15 November 2025

Bahasa Indonesia Mendunia? Mitos yang Terlalu Cepat Dirayakan

Bahasa Indonesia mendunia

Setiap kali muncul daftar “10 bahasa dengan penutur terbanyak di dunia”, rasa bangga kerap muncul. Bahasa Indonesia, dengan lebih dari 198 juta penutur aktif (Ethnologue, 2023), sering masuk dalam deretan bahasa terbesar dunia. Di media sosial, konten berbahasa Indonesia membanjiri TikTok, YouTube, dan bahkan muncul di kolom komentar para artis internasional. Sekilas, ini memberi kesan bahwa bahasa Indonesia telah mendunia.

Namun, jika dilihat lebih dekat, kebanggaan itu meninggalkan pertanyaan: Apa sebenarnya arti "mendunia"?

Benar bahwa semakin banyak konten kreator luar negeri yang menggunakan bahasa Indonesia—dari Malaysia, Amerika, hingga Jerman. Bahkan di Malaysia, gaya bahasa Indonesia mulai ditiru anak-anak muda. Fenomena “aku-kamu” menggantikan “awak-saya” di antara generasi muda Malaysia adalah salah satu buktinya. Banyak konten kreator dari negeri jiran secara sadar memilih bahasa Indonesia demi menjangkau pasar digital yang lebih luas.

Selain itu, pengakuan resmi terhadap Bahasa Indonesia juga kian meluas. Bahasa ini telah ditetapkan sebagai salah satu bahasa resmi dalam sidang Konferensi Umum UNESCO. Beberapa universitas di Australia, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Korea Selatan, hingga Maroko menawarkan studi Bahasa Indonesia. Tapi, mengapa dalam pengaturan subtitle YouTube, kita masih lebih sering menemukan opsi “Bahasa Melayu” ketimbang “Bahasa Indonesia”? Mengapa pula banyak situs global tak menyediakan pilihan Bahasa Indonesia, sementara bahasa-bahasa lain dengan jumlah penutur lebih sedikit justru tersedia?

 

Banyak Digunakan, tetapi Belum Menyebar

Fakta yang jarang disorot adalah bahwa besarnya angka penutur Bahasa Indonesia bukan karena penyebarannya secara global, tetapi karena jumlah penduduk Indonesia yang memang sangat besar. Sebagai negara berpenduduk keempat terbanyak di dunia, Indonesia menyumbang hampir seluruh penutur Bahasa Indonesia—yang menjadikannya besar, namun terkonsentrasi di satu wilayah.

Berbeda dengan bahasa Inggris, Spanyol, atau Prancis yang digunakan lintas benua karena sejarah kolonialisme dan diplomasi global, Bahasa Indonesia belum memiliki jangkauan serupa. Ia besar di dalam negeri, tapi masih kecil di panggung internasional.

Menjadi bahasa internasional bukan sekadar soal angka. Itu juga menyangkut pengakuan, keberadaan dalam teknologi global, keterlibatan dalam diplomasi, serta kehadiran dalam budaya populer dunia. Dan dalam banyak hal itu, Bahasa Indonesia belum menembus batas.

 

 Jalan Panjang Menjadi Bahasa Dunia

Perjalanan Bahasa Indonesia menuju status bahasa internasional sejati masih panjang. Pengakuan di forum internasional belum cukup. Kita perlu membangun ekosistem bahasa yang membuat Bahasa Indonesia hidup dan digunakan secara luas—baik dalam pendidikan, teknologi, bisnis, maupun budaya populer.

Peran terbesar dalam mendorong ini ada pada masyarakat Indonesia sendiri. Terutama generasi muda—yang akan menentukan arah penggunaan bahasa kita di masa depan. Bahasa Indonesia harus hadir sebagai medium yang fleksibel, ekspresif, dan relevan. Ia harus mampu bersaing dengan bahasa asing maupun gaya bahasa digital yang terus berkembang.

Salah satu tantangan terbesar adalah menjauhkan kesan bahwa Bahasa Indonesia itu kaku dan tidak praktis. Kita perlu menciptakan ruang bagi anak muda untuk menggunakan bahasa ini secara kreatif dan autentik—lewat musik, film, karya tulis, media sosial, hingga teknologi digital. Bahasa Indonesia harus hidup di tempat-tempat di mana anak muda benar-benar berada.

 

Merawat Bahasa, Menghargai Pelakunya

Penting juga untuk memberi dukungan nyata kepada mereka yang menjadi penjaga dan penggerak bahasa—penulis, penyair, penerjemah, dan kreator konten. Mereka adalah garda depan yang menjaga Bahasa Indonesia tetap berkembang dan berdaya saing. Sayangnya, banyak di antara mereka hidup dalam kondisi yang serba terbatas. Maka, dukungan—dalam bentuk pelatihan, insentif, penghargaan, atau bahkan kebijakan pemerintah—perlu diberikan secara konsisten dan berkelanjutan.

Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cermin identitas. Maka, merawat bahasa berarti juga merawat siapa kita sebagai bangsa.

 

Harapan yang Masih Terbuka

Meskipun saat ini Bahasa Indonesia belum sepopuler bahasa Inggris atau Spanyol di panggung dunia, potensinya tetap besar. Indonesia adalah negara dengan kekuatan budaya yang luar biasa, pengguna internet yang masif, dan komunitas kreatif yang terus berkembang. Jika dikelola dengan baik, kekuatan ini bisa mendorong Bahasa Indonesia naik kelas—dari bahasa nasional yang besar, menjadi bahasa internasional yang diperhitungkan.

Akhirnya, menjadi bahasa dunia bukan berarti meninggalkan akar lokal. Justru dari kekuatan lokal-lah Bahasa Indonesia bisa menemukan daya saing global. Tugas kita adalah menjadikan bahasa ini bukan sekadar kebanggaan nasional, tapi juga jembatan komunikasi antarbangsa.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.