12 Desember 2016

Tasia, Penulis Keren dari Unair Surabaya



Namanya Tasia. Lengkapnya adalah Alberta Natasia Adji. Kulitnya putih, matanya sipit, dan tubuhnya mungil. Dia sibuk mencari-cari buku di ruang itu, sebelum akhirnya duduk di sebelahku. Hal sama yang kulakukan setelah sadar datang kepagian. Absen sebentar lalu melihat-lihat koleksi buku di ruang bernama American Corner itu, sebuah ruangan yang ada di dalam perpustakaan kampus B Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Gadis yang sepertinya chinese itu tersenyum ramah, menenggelamkan matanya menjadi semakin sipit. Saat tangannya terulur untuk mengajak bersalaman, barulah aku sadar kalau wajahnya-lah yang terpampang dalam poster pelatihan menulis yang hendak kuikuti itu. Ya, pada poster itu ada fotonya, alias dialah pembicaranya. Dasar aku saja yang cuek sehingga tadinya kupikir dia hanya sesama pengunjung perpustakaan Amcor, sebutan umum untuk American Corner Unair

Menjelang acara dimulai, satu demi satu peserta mulai berdatangan. Semuanya masih berstatus mahasiswa di Airlangga University, hanya aku yang mahasiswa kadaluarsa, haha ... Becanda, maksudnya hanya aku yang sudah alumni, walaupun aku juga dari Unair sih dulunya. Kebayang kan kalau aku tua sendiri? Aku mengetahui acara tersebut dari Twitter Event Surabaya. Rencananya akan berlangsung dalam 4 kali pertemuan setiap Selasa pekan pertama, yaitu tanggal 6 September, 4 Oktober, 1 November, dan 6 Desember 2016. Aku datang pada pertemuan perdana, tanggal 6 itu. Bagiku, belajar tidak mengenal umur. Tak elok rasanya jika meremehkan seseorang hanya karena dia lebih muda. Barangkali memang ada sesuatu yang bisa kupelajari darinya.


Tasia, Penulis Keren dari Unair Surabaya
 Poster pelatihan menulis bersama Tasia

Ketika waktunya tiba, Tasia mulai menceritakan pengalaman menulisnya. Dia pernah menulis cerpen, novel, maupun naskah drama. Novelnya berjudul “Youth Adagio” dan “Dante”. Dua peserta pria dan empat wanita asyik menyimak sambil lesehan, termasuk aku. Selain kami ada pula mas ganteng penjaga Amcor ikut lesehan di sana. Sambil mengarahkan Tasia dia juga ikut bertanya, sepertinya berminat juga untuk menjadi penulis.

Di sela-sela Tasia menceritakan pengalaman dan tips-tips menulisnya, aku banyak bertanya. Dibanding peserta lain, aku lebih siap dengan pertanyaan-pertanyaan, karena aku sudah terjun langsung di dunia penulisan ini (dan memang aku bermasalah dengannya). Beberapa darinya merupakan pertanyaan dari MOOC luar negeri yang kuadopsi. Aku penasaran Tasia akan menjawab apa. Siapa tahu menjadi tambahan ilmu menulis buatku. Setiap orang punya cara yang unik, bukan? Bisa saja jawaban mereka berbeda.




Semakin mengenalnya semakin kagum aku pada penulis muda di sebelah kiriku ini. Menurutku, dia adalah sosok yang terencana, terarah, fokus, disiplin, dan pandai mengatur waktu. Berbeda denganku yang memilih jalur nonformal, dia sengaja ingin menjadi penulis dengan menempuh jalur formal, yaitu dengan mengambil jurusan S1 Sastra Inggris dan S2 Ilmu Budaya Unair. Mungkin, hal tersebut bisa dipahami karena keluarganya mendukung cita-citanya, walaupun keluarga besarnya tidak. Kalau keluargaku memang sejak awal tidak mendukung, mustahil bila kutempuh jalur formal seperti dia. Akan tetapi, bukan hanya itu yang membuatku kagum padanya. Ada hal lain, yaitu ketika dia bercerita bahwa persentase kegagalan menulisnya itu sangat kecil. Seingatku, hanya 2 kali kiriman cerpen yang gagal lalu setelahnya dimuat, begitupun dengan novel, hanya 2 kali penolakan sebelum akhirnya diterbitkan. Wow, itu prestasi yang sangat hebat! Aku saja tak terhitung berapa kali mengirim karya dan gagal. Keberhasilan baru kuraih setelah melalui banyak sekali kegagalan. Rupanya, hal itu terjadi padanya karena adanya perencanaan yang sangat matang. Walau mengaku belajar secara otodidak, Tasia ini sangat rajin membaca berbagai buku dan novel tebal atau bahkan ensiklopedi sebagai bahan riset. Dia punya target baca setiap minggu, juga target menulis. Selain itu, dia juga suka mengamati gaya bicara atau karakter orang untuk mendukung ceritanya. Tasia itu pembelajar kreatif. Dia menemukan cara-cara unik yang bisa berhasil untuk dirinya sendiri. Mungkin, dia juga termasuk pembelajar cepat.

Tasia, Penulis Keren dari Unair Surabaya
 Saya (paling kiri), Tasia (no. 2 dari kiri), dan para peserta pelatihan

Menemukan Tasia yang sangat terarah seperti itu memberikan suatu kekayaan tersendiri bagiku. Bagaimana tidak, banyak juga orang yang menyarankan asal dilakukan lalu belajar sambil jalan. Terjun saja, pokoknya berani. Banyak dari mereka yang melewatkan langkah perencanaan/persiapan. Hanya bermodalkan keberanian dan kenekatan. Bisa dilihat kan, dengan persiapan yang sangat baik persentase kegagalan Tasia berada di posisi hampir nol. Aku belum bisa seperti dia.

Usai acara, mas ganteng penjaga Amcor membagi-bagikan suvenir kepada seluruh peserta dan Tasia. Suvenir Tasia berbeda, tak seperti peserta yang mendapat blocknote dan bolpen. Sebelum meninggalkan Amcor tak lupa aku meminta tolong mas ganteng untuk mengabadikan kenangan kami.

Aku merasa sangat beruntung bisa berkenalan dengan Tasia, penulis keren dari Universitas Airlangga Surabaya. Calon penulis hebat. Insya Allah.