Besarnya Potensi Zakat bagi Umat dan Bangsa
Indonesia memiliki potensi zakat yang besarnya
bisa mencapai 100 hingga 200 triliun rupiah. Suatu jumlah yang bila dimanfaatkan
dengan baik dapat membantu membangun umat dan memajukan bangsa. Itu pun belum
termasuk perolehan dari wakaf dan sedekah. Jika diasumsikan masing-masing
penduduk Indonesia berwakaf 10 ribu rupiah per bulan, maka dalam setahun dana
wakaf yang terkumpul bisa mencapai 24 miliar rupiah. Padahal, hasil penelitian
Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia di Jabodetabek,
Bandung, Makasar, Balikpapan, Medan, dan Surabaya menyatakan bahwa generasi
millennial rela mewakafkan uangnya hingga Rp. 150 ribu per hari. Dengan demikian,
dana wakaf yang terkumpul dalam setahun bisa lebih banyak lagi. Namun, bila jumlah
itu sudah mengejutkan Anda, Anda akan lebih terkejut lagi jika tahu itu belum
semuanya. Masih ada sumber lain dari potensi kapitalisasi tanah wakaf yang bisa
mencapai 2 ribu triliun rupiah. Dan jangan lupa juga bahwa kita belum memasukkan
perolehan dari sedekah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana
cara kita memanfaatkannya?
Zakat: Kecil Persentasenya, Besar Manfaatnya
Zakat artinya harta tertentu yang wajib
dikeluarkan oleh muslim yang mampu untuk diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya. Secara garis besar, Islam membagi zakat menjadi 2, yaitu zakat
fitrah dan zakat maal (harta). Zakat yang wajib dikeluarkan sebelum salat idul fitri
disebut zakat fitrah. Sedangkan zakat yang dikeluarkan dari harta yang sudah
mencapai nisabnya saat sudah haul disebut zakat maal (harta).
Zakat maal (harta)
Mayoritas zakat hanya dikeluarkan sebesar
2,5%, kecuali zakat barang produktif dan zakat pertanian serta zakat fitrah.
Zakat fitrah dikeluarkan sebesar 2,5 kg beras, sedangkan zakat barang produktif
dan pertanian sebesar 5 atau 10 persen.
Dari persentase sekecil itu, bila dikelola
dengan baik ternyata sudah mampu membebaskan masyarakat dari kemiskinan. Contoh
nyatanya terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab, yaitu saat ia pertama
kali membuat konsep baitul maal. Saat itu Muaz bin Jabal menjabat sebagai Gubernur
Yaman sekaligus ketua amil di sana.
Dalam waktu setahun saja dana zakat di Yaman sudah mengalami surplus,
dan dalam waktu 3 tahun masyarakat di sana sudah enggan menerima zakat.
Kondisi serupa terulang pada masa kekhalifahan
Umar bin Abdul Aziz. Malahan, ia hanya membutuhkan waktu 2 tahun 6 bulan untuk
mengentaskan kemiskinan di negerinya (Zakat.or.id).
Ini artinya konsep tersebut tidak terjadi
secara kebetulan, kita bisa meniru caranya jika ingin mendapatkan hasil yang
sama. Bahkan, dengan dana zakat tersebut kita tidak hanya bisa mengentaskan
kemiskinan tetapi juga mengatasi masalah-masalah sosial lainnya.
Ini “kata Kuncinya”
Kelompok penerima zakat (mustahik)
Bila memperhatikan kisah pengelolaan dana
zakat pada masa Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz, kita akan menemukan
bahwa kata kuncinya adalah KEMISKINAN. Kemiskinan bisa menjadi sumber dari
berbagai keburukan. Jika kita harus mencari One Thing atau akar dari masalah di
negeri ini, masalah kemiskinan adalah jawabannya. Dari kemiskinan bisa timbul
masalah lain seperti kriminalitas, putus sekolah/masalah pendidikan, masalah
sosial/pekerjaan, kehamilan di luar nikah, dan sebagainya.
Kemudian, perhatikan pula kelompok penerima
zakat (mustahik), mereka umumnya juga orang-orang yang mengalami kesulitan
keuangan/kekurangan uang. Jadi, mengentaskan kemiskinan harus menjadi prioritas
pembangunan.
Mengapa Zakat yang Ada Saat Ini Belum Bisa
Mensejahterakan?
Ada beberapa kemungkinan yang membuat
pemanfaatan zakat saat ini tidak seefektif dahulu kala.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Pembagian zakat tidak merata atau ada orang atau daerah yang belum
tersentuh zakat,
2.
Hasil zakat dicurangi, misalnya dikorupsi atau lainnya,
3.
Pemanfaatan zakat tidak
tepat sasaran, misalnya salah menetapkan prioritas penggunaan.
4.
Terjadi kebocoran dana zakat untuk atau karena hal lain, misalnya
kesehatan,
5.
Adanya wajib zakat yang tidak berzakat,
Yang termasuk di dalam golongan ini adalah
orang-orang yang mangkir dari kewajibannya, tidak tahu/kurang ilmu, atau curang
dengan berzakat kurang dari jumlah yang seharusnya.
6.
Pemasaran zakat kurang optimal hasilnya.
Salurkan Zakat Lewat Baznas dan Laz Resmi
Bila kita ingin membayar zakat kita bisa
menyalurkannya langsung kepada penerimanya ataupun menyalurkannya melalui
lembaga penerima zakat. Namun, kita harus berhati-hati agar pembagian zakat
dapat merata, hasilnya tidak dicurangi, dan pemanfaatannya lebih tepat sasaran.
Jika banyak orang yang menyalurkan zakat
langsung kepada mustahik maka pembagian zakat bisa tidak merata. Sebagian orang
bisa mendapat zakat berlebihan sedangkan sebagian sisanya tidak kebagian.
Sedangkan, jika kita menyalurkan langsung kepada Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) secara sembarangan harta yang kita zakatkan berisiko
dicurangi atau berkurang kemanfaatannya.
Untungnya, sejak tahun 1999, Undang-Undang No.
38 tahun 1999 menetapkan pengelolaan zakat boleh dilaksanakan oleh Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011,
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Pusat mengimbau masyarakat menyalurkan
zakat, infak, dan sedekah melalui Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) resmi. Hal itu tak lain dilakukan agar penghimpunan zakat bisa lebih tertib dan penyalurannya
lebih tepat sasaran.
Menerapkan Gaya Hidup Sehat Ala Rasulullah
untuk Mencegah Kebocoran Dana Zakat
Pepatah mengatakan lebih baik mencegah
daripada mengobati. Dan itu benar adanya. Untuk satu penyakit saja kita bisa
menghabiskan jutaan rupiah atau lebih untuk mengatasinya. Misalnya pneumonia,
menurut Pakar Epidomologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair Surabaya,
Dr. Muhammad Attoillah Isfandiari dr. Mkes, biaya pengobatannya bisa mencapai
puluhan juta rupiah.
Nah, agar hidup sehat siapa lagi yang lebih
pantas kita teladani perilakunya selain Rasulullah. Dalam sepanjang hidupnya
beliau hanya mengalami sakit dua kali, yaitu karena diracun oleh Yahudi dan saat
menjelang wafat.
Peristiwa menarik terjadi ketika Kaisar Romawi
mengirimkan bantuan dokter ke Madinah. Dokter itu terkejut karena selama satu
tahun di sana ia jarang menemukan ada kaum muslimin yang sakit.
Sama seperti kaum muslimin pada masa itu, jika
kita menerapkan gaya hidup Rasulullah kesehatan kita pun akan membaik.
Sehingga, kita bisa mengalokasikan dana zakat yang ada untuk keperluan yang
lain, misalnya ekonomi, sosial, atau pendidikan.
Sosialisasi, Edukasi, dan Penegakan Zakat
Tak bisa dimungkiri bahwa masih banyak juga
wajib zakat yang tidak berzakat, baik karena mangkir ataupun tidak tahu. Kalau
pada masa khalifah Abu Bakar, mereka yang tidak membayar zakat akan diperangi
olehnya. Saya tidak tahu apakah penegakan zakat semacam itu ada di Indonesia
juga, mengingat Indonesia bukan negara agama. Jadi, kita langsung melompat pada
masalah sosialisasi dan edukasi saja.
Sosialisasi dan edukasi tentang zakat sudah
banyak dilakukan di Indonesia. Misalnya melalui media sosial, permainan ZAKAT
GAME, hingga pembentukan agent of change ekonomi syariah bidang zakat dan
wakaf. Bahkan, penghitungan zakat pun kini semakin mudah dengan adanya
contoh-contoh kasus zakat.
Tak hanya itu, untuk membayar zakat pun kini
makin banyak pilihan caranya. Kita tinggal datang langsung ke lokasi yang
ditunjuk, atau bisa juga dengan membayar melalui website atau GoPay.
Neuromarketing sebagai Sarana untuk
Mengoptimalkan Perolehan Dana Zakat
Kabar mengejutkan datang dari dunia pemasaran
dan periklanan. Sebuah penelitian menemukan bahwa apa yang kita ucapkan atau
tulis dalam survei atau kuesioner seringkali berbeda dengan kenyataannya. Yang
lebih mengejutkan lagi, sebanyak 90% dari keputusan konsumen berasal dari
kondisi bawah sadar. Oleh karena itu, kita membutuhkan neuromarketing agar
pemasaran zakat yang kita lakukan lebih tepat sasaran.
Untuk tujuan ini kita perlu melakukan
eksperimen dengan bantuan fMRI dan SST. Kedua alat tersebut merupakan alat scan
otak tercanggih di dunia yang berfungsi untuk mendeteksi gelombang otak yang
cepat secara langsung. Pemindaian otak dengan fMRI sangat mahal tetapi
jangkauan hasil penelitiannya lebih baik daripada alat lain. Jadi, di dalam
penelitian nanti kita menggunakan SST sebagai alat utama dan fMRI sebagai alat
pendukungnya.
Mengenai apa yang kita uji nanti hendaknya
berpedoman pada konsep neuromarketing di bawah ini:
1.
Sering-seringlah memaparkan konsumen pada “produk” (tujuan) kita,
Hanya melihat produk tertentu berulang kali
kadang-kadang dapat membuatnya semakin diinginkan.
2. Tingkatkan aktivitas dopamin di otak konsumen dengan iming-iming
hadiah/manfaat,
3.
Ciptakan suatu persepsi bahwa berzakat itu keren dan membuat status
sosial kita meningkat karenanya,
Tindakan ini dapat mengaktifkan bagian otak
yang disebut Brodmann area 10 yang berhubungan dengan persepsi diri dan emosi
sosial.
4.
Membuat film atau iklan tentang zakat sebagai solusi hidup,
misalnya kita bisa mengetes mana di antara tema/premis ini yang berhasil:
a.
Film/iklan tentang zakat yang berfokus pada orang miskin,
b.
Film/iklan tentang zakat yang berfokus pada orang kaya,
c.
Orang miskin sudah habis, padahal kita sangat butuh berzakat,
d.
Matahari sudah terbit dari barat, sudah tidak ada waktu untuk bertobat
atau membayar zakat,
e.
Ada 2 orang yang bertetangga. Orang yang satu tiru-tiru temannya
berzakat padahal aslinya cuma riya’, tetapi karena berzakat walaupun asalnya
niatnya buruk tetap bisa membuatnya selamat dari musibah,
f.
Film lebay tentang sembuh dengan zakat
Ada orang kikir yang sakit parah dan obatnya
hanya dengan berzakat. Anaknya sampai harus pergi jauh berpetualang untuk
mencari desa-desa yang miskin karena orang miskin sudah nyaris punah.
Ini disesuaikan dengan sifat otak yang
cenderung mengingat hal-hal yang didramatisir/lebay/berlebihan.
5.
Menempatkan “produk” secara strategis selama acara berlangsung,
Membuat iklan-iklan tentang zakat atau logo
BAZ atau LAZ-nya memadati acara tersebut, atau membuat sesuatu bernuansa zakat
di acara. “Produk”/zakat tadi harus terintegrasi dalam alur cerita, jangan
terang-terangan sebagai iklan. Pastikan iklan berhubungan dengan alur cerita
dari film atau acara yang ditayangkan.
6.
Manusia suka meniru tingkah laku “membeli” (dalam kasus ini adalah
berzakat) orang lain,
Jadi, buatlah kerumunan orang atau kendaraan
pada tempat zakat tersebut. Atau, tampakkan orang yang sedang berzakat di
hadapan publik.
7.
Pastikan orang-orang yang bekerja pada BAZ dan LAZ atau yang
berhubungan dengannya ramah dan suka tersenyum,
8.
Sisipkan iklan zakat pada video-video Youtube orang-orang penting,
tetapi pada acara/kegiatan yang berhubungan.. Tidak beriklan terang-terangan.
9.
Pada aktivitas yang dihadiri banyak orang, sering-seringlah
mengajak orang-orang berkata berulang-ulang tentang sesuatu yang berhubungan
dengan zakat, semacam afirmasi. Mengatakan sesuatu berulang-ulang bisa membuat
orang lama-lama meyakininya.
10.
Membuat pesan rekaman selamat datang dan reward selamat tinggal,
Contohnya:
Pesan selamat datang:
Assalamu’alaikum. Selamat datang Bapak dan Ibu
sekalian. Alhamdulillah kalian sudah datang. Para fakir miskin telah menunggu
zakat dari kalian.
Reward selamat tinggal:
Terima kasih Bapak dan Ibu sekalian. Berkat
zakat kalian hidup kami menjadi lebih baik. Semoga Allah semakin memberkahi
harta dan kehidupan kalian. (tetapi lebih baik suaranya itu rekaman dari suara mustahik
langsung yang merasa sangat terharu campur kaget dan bahagia saat mendapat
bantuan zakat).
11. Buatlah pesan terselubung (subliminal message) tentang “Sudahkah
kita membayar zakat?”
12. Membuat dan memasarkan/mensosialisasikan
produk-produk/pernak-pernik yang didesain untuk menggugah ingatan tentang
zakat. Misalnya amplop, gantungan di mobil, kalender, jam dinding, kaos,
dompet, topi, bantal kursi, kertas kado/pembungkus, dan tas atau kresek.
13.
Menampakkan warna logo BAZ/LAZ pada reality show tentang santunan
dan aktivitas-aktivitas sosial, misalnya berupa seragam dan mobil.
14. Buatlah iklan (samar) yang menghubungkan (mengasosiasikan) antara
menerima pendapatan yang banyak dengan zakat,
Hal ini untuk mengingatkan bahwa bila mendapat
harta banyak jangan lupa berzakat.
15.
Gunakan atau masukkan bayi di dalam iklan zakat kita
Karena wajah bayi memiliki efek kuat pada
otak. Misalnya tentang ibu yang memiliki bayi dan sangat kesusahan hidupnya.
Setelah menerima zakat kehidupannya pun membaik. Atau bisa juga dengan cerita
lain, intinya memasukkan bayi di dalamnya.
16.
Miliki misi yang jelas dan kuat
Misalnya IBM dengan misinya “Solusi bagi
sebuah planet kecil”.
17.
Buatlah bentuk/aroma/suara khas untuk “produk” tersebut,
Kita harus mencari bentuk, aroma, atau suara
yang membuat BAZ/LAZ tersebut bisa dikenali dengan mudah dan melekat kuat di
ingatan.
18.
Carilah kombinasi gambar dan aroma yang cocok untuk mengiklankan
zakat,
Misalnya dengan membubuhkan aroma hasil
mikroenkapsulasi (proses yang memungkinkan sebuah aroma akan keluar saat kita
membuka amplop-amplop tersebut) pada pamflet zakat. Tetapi hati-hati karena
aroma tertentu dapat menyebabkan alergi.
19.
Gunakan iklan berwarna,
Menurut hasil penelitian dari Seoul
International Color Expo, warna sangat berperan dalam meningkatkan pengenalan
merek hingga 80%.
Penelitian lain menunjukkan bahwa saat
seseorang membuat sebuah keputusan bawah sadar terhadap seseorang, lingkungan,
atau produk dalam waktu 90 detik, antara 62% dan 90% dari hasilnya didasarkan
hanya terhadap warna, bukan yang lain.
20.
Perhatikan bahwa orang lebih cenderung mengeluarkan uang secara
online daripada dalam bentuk nyata.
21.
Masukkan suara khas ke dalamnya,
Misalnya: suara gemerincing uang saat donasi
masuk, suara kunci membuka pintu (pintu “surga”), suara terima kasih/syukur
yang tulus dari seorang mustahik, suara “Orang Islam itu satu tubuh”, mobil
bersuara khusus (mesinnya mungkin), dan sebagainya.
22.
Buatlah iklan yang menggunakan kombinasi gambar dan suara yang
khas,
23.
Buatlah iklan yang menimbulkan keterikatan emosi,
24.
Gunakan iklan dengan pemeran yang tampilannya biasa, alami, tanpa
make up, memuat cinta (bukan s*ks), dan kondisinya sedekat mungkin (sealami
mungkin) dengan kondisi kita
sehari-hari.
Prioritas dalam Pemanfaatan Dana Zakat
Selain mengoptimalkan penerimaan zakat dan
mencegah kebocoran serta kecurangan atas
zakat, kita juga perlu memperhatikan masalah pengelolaan zakat. Namun, jika
kita menyalurkan zakat pada BAZ/LAZ resmi kita sudah tidak perlu khawatir lagi.
Mereka adalah lembaga yang amanah dan memiliki program-program yang baik.
Ibarat memancing, mereka memberikan umpannya dan bukan ikannya langsung. Sehingga
kemanfaatan yang diberikan bisa lebih besar.
Di antara program tersebut adalah Kampung
Zakat. Kampung Zakat merupakan program unggulan yang dibuat untuk memberdayakan
masyarakat dengan harapan dapat meningkatkan kemandirian mustahik di sana.
Kampung Zakat telah dilaksanakan sejak tahun
2018 dan masih berlanjut hingga sekarang. Untuk tahun 2019 ini pelaksanaannya
akan difokuskan pada 7 lokasi di 7 Provinsi, yaitu:
1.
Jawa Barat (Bekasi),
2.
Riau (Kab. Indragiri Hilir),
3.
Aceh (Kab. Aceh Singkil),
4.
Sulawesi Selatan (Kab. Bulukumba),
5.
Kalimantan Utara (Kab. Nunukan),
6.
Maluku (Kab. Buru), dan
7.
Papua (Kab. Nabire)
Terdapat 4 stakeholder terkait yang mengelola
Kampung Zakat, yaitu Kementrian Agama RI, BAZNAS dan LAZ, berbagai kementerian,
serta pemerintah daerah. Oleh karena itu, kita bisa tenang dalam mempercayakan
dana zakat kita kepada mereka. Optimis saja bahwa suatu hari nanti keajaiban
zakat akan menampakkan hasilnya. Indonesia pun menjadi negara yang semakin maju
dan sejahtera.