien meninggal sia-sia tiap tahunnya. Namun, ia tak punya otoritas untuk memaksa perubahan apa pun di industri, sementara IHI hanya punya 75 karyawan. Lantas, apa tindakan Berwick untuk mengubah semua itu?

Pertama, dalam pidatonya 14 Desember 2004, Berwick menetapkan target, maksimal 14 Juni 2006 pukul 9 pagi-18 bulan dari hari itu mereka harus sudah menyelamatkan 100 ribu nyawa.

Ke dua, Berwick memotivasi dan membuat para pendengarnya merasa perlu untuk berubah. Banyak di antara hadirin yang sudah mengetahui faktanya, tetapi mengetahui saja tak cukup. Jadi, Berwick membawa serta ketua Asosiasi Rumah Sakit Negara Bagian Carolina Utara dan ibu dari gadis yang terbunuh akibat kesalahan medis untuk ikut berpidato di sana. Selain itu, Berwick juga berhati-hati dalam memotivasi orang yang tak hadir di sana. Dia tidak menantang orang untuk "merombak pengobatan", tetapi untuk menyelamatkan 100 ribu nyawa.

Ke tiga, Berwick membentuk “jalan”. Dia mempermudah rumah sakit untuk menerima perubahan, di antaranya dengan membuat formulir pendaftaran satu halaman, petunjuk langkah demi langkah, pelatihan, kelompok pendukung, dan mentor. Dia sedang merancang lingkungan yang memungkinkan administrator rumah sakit untuk melakukan reformasi. Berwick juga tahu bahwa perilaku itu menular. Dia menggunakan tekanan teman sebaya untuk membujuk rumah sakit agar bergabung dalam kampanye. (Rumah sakit saingan Anda baru saja mendaftar untuk membantu menyelamatkan 100 ribu nyawa. Apakah Anda benar-benar ingin mereka bermoral tinggi?).

IHI sendiri pun mengusulkan 6 intervensi spesifik untuk menyelamatkan nyawa, misalnya meminta rumah sakit mengadopsi serangkaian prosedur yang terbukti untuk menangani pasien dengan ventilator, untuk mencegah mereka terkena pneumonia, penyebab umum kematian yang sia-sia. (misalnya meminta kepala pasien diangkat 30-45 derajat untuk mencegah sekresi mulut masuk ke tenggorokan).

IHI memudahkan rumah sakit untuk bergabung, dengan hanya menggunakan formulir satu halaman yang ditandatangani CEO rumah sakit. Dua bulan setelah pidato Berwick, lebih dari seribu rumah sakit telah mendaftar, tim IHI membantu rumah sakit tersebut menerima intervensi baru. Anggota tim menyediakan penelitian, panduan instruksi langkah demi langkah, dan pelatihan. Mereka mengatur panggilan konferensi bagi para pemimpin rumah sakit untuk berbagi kemenangan dan perjuangan satu sama lain. Selain itu, mereka juga mendorong rumah sakit dengan kesuksesan awal untuk menjadi "mentor" bagi rumah sakit yang baru saja ikut kampanye.

Meskipun banyak dokter jengkel dengan prosedur baru yang mereka anggap menyesakkan, tetapi rumah sakit yang mengadopsi menunjukkan sukses besar, sehingga mereka menarik lebih banyak rumah sakit untuk bergabung dalam kampanye itu.

Hasilnya, 18 bulan kemudian, tepat pada 14 Juni 2006 pukul 9 pagi, Don Berwick dan tim IHI telah berhasil meyakinkan ribuan rumah sakit untuk mengubah perilaku mereka, dan secara kolektif, mereka telah menyelamatkan 122.300 nyawa.

Strategi ini menarik. Kita dapat mengadopsinya untuk mengantisipasi penuhnya rumah sakit akibat membludaknya pasien Corona.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.